Laki-laki itu masih setia berada di samping Fidiya. Melihat Fidiya sudah terlelap, dia berhenti memijat kepala Fidiya.
Fadlan berusaha menahan kemarahannya, saat menemukan wanita ini di halte tadi malam. Apalagi melihat warna kemerahan di pipi Fidiya, emosi Fadlan semakin besar.
Sampai saat ini, aku juga tidak mengerti dengan cara kinerja otak dan hatiku, saat melihatmu di butik Melly, saat itu aku selalu membayangkan kamu. Kamu sangat mirip gadis kecil yang menyelamatkanku saat kecil.
Fadlan terbayang kilas masa lalunya.
POV Fadlan
"Kakak ... jagan ke sana, kata nenek air sebentar lagi akan pasang."
Kenal saja tidak, gadis kecil itu terus berteriak padaku.
"Cu ... cepat ketepi, nanti kamu hanyut terbawa arus cu ...."
Satu lagi, nenek itu juga berteriak memintaku untuk keluar dari aliran sungai ini. Ku pandangi keadaan sekitar, semua tampak biasa-biasa saja.
Tapi ada yang aneh, tapi rasanya arus air ini semakin deras, perlahan yang tadinya hanya semata kaki, kini sudah selutut.
Nenek yang tadi berteriak padaku tidak ada lagi di tepi sungai, hanya ada anak kecil, dia terlihat panik karena aku tidak perduli padanya.
"Kak, tolong cepat keluar dari sana, lihat air semakin dalam," pinta gadis itu lagi.
Masa bodoh, kapan lagi bisa sepuasnya main air seperti ini.
Tiba-tiba .....
Brussssss
Aku tidak menyadari, ada arus besar hingga aku hanyut terbawa air.
"Nenek cepat!" Teriakan gadis kecil itu jelas ku dengar, samar terlihat dia menangis melihatku terbawa arus.
Di luar dugaanku. Dia mengambil ban dalam yang ada di tepi sungai, dan mengikatkan tali di ban dalam itu, dia langsung menceburkan dirinya, ban dalam berukuran sedang itu dia jadikan pelampung.
Perasaanku saat ini kacau dan sangat takut, air terus menghanyutkanku. Hingga aku berhasil meraih sesuatu, entah apalah itu. Yang penting tidak terlalu jauh arus menyeret badan ini.
Di sana Gadis kecil itu terus berusaha untuk meraihku, hingga usahanya berhasil mendekatiku, dan mengulurkan tangannya padaku.
Segera ku raih tangan gadis kecil itu. Hingga pelampung itu membuat kami bisa bertahan di permukaan air.
Beruntung gadis kecil itu membawa pelampung dari ban dalam. Karena pegangan yang ku pegang sebelumnya mulai tenggelam, karena air semakin dalam.
"Kakak, maaf aku tidak bisa berenang, tapi kita aman," ucapnya. Dia panik tapi dia berusaha terlihat ceria agar aku tidak ketakutan.
Harapanku semoga saja ikatan gadis kecil ini kuat, kami berdua berpegang begitu kuat pada ban dalam itu, sedang arus sungai terus membuat kami terombang ambing di permukaan air mengikuti kemana saja arus itu menghanyutkan kami.
"Fadlan!" Ibu dan ayah sangat panik, saat melihat kami berada di tengah arus sungai, memeluk pelampung yang terikat oleh sebuah tali.
"Cepat tangkap talinya, ikatannya hampir terlepas!" Teriak salah satu warga yang ada di sana.
Ayah dan orang-orang sekitar langsung menarik tali yang memang diikat gadis itu pada pohon yang ada di pinggir sungai. Sedang beberapa yang lain langsung terjun ke sungai mendekati kami. Saat kami sampai di tepi, semua warga langsung mengangkat kami dari permukaan air sungai.
Gadis kecil itu langsung di peluk seorang nenek-nenek. "Kenapa kamu terjun ke sungai?" nenek itu terlihat panik.
"Kakak itu hanyut nek, sebelum terlambat, aku ikat pelampunng itu dengan tali dan talinya aku ikat ke pohon, kan aku tidak bisa berenang nek."
Nenek itu menangis tersedu dan langsung membawa gadis itu pergi. Gadis yang pintar, dia menyelamatkanku dengan otaknya yang cerdas.
Aku terus memandangi tali dan ban dalam yang di gunakan gadis itu hanya untuk menyelamatkanku.
"Beruntung nenek itu berteriak minta tolong, kalau ada anak laki-laki yang nekat main di sungai, padahal sudah ada larangan, karena air di pegunungan meluap," ucap ayah.
"Fadlan ... kenapa kamu nakal banget sih!" Ibu memaki, tapi dia memelukku begitu erat.
