Bab 16

Fidiya masih tidak mengerti keadaan saat ini, niatnya ingin menanyakan perihal kalung yang barusan dia temukan, harus dia lupakan. Perlahan Fidiya mendekati mereka. Semua tatap mata itu ter arah padanya.

Ara melepaskan diri dari pelukan Melly, dia melangkah mendekati Fidiya. "Kak, kami tidak bohong mau memberikan salah satu yang ada dalam peti ini, asal jagan kalung berlian itu, itu hadiah terkahir dari papa." Ara menangis lagi sambil membuka kotak perhiasan yang dia arahkan pada Fidiya.

Dalam mimpi pun Fidiya tidak pernah memimpikan untuk melihat perhiasan sebanyak itu, dari kalung, gelang, giwang, dan cincin ada di sana. Dengan bermacam model.

"Apa maksud kamu?" Fidiya sungguh tidak mengerti apa maksud Ara.

"Kak, pilih yang lain saja, kami mohon ... kalung yang kakak pegang itu, adalah kenang-kenangan terakhir dari ayah buat ibu." Melly menambahi.

Fidiya menatapi satu per satu wajah yang ada di depannya. "Ini?" Fidiya memperlihatkan kalung yang dia pegang.

"Berikah pada ibu!" Suara tegas itu amat menakutkan.

"Aku saja--"

"Sudah kak, itu boleh kakak miliki, tapi setelah ibu siap melepaskan kenangan tentang ayah. Karena suatu hari nanti, perhiasan ini milik kakak, saat ini pilih yang lain dulu." Ara menyela perkataan Fidiya, dia medekatkan kotak perhiasan itu pada Fidiya.

Fidiya menatap lekat kalung yang ada di tangannya. Dia mulai memahami drama ini. "Aku tidak butuh perhiasan kalian." Fidiya meletakkan kalung yang dia pegang ke dalam kotak perhiasan yang Ara pegang.

"Terima kasih kak, coba sedari tadi kakak mau mengalah, ibu tidak akan menangis seperti ini," ucap Melly.

Wajah Ridwan semakin murka, mengetahui kalau ibunya menangis seperti ini karena Fidiya.Tatapan mata Ridwan yang tidak berhenti menatap Fidiya, sungguh menakutkan.

"Jangan merajuk kak, ayo ambil yang kakak mau, tapi jangan yang ini."

Fidiya sadar, dirinya dijebak oleh kedua adik ipar dan mertuanya. Teringat akan kalimat 'mengibarkan bendera perang' Fidiya faham, lawannya mulai menyerangnya.

Fidiya baru menyadari tatapan yang begitu mematikan dari sepasang bola mata Ridwan tertuju padanya. Fidiya balas menatap suaminya dengan tatapan sayu. "Mas, aku tidak tau apa yang terjadi, aku juga tidak tau kenapa kalung itu bisa ada di kamar kita."

"Minta maaf pada ibu!" perintah Ridwan begitu tegas.

"Minta maaf?" Fidiya tidak terima, dirinya jadi korban dirinya pula yang meminta maaf.

Retna menegakkan wajahnya sedari tadi dia menenggelamkan wajahnya di dada bidang Ridwan. "Sudahlah nak, Fidiya mau mengembalikan kalung itu, itu sudah cukup. Ibu yang salah, tadinya niat ibu mau memperlihatkan saja, ternyata istrimu terpesona hingga mengambilnya dari ibu." Retna merapikan kemeja Ridwan yang berantakkan karena memeluknya.

"Mengambil?" Fidiya tidak habis pikir, tuduhan sekeji itu mereka tuduhkan pada Fidiya.

"Minta maaf pada ibu!" Ridwan membentak Fidiya, namun yang terperanjat bukan hanya tubuh Fidiya, Ara, Melly, dan Retna juga terperanjat.

"Tidak!" sahut Fidiya lantang.

"Kau!" Rahang Ridwan mengerat geram dengan jawaban Fidiya.

"Aku tidak melakukan apapun!" Fidiya memilih kembali masuk kedalam kamarnya.

Brakkkkkk!

Pintu kamar itu Fidiya banting sekeras yang dia bisa.

"Hey!!!" Ridwan tidak menduga Fidiya seberani ini padanya.

"Sudah nak, biar saja Fidiya seperti itu, tadi malam kan sudah ibu katakan, ada firasat buruk, tapi kamu tidak mau mendengarkan ibu." Retna membujuk Ridwan.

"Ibu kembali saja ke kamar, biar wanita itu aku beri pelajaran." Ridwan langsung masuk kedalam kamarnya.

Saat punggung Ridwan menghilang dibalik pintu, ketiga wanita licik itu tersenyum bahagia, sambil menghapus air mata palsu mereka.

"Tos!" Ketiga kompak menyatukan tangan mereka, karena rencana yang mereka atur berjalan sempurna.

"Kita ke kamar ibu saja, Pak Ibra tidak akan kelayapan di sana, bahaya kalau cctv kakak mengetahui rencana kita." usul Melly.

Ketiganya langsung melangkah menuju kamar ibu mereka.

Dalam kamar yang Fidiya tempati.

