Setelah mengajukan diri untuk melamar dan menikahi Fitri, Dicky meminta agar pernikahan di laksanakan keesokan harinya, dengan alasan waktunya tidak banyak lagi.
Akhirnya orang tua Fitri pun menyetujuinya.
Pernikahan sederhana yang hanya di hadiri oleh keluarga dan kerabat terdekat saja.
Yang penting sekarang mereka sah sebagai suami istri di mata hukum, negara dan agama.
"Kalau Bapak dan Ibu mau membuat pesta untuk tetangga dan sanak saudara, ini ada uang sekedar pemberian saya, sekali lagi saya mohon maaf karena menikahi Fitri dengan terburu-buru!" ucap Dicky sambil menyodorkan sebuah amplop berwarna coklat.
"Tidak apa-apa Dicky, yang penting Fitri dan Dicky bahagia, soal resepsi mah gampang!" ujar Bu Eni sambil mengambil amplop tersebut.
"Jadi besok kalian akan benar-benar pulang ke Jakarta?" tanya Pak Karta.
"Iya Pak, karena hari Senin saya sudah mulai praktek lagi, pasien saya menunggu!" ucap Dicky.
"Baiklah, kalau begitu kalian istirahat saja, kelihatannya Fitri sudah menunggu di kamarnya, tak sabar mau di sentuh Dokter Dicky!" goda Bu Eni.
"Kalau butuh apa-apa jangan sungkan memanggil Bapak Dicky!" ucap Pak Karta.
"Baik Pak, Bu, kalau begitu saya permisi dulu!" ucap Dicky sambil beranjak berdiri dan melangkah menuju kamar Fitri.
Di kamar yang tidak terlalu luas itu, Fitri nampak duduk di tepi tempat tidurnya, dia masih mengenakan kebaya pengantin, semua kerabat dan saudara dekat sudah pulang ke tempat mereka masing-masing.
"Fitri, kau belum mandi?" tanya Dicky.
"Be-belum Dokter!" jawab Fitri gugup.
"Kau jangan takut Fitri, malam ini aku akan tidur di lantai saja, aku tidak akan menyentuhmu!" ucap Dicky.
"Iya Dokter, terimakasih!" sahut Fitri.
Fitri kemudian masuk ke dalam kamar mandi, sementara Dicky duduk di bangku kamar itu sambil memainkan ponselnya.
Di ponsel Dicky masih ada foto itu, foto seorang wanita yang pernah singgah dan menghiasi hari-hari Dicky, wanita yang pernah menjadi tambatan hatinya, wanita yang pernah amat di cintainya.
Wanita itu adalah Ranti, mantan kekasih Dicky, namun karena waktu itu Dicky belum menjadi apa-apa, orang tua Ranti menjodohkan Ranti dengan Dio, seorang pengusaha mebel ekspor impor.
Kandaslah harapan Dicky untuk menikahi Ranti, malah kini dia terjebak dengan ucapannya sendiri, menikahi Fitri, wanita korban pemerkosaan.
"Ceklek!"
Suara pintu kamar mandi yang terbuka, Fitri keluar sudah dengan mengenakan pakaian tidur.
"Kau sudah selesai?" tanya Dicky. Fitri menganggukan kepalanya.
"Baiklah, sekarang giliran aku yang mandi!" Dicky segera meraih handuknya dan bergegas masuk ke kamar mandi.
Tak berapa lama kemudian, Dicky sudah keluar dari kamar mandi, dengan memakai kaos oblong dan celana pendek.
Waktu sudah menunjukan pukul 8 malam, namun suasana di desa tempat tinggal Fitri seperti jam 10 malam, begitu sunyi dan sepi.
Fitri menggelar bed cover di karpet lantai itu, berikut bantal guling dan selimut.
"Biar aku saja yang tidur di bawah Dokter, aku sudah biasa!" ujar Fitri.
"Tidak! Mana mungkin aku membiarkanmu tidur di bawah? Kau seorang wanita, tidurlah di ranjang mu, biar aku yang tidur di bawah!" sergah Dicky.
Akhirnya Fitri mulai membaringkan tubuhnya di ranjang itu, menghadap ke arah jendela kamar.
Mereka sama-sama tidak bisa tidur, ini adalah malam pertama mereka menjadi sepasang suami istri.
"Dokter ... "
"Ya ..."
"Maafkan aku ya, sudah merepotkan mu dan membuang begitu banyak waktumu!" ucap Fitri.
"Lupakanlah, aku sama sekali tidak merasa di repot kan olehmu, yang penting kau berjanjilah untuk tidak melakukan hal bodoh lagi, percayalah bahwa harapan itu selalu ada ..." ucap Dicky.
