Sebuah ikatan terjalin begitu saja saat hati mulai merasa nyaman, sejauh apapun jarak yang memisahkan, signal rasa itu tetap hadir, saat orang yang kita sayang mengalami masalah.
Ismi terbangun dari tidurnya, sejak tadi sore dia merasakan perasaan aneh yang sangat tidak mengenakkan ini, air matanya juga menetes begitu saja. Sore tadi dia menelepon keluarga di desa, juga mengirim pesan pada Fidiya, semua jawaban yang Ismi dapat sama, 'aku baik-baik saja.' Ismi bingung, bagaimana mengusir perasaan yang sangat mengganjal ini.
Dia menilik jam weker yang ada di dekatnya, waktu menunjukka jam dua dini hari. "Ya Tuhan, apa yang terjadi padaku?" Rasanya Ismi putus asa mengatasi rasa aneh yang terus menggerogoti jiwanya.
"Tuhan, di manapun mereka berada, lindungilah mereka, lindungi orang-orang yang aku sayangi, Tuhan." Air mata menetes begitu saja membasahi pipi mulus gadis itu
Keringat dingin mulai membasahi wajah Ismi, rasa takut ini tidak juga hilang. Ismi memilih bangun dan segera mengambil air wudu, untuk mendirikan solat malam.
Dalam sujud terakhirnya, Ismi terus bermunajat meminta perlindungan untuk orang-orang yang dia sayang. Malam semakin larut, pagi pun semakin mendekat, sudah satu jam Ismi terjaga, Ismi terbayang wajah Fidiya, ingin rasanya menelepon sahabatnya itu, mengingat jam sudah jam 3, Ismi mengurungkan niatnya.
******
Samar terdengar suara wirid yang terdengar dari to'a musahala yang tidak jauh dari kost-nya, membuat Ismi langsung membuka matanya. Saat matanya terbuka sempurna, Ismi sangat jelas mendengar suara wirid itu. "Akhhh! Aku hampir telat!" Ismi berlari ke kamar mandi, mengejar waktu subuh yang hampir pergi.
Selesai mengerjakan tugas subuh, Ismi merasa lega, dia langsung mengambil handphonenya, mengirim pesan pada Fidiya, untuk menanyakan keadaan temannya.
Tidak ada balasan, Ismi mendengus. dirinya terus terbayang Fidiya, andai tidak bekerja, saat ini juga dia pergi menemui Fidiya, tapi pekerjaan sudah menunggunya. Ismi meraih seragam OB yang tergantung di pintu kost miliknya.
Apapun yang dia rasa, menjunjung tinggi profesionalitas kerja diatas segalanya bagi ismi. Dengan semangat Ismi memakai seragamnya, selesai ... dia langsung meraih tas dan handphone-nya, melangkah begitu semangat menuju jalan raya.
******
Arnaff, pemimpin perusahaan tempat Ismi bekerja. Laki-laki itu terus melangkah menuju ruang kerjanya. Saat memasuki ruang kerjanya, dia terkejut melihat seorang gadis berseragam OB tertidur di salah satu kursi yang ada di depan meja kerjanya.
Mata Arnaff terus fokus memerhatikan wanita itu, ternyata dia adalah Ismi, pegawai yang baru 10 hari bekerja di perusahaannya, gadis yang ceria dan cekatan, juga sorang wanita pekerja keras.
Kedua alis Anaff tertaut, baru kali ini dia mendapati Ismi tertidur, biasanya gadis ini paling semangat senyumnya selalu dia perlihatkan. Tidak tau kenapa, sejak awal melihat Ismi, dia merasa Ismi berbeda, dan sering merepotkan Ismi dengan segala permintaannya. Tapi Ismi tidak pernah protes, dia selalu mematuhi perintah Arnaff.
"Huaahhh!"
Gadis itu menggeliat. Arnaff langsung berhenti mengagumi ciptaan Tuhan yang begitu mempesona itu.
"Bapak ...." Seketika Ismi terbangun, saat menyadari ada bos di depannya. "Maaf Pak, saya ketiduran, maaf ...." Ismi sangat menyesal, gara-gara perasaan aneh yang dia rasa hingga kini, membuatnya ketiduran di ruangan bos-nya.
"Berani sekali kamu tidur di ruangan saya. Kamu saya hukum! Makan siang bersama saya." Arnaff langsung duduk di kursi kerjanya, tanpa memerdulikan reaksi wajah Ismi.
"Jangan mahal-mahal ya Pak, uang saya buat adik saya kuliah." Ismi memohon.
"Buatkan saya kopi!" Arnaff tidak memerdulikan permohonan Ismi. Dia mulai membuka laptopnya.
"Iya Pak." Ismi langsung pergi meninggalkan ruangan bosnya.
Ismi terus melangkah menuju pantry, sedang pikirannya mulai terbang entah kemana.
