Dicky menatap 3 orang laki-laki di hadapannya, matanya merah menyiratkan kemarahan.
Tiga orang laki-laki yang berseragam warna oranye terlihat berdiri sambil menunduk.
"Laknat kalian semua!!"
Bugghh!!
Dicky memukul wajah ketiga orang itu bergantian, bahkan kini pukulannya terlihat membabi buta, kemarahan Dicky sudah tak terbendung lagi.
Seorang polisi datang menghampirinya untuk menenangkannya.
"Sabar Pak Dokter, walaupun anda memukulnya sampai pingsan, toh tidak akan mengembalikan keadaan seperti sedia kala!" sergah sang polisi itu.
"Mereka semua bahkan lebih rendah dari binatang!! Perbuatan mereka sangat keji dan biadab!! Hukuman penjara seumur hidup juga tidak akan sebanding dengan penderitaan lahir batin seorang wanita!!" dengus Dicky.
Setelah puas menghajar para pelaku pemerkosaan itu, seorang polisi lalu memasukan kembali mereka ke sel tahanan.
Dicky lalu kembali pulang kerumahnya, setelah dia memarkirkan mobilnya, dia bergegas masuk ke dalam rumah besarnya itu.
"Apa semua sudah siap Bi?" tanya Dicky saat melihat Bi Sumi yang sedang mengepel lantai.
"Sudah Pak, Mbak Fitri juga sudah siap dan berganti pakaian, tapi sepertinya dia tidak bawa persediaan pakaian Pak!" kata Bi Sumi.
"Iya Bi, semua pakaiannya ada di tempat kosnya yang lama, biarlah, nanti biar aku belikan saja yang baru!" ujar Dicky.
Dicky kemudian berjalan menuju kamar Fitri, wanita itu nampak duduk di tepi ranjangnya sambil membelakangi Dicky menghadap ke arah jendela luar, pandangannya menerawang dan nampak kosong.
Perlahan Dicky mendekati Fitri dan menyentuh bahunya lembut.
"Kau sudah siap Fitri?" tanya Dicky.
Fitri menganggukan kepalanya tanpa menoleh.
"Kalau begitu, kita berangkat sekarang ya, aku hanya mendapat cuti tiga hari dari rumah sakit!" ucap Dicky.
Kemudian Dicky menuntun tangan Fitri keluar dari kamarnya, kemudian mereka berjalan menuju ke arah mobil.
"Titip rumah sebentar ya Bi, aku pergi hanya 3 harian!" kata Dicky.
"Iya Pak, hati-hati Pak Dokter!" sahut Bi Sumi.
Dicky segera membimbing Fitri naik ke mobilnya dan segera melajukannya menuju ke kampung halaman Fitri.
Alamat kampung halaman Fitri ada di KTP Fitri yang masih menggunakan alamat yang lama, Fitri selalu tidak menjawab jika Dicky menanyakan alamat orang tuanya di kampung.
Dicky sangat paham perasaan Fitri, dia pasti belum siap menghadapi kedua orang tuanya, apalagi dalam kondisi seperti sekarang ini.
"Dokter ... " panggil Fitri lirih saat mereka dalam perjalanan.
Dicky menoleh ke arah Fitri dan memperlambat laju kendaraannya.
"Ya Fitri ..."
"Jangan katakan pada orang tuaku kalau aku ..." Fitri menghentikan ucapannya, dia kembali menangis.
Dicky langsung menghentikan laju mobilnya dan menepi di pinggir jalan itu.
"Aku mengerti, aku tidak akan mengatakan apapun, kau tenang saja, aku datang adalah untuk melamar mu dan menikahi mu, itu saja!" ucap Dicky.
"Terimakasih ... Aku berhutang Budi padamu!" lirih Fitri, wajahnya nampak menunduk, menyimpan kepedihan yang amat dalam.
"Aku tak pernah menganggap apa yang aku lakukan sebagai hutang Budi, aku ikhlas melakukan ini, yang penting kau kembali ceria dan punya semangat hidup!" ujar Dicky.
"Kau yang membuat aku hidup untuk yang kedua kalinya Dokter!" ucap Fitri.
Dicky lalu menggenggam tangan Fitri. Hangat.
Ada desiran aneh di dada Fitri, namun dengan cepat dia menepiskannya, walau bagaimana Fitri merasa dia sangat tidak layak untuk Dicky, seorang laki-laki tampan dan baik hati yang nyaris sempurna itu.
"Nanti saat kau bertemu dengan orang tuamu dan kerabat mu, bersikaplah biasa terhadap mereka, jangan tunjukan kesedihanmu pada mereka, tunjukanlah kalau kau bahagia akan menikah denganku!" ucap Dicky.
"Baik!" sahut Fitri.
Dicky kemudian kembali melanjutkan perjalanannya, kampung halaman Fitri ada di daerah Jawa barat, tepatnya di daerah Sukabumi.