"Bu, beri ucapan terima kasih pada gadis kecil yang menolongku."
"Mereka sudah pergi," ucap ayah.
***
Masa lalu yang hampir membuatku kehilangan nyawaku. Nyawa selamat tapi membuatku kehilangan hati, gadis kecil itu pergi membawa hati ini.
Ku tatap jeli wajah cantik yang masih memejamkan matanya, garis wajah yang dia miliki, sama persis dengan malaikat kecil yang menolongku.
Pertama kali melihatnya di butik Melly, seakan gadis kecil itu juga datang membawa kembali hatiku yang dia curi. Wanita itu begitu kelelahan dan terlihat nyaman duduk di sofa sambil memijat kakinya. Sungguh, seketika hawa panas menjalar ke seluruh tubuhku.
Bidadariku, malaikat penolongku. Hati ini begitu yakin kalau wanita itu adalah gadis kecil itu.
Tapi saat mengetahui kalau dia istri Ridwan, sumpah demi apapun, aku tidak rela, wanita cantik bagai bidadari ini, ada dalam cengkraman keluarga iblis pemuja harta itu.
Akan ku lakukan apa saja untuk menyelamatkannya dari laki-laki aneh itu, bahkan dengan nyawaku.
Drettt dret!
Terasa ponsel bergetar di saku kemejaku. Terlihat nama ibu tertera di layar pemanggil. "Iya bu ...."
"Kau keluar rumah sejak jam 12 malam, sampai sekarang belum pulang, ke kantor juga tidak. Di mana kau?" Pertanyaan ibu sungguh mengintimidasi.
Sejak kepergian Ayah, ibu sangat protektif padaku, semata dia sangat sayang, ku fahami itu.
"Aku berhasil mendapatkan bidadariku yang tertawan."
"Fidiya?"
"Iya bu."
"Kau merebutnya?"
"Tidak bu, justru keluarga itu mengusirnya, aku hanya memberi penawaran pada tiga wanita licik itu."
"Ibu bingung, caramu salah, tapi membiarkan gadis baik dalam cengkraman mereka juga salah. Kau apakan dia?"
"Bu ... aku ini anak baik, karena didikan ibu. Tenang saja, dia tidak aku apa-apakan sebelum halal."
"Mesum!"
"Idih, ibu yang mesum."
"Di mana kamu simpan dia?"
"Bu, adakah pertanyaan yang lebih bermutu? Dia bukan simpanan, dan tidak akan pernah jadi simpanan, karena dia akan jadi permaisuri, sebenarnya ingin jadikan dia ratu, apa daya ibu tidak bisa terganti, kan ibu ratu hatiku."
"Bocah nakal!"
Aku tertawa, padahal mengerti maksud ibu, hanya saja bercanda sebentar dengan pahlawan dalam hidup ini, membuat semua terasa sangat indah, apalagi saat mendengar gelak tawanya. Tidak bisa lagi menjavarkan dengan kata-kata.
"Dia di Rumah Sakit. Tadi malam aku menemukan dia di halte dalam keadaan tidak sadarkan diri. Saat sampai UGD, kata doter yang menanganinya, dia Dehidrasi dan tertekan."
"Biarkan dia di rawat di Rumah Sakit, tinggalkan dia di sana, utus seseorang untuk merawatnya. Kau jaga jarak dengannya sebelum dia dan Ridwan resmi bercerai."
"Iya bu."
Ibu menyudahi panggilan teleponnya, dan memintaku untuk pergi dari Rumah Sakit ini. Sebelum pergi, pastinya aku sudah meminta seseorang untuk menjaga Fidiya.
Entah mengapa, padahal aku tidak mengatakan apapun, atau bersikap yang aneh, tapi saat pergi dari butik Melly, ibu sudah menyadari kalau aku menyukai wanita yang bernama Fidiya itu.
Aku berusaha mengelak, tapi perasaan seorang ibu lebih peka. Dia bisa menangkap hal yang aku sembunyikan.
Awalnya ibu keberatan, karena status Fidiya yang tidak sendiri. Mengingat bagaimana perlakuan keluarga Ridwan pada Elvina, membuat ibu semangat membantu, ibu berharap dengan menyelamatkan Fidiya, suatu hari nanti nama Elvina juga akan bersih.
Evina adalah sahabatku, tapi El sengaja menyembunyikan pertemanan kami, dirinya lebih nyaman dengan idetitasnya saat ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
❣@Sha_Putrie❣
wanita akan menjadi ratu jika mendapat pasangan yg tepat,wanita akan menjadi babu jika mendapat pasangan yg tidak tepat🙄
2022-02-28
1
Sikha Adhia
senang nya liat ibu anak akrab begitu
2021-08-19
0
🍄
alhamdulilah ada yg membantu
2021-07-08
1