Bab 14

Sekujur tubuh Fidiya gemetar, melihat tatap mata yang terus menyorotnya. Terus melangkah, mendekati pemilik kedua bola mata itu. Saat berada tepat di samping laki-laki itu, Fidiya perlahan memutar kursi kerja itu, agar dirinya bisa berhadapan dengan Ridwan.

Fidiya duduk bersimpuh di depan Ridwan, sedang wajahnya dia sandarkan di pangkuan Ridwan. "Mas jika aku ada salah maafkan aku."

Merasa kedua betis yang Fidiya peluk mulai sedikit menegang, dia sadar kalau dirinya mungkin akan ditendang. "Mas, dengari aku sebentar ... saja."

Kaki itu terasa tidak mengang lagi. "Terserah, setelah ini mas mau bilang aku apa, atau cap aku sebagai wanita apa. Tapi, aku hanya ingin mas memperlakukan aku sebagai istri, bukan sebagai pemuas nafsu belaka."

Brukkkk!

Tubuh Fidiya terpental, Ridwan mendorongnya begitu kuat. Ridwan langsung meninggalkan Fidiya, dia berjalan cepat menuju pintu, tangannya membuka gagang pintu itu, tapi pintunya terkunci.

Fidiya meraih kunci yang ada di sakunya, memperlihatkan kunci yang dia simpan. Fidiya merasa lega, setidaknya usahanya menahan Ridwan berhasil. Perlahan Fidiya bangkit dari posisinya. "Mas ... kita bicara sebentar saja mas," pinta Fidiya lembut. "Apa mas tau bagaimana perasaanku?"

Ridwan terlihat kesal karena tidak bisa menghindari Fidiya.

"Mas, aku tidak berharap mas cintai seperti mas mencintai kedua adik mas dan ibu mas. Cukup mas anggap aku ada ..., mas mau berbicara padaku selayaknya teman, itu sudah sangat cukup mas. Selama ini mas tidak berbicara padaku, bahkan rasanya melihatku saja tidak. Mas ... aku terima mas tidak bisa mencintaiku, tapi perlakukan aku seperti seorang suami memperlakukan istri pada umumnya."

Air mata Fidiya mulai membasahi pipinya. Mengeluarkan perasaan yang dia tahan selama ini membuat matanya tidak bisa menahan tumpahan air mata itu lagi.

"Mas memelukku tidak pernah, menciumku juga tidak. Mas menggauliku seakan aku ini--" Suara Fidiya tercekat, tidak mampu mengutarakan peribaratan dirinya, Fidiya masih terisak mengingat Ridwan yang begitu kejam padanya.

"Sedikiiit saja mas lebih lembut padaku, itu sudah cukup mas."

Tangisan yang amat memilukan itu tidak juga membuat dinding batu itu memberi sedikit celah pada yang menghiba. Ridwan tidak bereaksi apapun. Dia merogoh saku celananya, terlihat dia mengeluarkan handphone-nya. "Pak Ibra. Bukakan pintu ruangan kerjaku, pintunya terkunci," titah Ridwan pada pelayan yang bekerja di rumah itu.

Mendengar Ridwan meminta bantuan untuk membuka pintu itu, pupus harapan Fidiya, perlahan Fidiya meletakkan kunci yang sedari tadi dia pegang diatas meja kerja Ridwan. Ridwan sama sekali tidak mau mendengarkannya. Bahkan laki-laki itu tidak perduli padanya.

Terdengar suara kunci yang diputar. Terlihat pintu perlahan terbuka. Terlihat Ara dan Retna juga memasuki pintu itu.

"Kenapa kak Fidiya menangis?" tanya Ara.

"Owh, dia panik pas mau keluar pintu tidak bisa di buka." Ridwan terlihat begitu santai, berbanding jauh dengan Fidiya yang terlihat kacau.

"Sudah jangan menangis lagi, silakan ke kamarmu, kami ingin bicara sama Ridwan!" ucap Retna.

Berbicara dengan Ridwan seperti berbicara pada benda mati. Fidiya menghapus air mata yang membasahi wajahnya dengan kedua tangannya. "Selamat malam semuanya." Fidiya berlalu begitu saja melewati ibu mertua, adik ipar dan suaminya.

Sekeras apapun Ridwan menolak, hati kecilnya tidak bisa dibohongi, dia merasa bersalah dengan wanita yang menangis itu, mata Ridwan terus memandangi punggung Fidiya yang terus menjauh.

"Nak, ibu mau bicara."

Perkataan ibunya, membuat Ridwan berhenti memikirkan Fidiya. "Iya bu, mari kita masuk." Ridwan mempersilakan ibu dan adiknya masuk ke dalam ruangan kerja. "Pak Ibra, silakan Bapak kembali pada tugas Bapak."

Pak Ibra tidak menjawab, dia hanya mengangguk dan segera pergi meninggalkan ruangan itu.

Retna dan Ara terlihat duduk begitu santai duduk di sofa yang ada di ruangan kerja itu. Ridwan langsung mendekati ibunya.

"Bicara apa bu?"