Ridwan masuk ke dalam kamar dengan segala kemarahan yang menyelimuti dirinya. Dia sangat geram pada siapa saja yang membuat ibu atau adiknya menangis, tidak terkecuali siapapun, bahkan wanita yang berstatus istrinya.

Fidiya tidak mau kalah, dia balas menatap Ridwan dengan tatapan tajam, berusaha membela harga dirinya, dia tidak rela dituduh mengambil perhiasan mertuanya.

"Aku bukan siapa-siapa bagi mas, tapi satu hal! Aku tidak melakukan apa yang mereka tuduhkan!"

"Minta maaf pada ibu!" Bentakkan Ridwan semakin tegas.

"Jika aku salah, aku akan minta maaf, kali ini aku tidak tau apa-apa, aku tidak akan meminta maaf!"

"Kau!" Ridwan mengangkat tanganya ke udara, ingin mendaratkan lima jari itu di pipi mulus Fidiya, tapi dia urungkan.

Fidiya tersenyum, dia terus tersenyum melihat Ridwan ingin menamparnya. "Mau main tangan?" Fidiya memasang wajahnya, siap untuk menerima tamparan itu.

"Argggg!" Ridwan geram sendiri, tidak tega melayangkan tangannya pada Fidiya.

"Kalau sampai nanti malam, kamu tidak minta maaf pada ibu, sanksinya, kau harus keluar dari rumah ini! Aku tidak suka ada orang asing yang menyakiti orang-orang yang aku cintai."

"Hei! Aku bukan orang asing. Aku istrimu yang harus kau sayangi, kau naungi dan kau lindungi! Ingat sighat takliq yang kamu ucapkan setelah ijab kabul!?"

Seperti biasa Ridwan selalu pergi, tanpa mau menyelesaikan masalah yang ada.

"Hei banci!" Teriak Fidiya.

Sontak Ridwan menghentikan langkah kakinya. Dia berbalik dengan wajah yang sama sekali tidak bersahabat.

"Waw, kau marah dikatain banci?" Fidiya tertawa lepas, walau hatinya sungguh sakit dengan keadaan ini. "Kau itu kepala keluarga, tugasmu menyelesaikan apa saja masalah yang muncul. Tapi kau? Kau selalu lari dari masalah pergi dari masalah, itu tidak akan membuat segala masalah selesai Tuan!"

"Kau lebih percaya ibumu dan adikmu, kau lebih memilih mendengarkan mereka, lalu aku ini?"

"Ayo kita selesaikan satu masalah dulu, yaitu antara kau dan aku."

Ridwan tau, jika Fidiya mulai mengajaknya bicara pasti tidak jauh dari permintaan Fidiya yang meminta sedikit kasih sayang darinya. Ridwan langsung pergi dari sana.

"Oh, pergi lagi, pergi sana bernaung di ketek ibu tirimu!" Habis sudah kesabaran Fidiya. Tidak mendapat kasih sayang, tidak mendapat tempat, sekarang tidak mendapat kepercayaan dari laki-laki yang harusnya memberi perlindungan darinya.

Fidiya menarik napasnya begitu dalam dan menghembuskannya perlahan. "Baiklah mas, aku mundur. Kau tidak pantas untuk diperjuangkan lebih keras lagi."

Fidiya melangkah menuju ruang pakaian, dia mengambil tas yang dia bawa saat datang ke rumah ini, isi tas itu tidak pernah terbongkar, selama di rumah ini, Fidiya mengenakan pakaian yang sudah disediakan. Fidiya menenteng tas-nya, dan mengambil handphone yang ada di nakas.

Saat dia membuka pintu, dia berpapasan dengan mbok Eni, pembantu senior di rumah ini. "Non mau kemana?"

"Tidak tau, yang penting keluar dari rumah ini, saya sudah tidak tahan mbok."

"Jangan Non, hanya Nona yang tulus menyayangi Tuan, kalau Tuan pergi, tidak ada lagi yang menyayangi Tuan setulus kasih sayang Anda." Sepasang mata milik wanita paruh baya itu terlihat berkaca-kaca, menghiba agar istri Tuannya tidak pergi dari rumah ini.

Terpopuler

Comments

Arin

Arin

bgus fidiya,pergi aja dri situ biar Ridwan tau rsa

2022-05-11

1

Yuda Hasna

Yuda Hasna

weeh mantep betol si fidiya begutu berani meminta apa yg jd haknya.
salut q.👍👍👍👍👍
lnjut ceritany

