Elvina mengajak Fidiya ke suatu tempat, hingga mereka sampai di tempat yang sudah Elvina siapkan. Di meja itu sudah tertata bermacam buah dan menu sarapan pagi.
"Kita sarapan dulu. Setelah selesai, aku akan mulai ceritanya."
Tanpa basa-basi lagi, keduanya meraih sarapan yang mereka mau.
*
Melihat Fidiya sudah menghabiskan makanannya, Elvina memulai ceritanya.
"Dulu ... mas Ridwan adalah fatner bisnis aku, aku mempunyai usaha, warisan dari kedua orang tuaku." Elvina tersenyum melihat reaksi wajah Fidiya.
"Kedua orang tuaku sudah lama meninggal, saat lulus kuliah, aku langsung menjalankan bisnis yang ditinggalkan kedua orang tuaku."
Waw, selain cantik, dia juga kaya, tapi tetap saja dia tersingkir dari sisi mas Ridwan. Apa kabar diriku yang hanya remahan Rengginang. Fidiya semakin kagum dengan sosok yang ada di depannya itu.
"Aku jatuh cinta pada mas Ridwan, karena dia sosok yang penyayang pada keluarga, melihat baktinya pada ibunya, walaupun Nyonya Retna ibu tirinya, tapi Ridwan tetap memperlakukan wanita itu penuh kasih sayang."
Elvina melanjutkan kisahnya. "Tau sendiri, laki-laki yang penyayang pada ibu dan adiknya langka, sebab itu aku yang mengejar mas Ridwan duluan, intinya mas Ridwan laki-laki yang kaku, dia tidak akan berbuat apa-apa kalau bukan aku yang mulai." Elvina tersenyum kaku, berharap kata singkatnya dimengerti oleh Fidiya. "Kami menikah, semula semuanya baik-baik saja, tapi seiring berjalannya waktu, waktu mengungkap seperti apa Retna dan kedua adik Ridwan. Aku bisa melihat itu, tapi mas Ridwan tidak. Aku berusaha membuka mata mas Ridwan, namun semua itu sia-sia. Hingga puncak pertengkaran kami saat aku menolak menyerahkan semua aset pribadiku atas nama mas Ridwan." Elvina membuang kasar napasnya. Rasanya titik pahit itu seakan terjadi di depan matanya. Cintanya yang tulus kalah oleh cinta modus yang Retna dan kedua anaknya berikan pada Ridwan.
"Aku tidak menolak jika semua hartaku atas mas Ridwan, masalahnya, jika semua atas nama mas Ridwan, semua itu akan menjadi milik Retna atau kedua anak perempuannya lagi. Ridwan percaya tapi aku tidak. Ridwan sudah membalik nama semua tanah dan pabrik atas nama Retna, Ara, dan Melly. Aku tidak perduli, karena aku juga punya aset sendiri, aset yang terus aku pertahankan, hingga karena hal itu juga aku dan mas Ridwan bertengkar."
"Bertengkar karena mbak menolak membalik nama aset mbak atas nama mas Ridwan?"
"Iya, para iblis betina itu gagal mau menguasai hartaku, makanya mereka menyingkirkan aku dari sisi mas Ridwan, dengan mengatur strategi, kalau aku selingkuh. Hingga mas Ridwan pun menceraikanku. Padahal mereka sudah dapat segalanya, masih saja ingin menguasai mas Ridwan.
"Mbak punya harta, lah aku? Aku tidak punya apa-apa, mbak."
"Kamu memang tidak punya apa-apa, tapi kamu bisa mereka manfaatkan untuk melengkapi kebutuhan Ridwan." Elvina mengkode sesuatu, membuat Fidiya mengerti. Karena benar adanya, dirinya hanya pelengkap dan tak pernah diperlakukan seperti manusia jika berada di tengah-tengah keluarga Ridwan.
"Sebelum masa mudamu hilang, saatnya kamu memilih, bertahan dengan keadaan ini atau pergi? Kau tau sendiri kalau bertahan mungkin sampai tua nanti kau hanya dianggap sebuah mesin atau perabotan yang menghiasi keluarga mereka. Kalau kau ingin pergi, aku akan membantumu. Mau bagaimana lagi? Mas Ridwan tidak akan pernah menerima kehadiran orang lain di hatinya, karena hatinya sudah penuh dengan ibu dan adiknya."
"Aku akan berjuang sekali lagi, akan aku buktikan, kalau mas Ridwan bisa menerimaku, hal itu tidak akan menggeser posisi ibu dan adiknya. Aku akan berjuang untuk meminta hakku sebagai istri."