"Ibu merasa ada firasat buruk tentang Fidiya, sebelum hal buruk itu terjadi sebaiknya kamu lepaskan saja dia."

Deggggg!

Jantung Ridwan seakan berhenti berdetak.

"Kalian yang kekeh memintaku untuk menikah, ini belum dua bulan, ibu memintaku melepaskan dia? Ini pernikahan bu, sesuatu yang sakral, bukan main-main."

Retna terkejut mendengar jawaban Ridwan, dia menaruh kedua telapak tangannya di depan dadanya. "Ya salam ...." Retna memasang raut wajah yang penuh kekecewaan. "Perasaanku ternyata benar, di mana anakku yang selalu menuruti perkataan ibunya." Retna mulai mengeluarkan air mata buaya-nya. "Bahkan dia berani mencermahi ibunya. Oh ....." Retna terisak.

"Sudahlah bu, sepertinya abang lebih sayang istrinya, percuma juga kita menyelamatkan dia." Ara mendekati ibunya dan memeluk sang ibu.

"Apa salah Fidiya? Selama ini dia selalu menuruti permintaan kalian, bahkan dia tidak pernah berkata apapun tentang kalian padaku, karena aku sengaja tidak mau bicara padanya."

"Salah kakak ipar, tidak bisa diajak keluar. Kalau kita membawanya diantara kita, rasanya dia itu pelayan kita bukan anggota keluarga kita," kilah Ara.

"Acara tahunan perusahaan. Dia terlihat manis bahkan orang-orang kagum padanya," bela Ridwan.

"Ara! Jangan lawan kakakmu, biar saja dia bersama istrinya, kita pergi saja dari sini, dia tidak sayang lagi pada kita." Retna mencoba memancing perasaan Ridwan, berharap Ridwan mencegahnya agar tidak pergi dari ruangan itu.

Ridwan frustrasi, dia duduk di sofa sambil memijat kepalanya. Fidiya tidak salah, tapi ibu dan adiknya malah meminta dirinya menceraikan Fidiya. Ridwan membiarkan ibu dan adiknya pergi meninggalkan ruangan itu.

Retna semakin kesal, biasanya Ridwan mencegahnya dan menuruti kemauannya. Kali ini Ridwan malah membiarkannya pergi.

"Bu ...." Ara tidak menyangka usaha mereka gagal.

"Tenang, bila Ridwan tidak mau melepaskan Fidiya, kita buat Fidiya yang pergi meninggalkan Ridwan." Retna melangkah begitu santai menuju kamarnya.

*

Di dalam kamar yang dia tempati, Fidiya berusaha melupakan kejadian barusan. Berusaha menerima takdir yang tergaris untuknya. Fidiya teringat sesuatu. Dia segera mencari tas-nya. Akhirnya dia menemukan nomer telepon Ismi, Fidiya langsung membawa kertas yang tertulis nomer Ismi.

Fidiya duduk di tepi tempat tidur itu, sesekali senyuman terukir di wajahnya saat membaca pesan dari Ismi. Saat selesai berbalas pesan dengan Ismi, pikiran Fidiya terbang entah kemana. Terbayang akan cerita Elvina, cerita Fariz.

"Sebelum aku, mbak El sudah berjuang. Tapi bagi mas Ridwan hanya ibu dan adik-adiknya yang penting." Fidiya meletakkan handphone pemberian Elvina di atas nakas.

"Aku tidak perduli bagaimana pun ibu dan adiknya, aku hanya ingin mas Ridwan berlaku seperti seorang suami."

Fidiya terus memikirkan bagaimana lagi meminta haknya, dirinya lelah dianggap boneka hidup seperti ini. Mobil berjejer di depan sana, rumah besar, pelayan yang siap melayaninya. Tidak lelah memasak, tidak lelah membersihkan rumah, semua itu sudah ada yang mengerjakan.

Tapi memiliki suami seperti Ridwan, membuat segala kemewahan ini sia-sia. Air mata terus mengalir membasahi pipinya.

Ceklak!

Pintu kamar itu terbuka, terlihat Melly di antara celah pintu itu. Senyuman manis menghiasi wajah Melly.

Terpopuler

Comments

Umar

Umar

fidia cwek idiot mknya bgtu,kloe dia normal mna mau di prlakukan sprti itu,EMG novel halue smua gak ad yg sesuai sedikit pun realita