Ayah, ibu, maaf bulan ini pasti kalian sangat kesulitan karena uang yang akan aku kirim sedikit. Rian ... Rishi, maafkan kakak.
***
Di tempat yang lain.
Fidiya merasa kepalanya begitu berat, dia ingin menggerakkan tangannya untuk memijat kepalanya, entah kenapa rasanya begitu sulit untuk menggerakkan tangan mencapai kepalanya.
"Hati-hati kalau bergerak, nanti jarum infusmu lepas lagi."
Mendengar suara itu membuat Fidiya terkejut dan berusaha keras untuk membuka kedua matanya. Penglihatannya tidak jelas, matanya baru bisa menangkap keadaan ruangan yang serba putih. Wajah orang yang berdiri di dekatnya masih buram.
"Apakah aku sudah mati?" ucap Fidiya.
"Apa aku terlalu tampan? Sehingga kau merasa ini di sorga, dan aku adalah Arjuna yang bertugas melayanimu?"
Fidiya tidak berdaya untuk meladeni orang yang berbicara dengannya. "Kepalaku ... pusing."
"Sini aku pijat."
Benar saja, Fidiya merasakan tangan yang begitu hangat memijat kepalanya, hingga dirinya larut kembali ke alam bawah sadarnya.
****
Rumah Ridwan terasa berbeda, setelah mengusir Fidiya tadi malam Ridwan bingung harus berbuat apa. Jam sudah menujukkan jam 9 siang, laki-laki itu masih melamun di meja makan, hari ini dia sengaja tidak datang ke pabrik. Sedang kedua adiknya sudah pergi bekerja.
"Kamu merindukan Fidiya?"
Suara itu memecah lamunan Ridwan. Dia memandang kearah suara itu. "Tidak bu, aku hanya kesepian saat malam, karena tidak ada yang aku lihat di kamar selain diriku sendiri."
"Tenang saja, kamu itu tampan dan mapan, wanita mana yang bisa menolakmu, tapi sebelum itu, ceraikan Fidiya secara sah. Karena perempuan yang berpendidikan tidak mau jadi pelakor."
"Maksud ibu?"
"Ibu akan carikan kamu istri yang cantik dan berpendidikan, biar dia bisa mengimbangi kamu. Karena status kamu masih seorang suami, akan sulit bagi ibu untuk mencarikan perempuan yang mau, karena yang seperti ibu bilang, mereka yang pintar dan berpendidikan tidak mau jadi pelakor. Kalau statusmu masih seperti ini, mana ada perempuan pintar seperti itu mau padamu."
"Kalau begitu, ibu urus saja semuanya. Aku hanya ingin pendamping bu."
"Baik sayang, akan ibu urus semuanya." Senyuman Retna begitu permanen, sangat bahagia atas segala keberhasilannya.
****
Hari ini Ara tidak langsung ke pabrik Ridwan, tapi dia mendatangi perusahaan milik Fadlan. Menanyakan kapan dia mendapat haknya. Sesampai di sana, Ara hanya bertemu Seno, Sekretaris Fadlan.
"Mana Fadlan?" Ara langsung pada tujuannya.
"Tuan sedang ke luar kota, ada sesuatu? biar saya sampaikan pada Tuan."
"Aku ingin dia mencarikan pengganti buat abangku, wanita cantik modis, dan bersedia menikah dengan abangku."
"Itu di luar kesepakatan Nona, tiga Apartemen dan satu pabrik, itu bukan harga yang sedikit."
"Kalau abang tidak dapat pengganti, dia tidak akan mau membuka sidang cerai dengan Fidiya."
Seno mengalah, dia langsung menelepon Fadlan, melaporkan permintaan Ara.
"Berikan apa yang dia mau, sekalian bonus." Jawaban itu yang Seno dapat dari Fadlan.
Seno hanya menggelengkan kepala, untuk satu wanita yang di-inginkan, bos-nya itu rela mengeluarkan banyak uang.
"Kata Tuan, dia akan carikan perempuan seperti yang Anda minta, tapi setelah Tuan kembali."
Merasa keinginannya terpenuhi, Ara langsung pergi dari perusahaan Fadlan, dan langsung menuju pabrik keluarganya, menjalankan rutinitas seperti biasanya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
Ⓤ︎Ⓝ︎Ⓨ︎Ⓘ︎Ⓛ︎
isminya meninggal...
bang arnaf nya dijodohkan ama syafi...
eeh bang arnaf salah paham ama syafi...
akhirnya syafi ama bang dirga...
bang arnaf batal nikah lagi 😄
2021-07-23
0
🍄
gila2an 😣😣
2021-07-08
0
🐊⃝⃟SUMI🐊⃝⃟🐊⃝⃟(HIATUS)
astga masih blm sdar si Rid
2021-06-28
0