"Kalau itu keputusanmu, baiklah, aku juga dukung."
"Terima kasih, mbak."
"Sama-sama. Oh ya, sampai ketemu lagi, dan selamat berjuang."
Elvina dan Fidiya berjabat tangan. Elvina merasa tenang setidaknya dia sudah mengatakan seperti apa Ridwan, urusan pergi atau bertahan, bukan urusannya. Merasa urusan mereka selesai, Fidiya dan Elvina berpisah.
Sepanjang perjalanannya kembali menuju kamar, rasanya kepala Fidiya hampir pecah, memikirkan bagaimana memulai semua ini. Sedang dirinya tau kalau segala rencananya bagai debu yang akan terbang begitu saja oleh angin yang Ridwan hempaskan. Fidiya mematung berdiri di depan pintu kamarnya, memikirkan strategi apa untuk awal perjuangannya mendapat secuil perhatian dari suaminya.
Ceklakk!
Pintu terbuka.
"Darimana kamu?"
Pertanyaan yang terlontar rasanya menghempaskan jantung Fidiya. Fidiya menegakkan wajahnya. "Dari bawah mas. Mas, aku lapar mas, maaf tadi aku turun ke bawah cari makanan."
"Bagus ... makan sendiri tidak ajak yang lain."
"Pintu kamar Ibu masih tertutup, tadinya mau ajak ibu, kalau mas tadi kan aku tanya mas mau apa, mas nggak jawab. Mungkin mas merasa kenyang karena terlalu lama menatap aku, kan aku ini manis." Fidiya tidak perduli dengan tanggapan Ridwan, toh sah-sah saja merayu suami sendiri.
Bukan senyuman yang Fidiya dapat, melainkan tatapan yang aneh dari sepasang bola mata itu, menggambarkan kalau yang punya diri jijik mendengar ucapannya.
"Mas, kalau mau senyum, senyum aja, mas itu kalau senyum makin tampan loh, bintang korea mah lewat!" ucap Fidiya lantang.
Percuma, Ridwan tetap meninggalkannya. Fidiya menghembuskan kasar napasnya. "Setidaknya diriku telah berjuang, meski tak pernah ternilai di matamu." Senandungnya, Fidiya segera masuk ke dalam kamarnya.
Ridwan terus melangkah dan mengabaikan Fidiya, hingga dirinya masuk ke dalam lift, dalam lift itu Ridwan hanya sendiri, mata Ridwan memandangi pantulan dirinya yang ada pada dinding lift yang mengkilat seperti kaca. Memantulkan jelas bayangan dirinya. Perlahan Ridwan menarik kedua ujung bibirnya hingga membentuk sebuah senyuman.
"Apa yang Fidiya ucapkan benar?"
Ting!
Suara pintu lift yang terbuka membuat Ridwan berhenti mengagumi dirinya sendiri.
Terlihat seorang perempuan yang sangat Ridwan benci masuk kedalam lift yang dia tempati. "Tidak bisakah kau mencari lift lain?!" bentak Ridwan.
"Maaf, aku ingin cepat pulang anakku terus mencariku." Elvina tidak perduli betapa geramnya Ridwan melihatnya.
Elvina meraih sesuatu dari dalam tasnya. "Hasil Test DNA waktu itu, ini test DNA dari 5 Rumah Sakit yang berbeda. Di sana jelas anak yang aku lahirkan adalah anakmu." Elvina memberikan beberapa lembar amplop pada Ridwan.
Tangan Ridwan bergetar saat membuka salah satu amplop itu. Saat dia membuka lembaran kertas itu benar saja kalau hasilnya seperti yang Elvina ucapkan.
"Selama menjadi istri mas, aku tidak pernah selingkuh. Walau mas tidak pernah memberi aku kepuasan, aku terima itu, karena aku cinta sama mas. Tapi mas laki-laki yang bodoh dan buta. Tidak bisa membedakan mana cinta beneran atau hanya cinta pura-pura." Elvina menatap mata Ridwan begitu dalam.
"Buka sedikit saja mata mas, cinta yang diberilan oleh Retna, Melly, dan Ara hanyalah cinta palsu!"
"Aku ada pekerjaan, aku titip anak kita sama mas, lagian mas sudah punya istri, bisa dong urus dia." Saat pintu lift terbuka, Elvina pergi lebih dulu meninggalkan Ridwan yang masih mematung mencerna kata-katanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
Dewa Rana
kok senandung thor? senandung kan lagu ya
2023-01-19
1
Sikha Adhia
waah, ternyata ibu dan adik2nya ga beres
2021-08-19
0
Alena Anata
😘😘😘
2021-07-21
0