2022-04-30

1

Sikha Adhia

Sikha Adhia

buka mata hatimu Ridwan... lihatlah sifat asli ibu dan adik2mu

2021-08-19

0

Siena

Siena

Semangat, Lanjutkan Miss... 👍👍👍

2021-07-07

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1
2 Bab 2
3 Bab 3
4 Bab 4
5 Bab 5
6 Bab 6
7 Bab 7
8 Bab 8
9 Bab 9
10 Bab 10
11 Bab 11
12 Bab 12
13 Bab 13
14 Bab 14
15 Bab 15
16 Bab 16
17 Bab 17
18 Bab 18
19 Bab 19
20 Bab 20
21 Bab 21
22 Bab 22
23 Bab 23
24 Bab 24
25 Bab 25
26 Bab 26
27 Bab 27
28 Bab 28
29 Bab 29
30 Bab 30
31 Bab 31
32 Bab 32
33 Bab 33
34 Bab 34
35 Bab 35
36 Bab 36
37 Bab 37
38 Bab 38
39 Bab 39
40 Bab 40
41 Bab 41
42 Bab 42
43 Bab 43
44 Bab 44
45 Bab 45
46 Bab 46
47 Bab 47
48 Bab 48
49 Bab 49
50 Bab 50
51 Bab 51
52 Bab 52
53 Bab 53
54 Bab 54
55 Bab 55
56 Bab 56
57 Bab 57
58 Bab 58
59 Bab 59
60 Bab 60
61 Bab 61
62 Bab 62
63 Bab 63
64 Bab 64
65 Bab 65
66 Bab 66
67 Bab 67
68 Bab 68
69 Bab 69
70 Bab 70
71 Bab 71
72 Bab 72
73 Bab 73
74 Bab 74
75 Bab 75
76 Bab 76
77 Bab 77
78 Bab 78
79 Bab 79
80 Bab 80
81 Bab 81
82 Bab 82
83 Bab 83
84 Bab 84
85 Bab 85
86 Bab 86
87 Bab 87
88 Bab 88
89 Bab 89
90 Bab 90
91 Bab 91
92 Bab 92
93 Bab 93
94 Bab 94
95 Bab 95
96 Bab 96
97 Bab 97 Tempat Khusus
98 Bab 98 Mimpi
99 Bab 99 Kadal Buntung
100 Bab 100 Tanda Lahir
101 Bab 101 Tower
102 Bab 102 Curiga
103 Bab 103 Rencana Elvina 1
104 Bab 104 Rencana Elvina dan Erla
105 Bab 105 Menyusun Rencana
106 Bab 106 Persis Fadlan
107 Bab 107 Rasa Itu Sama
108 Bab 108 Cinta Luar Biasa.
109 Bab 109 Anakmu
110 Bab 110 Hasil Test
111 Bab 111 Celebek
112 Bab 112 Mata-Mata
113 Bab 113 Termewek-Mewek
114 Bab 114 Termewek-Mewek Part 2
115 Bab 115
116 Bab 116 Panen Dimulai
117 Bab 117 Jera
118 Bab 118
119 Inspirasi Author
Episodes

Updated 119 Episodes

1
Bab 1
2
Bab 2
3
Bab 3
4
Bab 4
5
Bab 5
6
Bab 6
7
Bab 7
8
Bab 8
9
Bab 9
10
Bab 10
11
Bab 11
12
Bab 12
13
Bab 13
14
Bab 14
15
Bab 15
16
Bab 16
17
Bab 17
18
Bab 18
19
Bab 19
20
Bab 20
21
Bab 21
22
Bab 22
23
Bab 23
24
Bab 24
25
Bab 25
26
Bab 26
27
Bab 27
28
Bab 28
29
Bab 29
30
Bab 30
31
Bab 31
32
Bab 32
33
Bab 33
34
Bab 34
35
Bab 35
36
Bab 36
37
Bab 37
38
Bab 38
39
Bab 39
40
Bab 40
41
Bab 41
42
Bab 42
43
Bab 43
44
Bab 44
45
Bab 45
46
Bab 46
47
Bab 47
48
Bab 48
49
Bab 49
50
Bab 50
51
Bab 51
52
Bab 52
53
Bab 53
54
Bab 54
55
Bab 55
56
Bab 56
57
Bab 57
58
Bab 58
59
Bab 59
60
Bab 60
61
Bab 61
62
Bab 62
63
Bab 63
64
Bab 64
65
Bab 65
66
Bab 66
67
Bab 67
68
Bab 68
69
Bab 69
70
Bab 70
71
Bab 71
72
Bab 72
73
Bab 73
74
Bab 74
75
Bab 75
76
Bab 76
77
Bab 77
78
Bab 78
79
Bab 79
80
Bab 80
81
Bab 81
82
Bab 82
83
Bab 83
84
Bab 84
85
Bab 85
86
Bab 86
87
Bab 87
88
Bab 88
89
Bab 89
90
Bab 90
91
Bab 91
92
Bab 92
93
Bab 93
94
Bab 94
95
Bab 95
96
Bab 96
97
Bab 97 Tempat Khusus
98
Bab 98 Mimpi
99
Bab 99 Kadal Buntung
100
Bab 100 Tanda Lahir
101
Bab 101 Tower
102
Bab 102 Curiga
103
Bab 103 Rencana Elvina 1
104
Bab 104 Rencana Elvina dan Erla
105
Bab 105 Menyusun Rencana
106
Bab 106 Persis Fadlan
107
Bab 107 Rasa Itu Sama
108
Bab 108 Cinta Luar Biasa.
109
Bab 109 Anakmu
110
Bab 110 Hasil Test
111
Bab 111 Celebek
112
Bab 112 Mata-Mata
113
Bab 113 Termewek-Mewek
114
Bab 114 Termewek-Mewek Part 2
115
Bab 115
116
Bab 116 Panen Dimulai
117
Bab 117 Jera
118
Bab 118
119
Inspirasi Author

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!