Di tengah perjalanan mereka, Dicky lalu berbelok arah ke sebuah mall yang cukup besar di kota itu.
Dia lalu membimbing Fitri ke sebuah toko pakaian.
"Kau pilihlah pakaian yang kau suka, juga pakaian dalamnya, aku tau pakaianmu terbatas, pilihlah beberapa, nanti di Jakarta aku akan membelikan lagi untukmu!" ucap Dicky.
"Tapi Dokter, kau terlalu berlebihan padaku, aku masih punya banyak baju di rumah orang tuaku!" sergah Fitri.
"Tidak Fitri, kau adalah calon istriku, wajar aku membelikannya untukmu, ayo pilihlah!" sahut Dicky.
Akhirnya Fitri tidak punya pilihan lain, dia mengambil beberapa potong pakaian beserta pakaian dalamnya.
Ada sedikit rasa malu di benak Fitri, Dicky memperlakukannya dengan sangat lembut, padahal Fitri tau dalam hati Dicky, belum ada rasa cinta untuknya.
Bagi Fitri cinta hanyalah impian belaka, cinta yang indah hanya ada di negri dongeng.
Setelah selesai berbelanja, mereka kembali melanjutkan perjalanan mereka.
Saat hari menjelang sore, mereka baru tiba di kampung halaman Fitri, sebuah desa dengan hamparan sawah yang luas, yang berada persis di kaki gunung, dengan anak sungai yang mengalir dengan air berwarna jernih.
Dicky memarkirkan mobilnya di depan halaman rumah Fitri yang cukup luas itu.
Bu Eni dan Pak Karta, kedua orang tua Fitri, nampak keluar dari dalam rumah saat mendengar ada suara mobil yang terparkir di depan rumahnya.
Mereka nampak heran dan tertegun saat melihat Fitri pulang dengan membawa seseorang di hadapannya. Fitri berusaha memberikan senyuman untuk kedua orang tuanya.
"Fitri! Akhirnya kau pulang kampung juga Neng, Bapak dan Ibu hampir saja menyusul mu ke Jakarta!" seru Bu Eni sambil memeluk Fitri, begitu juga Pak Karta, dia juga nampak memeluk Fitri seolah meluapkan rasa rindunya.
Pandangan mata Bu Eni dan Pak Karta beralih kepada Dicky yang masih berdiri di belakang Fitri.
Dicky langsung beranjak menghampiri mereka dan menjabat tangan mereka.
"Saya Dicky, calon suami Fitri!" ujar Dicky memperkenalkan diri tanpa basa-basi.
Pak Karta dan Bu Eni terkejut dan saling berpandangan.
"Calon suami?" tanya Pak Karta.
"Jadi di Jakarta teh Fitri sudah punya pacar?" tambah Bu Eni.
"Saya datang kesini adalah untuk melamar Fitri, sekaligus menikahinya dengan segera!" ucap Dicky.
Pak Karta dan Bu Eni makin terkejut.
"Menikah? Kenapa harus terburu-buru? Kalau di kampung mah biasanya pasti ada persiapan dulu, masa mendadak begini?" tanya Bu Eni bingung.
"Ayo masuk dulu, kita mengobrol di dalam saja!" ajak Pak Karta.
Mereka lalu beranjak masuk ke dalam rumah itu.
Bu Eni lalu membuat minuman hangat untuk mereka, kemudian kembali duduk di ruang tamu itu.
"Sekarang coba jelaskan, kenapa kau ingin menikahi Fitri secepat itu? Kalian tidak melakukan hubungan yang terlarang kan?" tanya Pak Karta.
"Tidak Pak, justru saya ingin cepat menikahi Fitri supaya kami aman, lagi pula saya hanya mendapat cuti 3 hari dari rumah sakit, Oya, saya adalah seorang Dokter, dokter spesialis anak-anak!" ucap Dicky.
Pak Karta dan Bu Eni membulatkan matanya kaget.
"Dokter? Wah, beruntung sekali kau Fitri, di nikahi oleh seorang dokter, mana ganteng lagi! Kalau begini mah, nikah hari ini juga ibu setuju saja!" cetus Bu Eni sambil tersenyum bangga.
"Hush ibu!" sergah Pak Karta.
"Lah iya dong Pak, nanti sore mau kasih tau ibu-ibu arisan kalau calon menantuku itu dokter anak! Pasti mereka semua pada iri padaku!" ujar Bu Eni sambil tersenyum.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 294 Episodes
Comments
RahmaYesi
Lelaki seperti dicky benaran hanya ada di dunia novel. Jadi ingin masuk ke dunia novel.
2022-05-25
5
Evan Nova
seragam orange?? tentara rasa jeruk dong alias pemuda pancasona🤣🤣
2022-05-17
2
Tika Yuliana
yang di dunia nyata cukup ngehalu aja bisa dapetin laki"sebaik dicky
2022-01-26
8