2021-12-14

0

Sikha Adhia

Sikha Adhia

waah.. keren kamu fidya

2021-08-19

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1
2 Bab 2
3 Bab 3
4 Bab 4
5 Bab 5
6 Bab 6
7 Bab 7
8 Bab 8
9 Bab 9
10 Bab 10
11 Bab 11
12 Bab 12
13 Bab 13
14 Bab 14
15 Bab 15
16 Bab 16
17 Bab 17
18 Bab 18
19 Bab 19
20 Bab 20
21 Bab 21
22 Bab 22
23 Bab 23
24 Bab 24
25 Bab 25
26 Bab 26
27 Bab 27
28 Bab 28
29 Bab 29
30 Bab 30
31 Bab 31
32 Bab 32
33 Bab 33
34 Bab 34
35 Bab 35
36 Bab 36
37 Bab 37
38 Bab 38
39 Bab 39
40 Bab 40
41 Bab 41
42 Bab 42
43 Bab 43
44 Bab 44
45 Bab 45
46 Bab 46
47 Bab 47
48 Bab 48
49 Bab 49
50 Bab 50
51 Bab 51
52 Bab 52
53 Bab 53
54 Bab 54
55 Bab 55
56 Bab 56
57 Bab 57
58 Bab 58
59 Bab 59
60 Bab 60
61 Bab 61
62 Bab 62
63 Bab 63
64 Bab 64
65 Bab 65
66 Bab 66
67 Bab 67
68 Bab 68
69 Bab 69
70 Bab 70
71 Bab 71
72 Bab 72
73 Bab 73
74 Bab 74
75 Bab 75
76 Bab 76
77 Bab 77
78 Bab 78
79 Bab 79
80 Bab 80
81 Bab 81
82 Bab 82
83 Bab 83
84 Bab 84
85 Bab 85
86 Bab 86
87 Bab 87
88 Bab 88
89 Bab 89
90 Bab 90
91 Bab 91
92 Bab 92
93 Bab 93
94 Bab 94
95 Bab 95
96 Bab 96
97 Bab 97 Tempat Khusus
98 Bab 98 Mimpi
99 Bab 99 Kadal Buntung
100 Bab 100 Tanda Lahir
101 Bab 101 Tower
102 Bab 102 Curiga
103 Bab 103 Rencana Elvina 1
104 Bab 104 Rencana Elvina dan Erla
105 Bab 105 Menyusun Rencana
106 Bab 106 Persis Fadlan
107 Bab 107 Rasa Itu Sama
108 Bab 108 Cinta Luar Biasa.
109 Bab 109 Anakmu
110 Bab 110 Hasil Test
111 Bab 111 Celebek
112 Bab 112 Mata-Mata
113 Bab 113 Termewek-Mewek
114 Bab 114 Termewek-Mewek Part 2
115 Bab 115
116 Bab 116 Panen Dimulai
117 Bab 117 Jera
118 Bab 118
119 Inspirasi Author
Episodes

Updated 119 Episodes

1
Bab 1
2
Bab 2
3
Bab 3
4
Bab 4
5
Bab 5
6
Bab 6
7
Bab 7
8
Bab 8
9
Bab 9
10
Bab 10
11
Bab 11
12
Bab 12
13
Bab 13
14
Bab 14
15
Bab 15
16
Bab 16
17
Bab 17
18
Bab 18
19
Bab 19
20
Bab 20
21
Bab 21
22
Bab 22
23
Bab 23
24
Bab 24
25
Bab 25
26
Bab 26
27
Bab 27
28
Bab 28
29
Bab 29
30
Bab 30
31
Bab 31
32
Bab 32
33
Bab 33
34
Bab 34
35
Bab 35
36
Bab 36
37
Bab 37
38
Bab 38
39
Bab 39
40
Bab 40
41
Bab 41
42
Bab 42
43
Bab 43
44
Bab 44
45
Bab 45
46
Bab 46
47
Bab 47
48
Bab 48
49
Bab 49
50
Bab 50
51
Bab 51
52
Bab 52
53
Bab 53
54
Bab 54
55
Bab 55
56
Bab 56
57
Bab 57
58
Bab 58
59
Bab 59
60
Bab 60
61
Bab 61
62
Bab 62
63
Bab 63
64
Bab 64
65
Bab 65
66
Bab 66
67
Bab 67
68
Bab 68
69
Bab 69
70
Bab 70
71
Bab 71
72
Bab 72
73
Bab 73
74
Bab 74
75
Bab 75
76
Bab 76
77
Bab 77
78
Bab 78
79
Bab 79
80
Bab 80
81
Bab 81
82
Bab 82
83
Bab 83
84
Bab 84
85
Bab 85
86
Bab 86
87
Bab 87
88
Bab 88
89
Bab 89
90
Bab 90
91
Bab 91
92
Bab 92
93
Bab 93
94
Bab 94
95
Bab 95
96
Bab 96
97
Bab 97 Tempat Khusus
98
Bab 98 Mimpi
99
Bab 99 Kadal Buntung
100
Bab 100 Tanda Lahir
101
Bab 101 Tower
102
Bab 102 Curiga
103
Bab 103 Rencana Elvina 1
104
Bab 104 Rencana Elvina dan Erla
105
Bab 105 Menyusun Rencana
106
Bab 106 Persis Fadlan
107
Bab 107 Rasa Itu Sama
108
Bab 108 Cinta Luar Biasa.
109
Bab 109 Anakmu
110
Bab 110 Hasil Test
111
Bab 111 Celebek
112
Bab 112 Mata-Mata
113
Bab 113 Termewek-Mewek
114
Bab 114 Termewek-Mewek Part 2
115
Bab 115
116
Bab 116 Panen Dimulai
117
Bab 117 Jera
118
Bab 118
119
Inspirasi Author

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!