"Tapi Dokter, kenapa kau mau menyia-nyiakan hidupmu untuk menikahiku? Bahkan aku tau kau tidak pernah ... mencintaiku!" ucap Fitri. Air matanya mulai mengalir.
"Cinta hanyalah formalitas ucapan di mulut, anggap saja apa yang kulakukan padamu lebih dari sekedar cinta!" lirih Dicky.
Mereka diam dengan pikiran mereka masing-masing, hingga mereka berdua pun larut dalam dunia mimpi.
****
Pagi datang menjelang, Fitri sudah bangun dan beranjak mandi, setelah itu dia membantu Bu Eni menyiapkan sarapan pagi. Sementara Dicky masih nampak tertidur karena semalam dia tidur terlalu larut.
"Ibu tidak menyangka Fit, sekarang kamu sudah jadi istri orang, kamu pinter cari calon suami di kota, tidak sia-sia kamu pergi ke Jakarta!" seloroh Bu Eni.
Fitri hanya tersenyum menanggapi celotehan ibunya.
"Pokoknya nanti kapan-kapan ibu dan bapak mau ke rumah kamu yang di Jakarta, pasti rumah suamimu itu besar kan? Kelihatan kalau Dicky itu Dokter kaya, sudah ganteng, murah hati lagi!" lanjut Bu Eni.
"Kau ini jangan suka bikin malu Bu!" cetus Pak Karta.
"Bikin malu apa sih Pak? Wajar kan kalau ibu bangga punya menantu dokter! Sepanjang sejarah nih, belum ada kan yang menikah dengan seorang Dokter kecuali Fitri!" sahut Bu Eni.
Tiba-tiba dari arah kamar Fitri, Dicky keluar sudah dengan pakaian rapi.
"Eh, menantu sudah bangun, ayo sarapan Nak!" kata Bu Eni yang langsung menuntun tangan Dicky untuk duduk di depan meja makan.
"Sarapan yang banyak menantu, biar nanti perjalanannya kuat dan lancar!" tambah Pak Karta.
"Terimakasih!" ucap Dicky.
Mereka lalu mulai sarapan bersama di meja makan itu.
"Tuh di atas meja depan, ibu sudah siapkan oleh-oleh untuk kalian bawa pulang ya, ada rengginang, ada keripik pisang, dan masih banyak lagi!" kata Bu Eni.
"Ibu selalu deh, repot sama hal-hal receh begitu!" sungut Fitri.
"Tidak apa-apa Fit, aku suka kok makanan khas pedesaan seperti itu!" ujar Dicky.
"Tapi Dokter ..."
"Lho, kok sudah jadi suami panggilnya Dokter, panggil mas kek, akang, atau Abang gitu!" cetus Bu Eni.
"Ah, maklum Fitri belum terbiasa Bu, dia masih canggung!" ucap Dicky.
Setelah selesai sarapan, Dicky dan Fitri pamit hendak kembali ke Jakarta.
"Hati-hati ya Fit, pokoknya sering-sering kabari ibu ya, nanti Ibu akan menyusulmu!" seru Bu Eni.
"Iya Bu, Pak, main-mainlah ke Jakarta ketempat ku, aku akan dengan senang hati menerima kalian di rumah!" jawab Dicky.
Akhirnya Dicky dan Fitri kembali ke Jakarta, mereka berjalan melewati hamparan sawah yang terbentang luas.
Tiba-tiba ada sepeda motor yang mengejar mereka. Dicky pun akhirnya menghentikan laju kendaraannya.
Seorang pemuda melepas helmnya dan turun dari motornya.
"Fitri, akhirnya kau pulang juga, kata Pak Karta kau sudah menikah, mengapa secepat ini Fitri? Apa kau sudah melupakan janji kita berdua untuk hidup bersama?" kata Agus, pemuda mantan kekasih Fitri itu.
"Pergilah Gus! Aku tidak pantas untukmu, lupakan saja aku!" cetus Fitri.
"Kau tega Fit! Kau benar-benar tega mengkhianatiku!" seru Agus.
"Maafkan aku Gus! Aku tak punya pilihan lain!" ujar Fitri.
"Maaf Bung, aku harus segera membawa istriku pulang kembali ke Jakarta!" kata Dicky sambil kembali melajukan kendaraannya.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 294 Episodes
Comments
Lisdayanti Londak
semoga niat baik dokter tulus ya.. jngan sampai menyakiti Fitri lgi..
2021-12-30
1
Nurulfajriyah
agus
2021-12-26
2
Yulianti Yulianti
dokter ganteng kaya baik pula 😀😀
2021-11-28
3