Satu porsi soto itu sudah habis di lahap Adam, hanya tinggal menunggu Andini selesai.
Berhubung Adam tidak merokok, dia pun memilih untuk diam saja di kursinya, sembari menatap Dini dengan tubuh menyandar di kursi plastik, mengamati gadis itu masih makan.
Senyum-senyum dia saat melihat bibir yang kecil itu terbuka, karena satu suapan yang masuk. Mata dini melirik, lalu menarik secarik tissue di dekatnya, mengusap bibirnya sembari mengunyah.
"Duh... Makan ku berantakan sekali ya, sampai di liatin gitu?" Tanya Dini.
"Nggak kok... Malah imut. Hehehe." Adam terkekeh pada gadis yang hanya geleng-geleng kepala. Sementara tangannya masuk ke dalam saku celana, meraih ponsel yang sedari tadi tidak ia buka. 'Nesa? Ya ampun...' Adam baru sadar saat melihat banyaknya pesan chat yang masuk. Karena sedari pagi dia belum menghubungi Vanesa.
Dia pun mengetik sesuatu, lalu kembali memasukkan lagi ponselnya kedalam saku celananya.
"Istri mu ya?" Tanya Dini. Setelah menyelesaikan makanannya.
"Iya ini. Aku lupa tadi tidak mengabari dia."
"Ngabarin apa? Kalau mas jalan sama saya gitu?" Tanya Dini sembari terkekeh. Terlebih saat mata Adam membulat, lalu melemparkan tissue baru yang ia remas ke arah Andini dengan gemas.
"Enak saja, sama aja bunuh diri itu namanya." Adam meraih gelas es tehnya, lalu menyeruputnya dari sedotan berwarna putih itu.
"Dasar laki-laki ya... Dimana-mana sama saja."
"Maksudnya?" Adam meletakkan lagi gelas es teh manis tersebut ke atas meja.
"Iya lah... Kaya mas ini contohnya. Salah satu dari laki-laki tak setia."
"Hei... Jangan gitu. Selama ini aku setia sama Nesa. Kamu tahu? Dari dulu hanya ada satu wanita di hidup ku, yaitu Vanesa."
"Oh ya?? Masa?" Dini meragukan itu.
"Nggak percaya?"
"Iya lah... Nggak, buktinya aja mas sudah ada istri tapi jalan-jalan sama saya. Saya tahu alasan mas Adam ke ATM cuma modus kan? Sok minta temani saya, padahal motor pekerja lain yang warga sini aja banyak tuh yang nganggur... Kenapa minta temaninya sama saya."
Adam terkekeh... karena apa yang di katakan Andini itu benar. "Kan lebih nyaman sama kamunya."
"Yang kaya gini ngaku setia." Andini geleng-geleng kepala.
"Aku serius loh, memang selama ini hanya ada Nesa di hati ku.... Tapi ya itu. Dia sekarang lebih mementingkan kesibukannya sendiri, jika aku tegur? Yang ada Dia malah akan mematikan ponselnya sampai berhari-hari. Aku Hanya ingin tenang untuk saat ini, terlebih dengan adanya kamu, aku jadi tidak mudah tersulut emosi lagi."
Dini mematung sejenak kala mendengar kata-katanya. lalu kembali tersadar. Dia pun tersenyum. "memangnya orang seperti mu bisa emosi mas?" Tanya Andini.
"Loh... semua orang bisa saja emosi kan? Aku termasuk pria yang lumayan keras juga sebenarnya." Tutur Adam, tatapannya seperti lain. Bahkan sepasang mata itu tak berkedip saat terarah pada Andini.
Andini berdeham, mengalihkan perasaan yang tiba-tiba bergejolak dihatinya dengan tertawa kecil. "Pulang yuk, sudah semakin siang."
"Loh kok pulang? Nggak pengen kemana dulu gitu?" Adam seperti belum puas jalan-jalan siang ini, dia masih ingin mengulur waktu bersama Andini.
"Nggak bisa mas, aku kan harus membantu ibu ku." Ucap Andini, yang mulai beranjak.
"Dini?" Adam meraih tangan Andi menyuruhnya untuk duduk lagi. Dan gadis itu menurutinya, duduk lagi di bangkunya. "Menurut mu, aku bagaimana?"
"Ba... bagaimana apanya?"
"Ya... Bagaimana gitu. Lihat aku dengan seksama, makanya." Pinta Adam dengan tangan masih menggenggam tangan Andini, gadis itu pun di buat semakin gugup oleh pria di hadapannya.
"Jahat." Jawab Dini lirih dengan tatapan mengarah kepadanya.
"Jahat? Kok jahat?"
"Iya jahat... Kamu sudah punya istri mas. Tapi?" Dini terdiam masih menatap ke arah pria yang sedang menunggu jawabannya dengan senyuman ramah yang membuatnya semakin terlihat tampan. 'tapi membuat hati ku goyah, karena merasa nyaman.' Andini menyambung ucapannya di dalam hati. Perlahan dia tarik tangannya itu dari genggaman Adam.
"Tapi apa? Di tungguin, juga." Adam terkekeh.
"Tapi nggak setia, apa namanya kalau nggak jahat. Hahaha." Dini tertawa renyah.
"Kamu ya?" Adam meraih tissue baru lagi dan melemparkannya kembali pada Andini.
"Jangan mainan tissue mas.... Ayo pulang, nanti keburu sore."
"Tunggu, jawab dulu pertanyaan yang tadi."
"Ya ampun... Kamu baik, sudah."
"Nggak kurang." Kedua pipinya merona saat Dini mengatakan bahwa Adam baik.
"Kurang bagaimana? Itu sudah sangat cukup untuk menggambarkan sikap mu."
"Yang lain coba? Dari awal deh sampai sekarang."
"Ya ampun... Hahaha. Ya, awalnya aku mikir kamu pria paling pendiam dan sedikit sombong. Namun ternyata saat sudah kenal asik sih. Cuman jangan salah faham ya mas.... aku bilang kamu asik." Terkekeh, Adam pun tersenyum.
"Andini... Andini..." Adam geleng-geleng kepala.
"Apa? Hahaha, sudah yuk pulang. Ayo mas Adam."
"Iya... iya." Adam yang masih menatap Andini pun menyerah, hingga Keduanya beranjak. Dan setelah Adam melakukan pembayaran, mereka kembali melanjutkan perjalanan pulang.
Kini keduanya, tengah melewati desa yang berbeda dari saat mereka berangkat tadi, mata Andini pun menangkap sebuah tenda-tenda taman hiburan. Ya... Kita menyebutnya pasar malam. Terjajar di sebuah lapangan terbuka di sana.
Namun sepertinya mereka baru tiba, terlihat dari beberapa tenda dan mainan yang belum terpasang.
"Pasar malam." Gumam Dini. Gumaman dini itu rupanya terdengar oleh Adam.
"Kenapa mau ke sana?" Tanya Adam.
"Nggak mas... Lagipula, belum buka."
"Tapi aku mau loh, kita ke sana kapan, ya? Kalau nunggu off ku Minggu depan bagaimana? Pas banget malam Minggu, pula."
"Nggak ahh..." Andini menolak.
"Kenapa sih, kamu kok selalu nolak ajakan ku."
Dini tersenyum, "karena aku tidak mau malam Mingguan sama suami orang."
"Kan... Bicaranya Seperti itu lagi." Adam bersungut, sementara yang di belakang hanya terkekeh. Menikmati angin siang yang mulai sejuk menghempas tubuh mereka berdua. Melintasi jalan berkerikil nan sempit, yang hanya bisa di lalui dua kendaraan bermotor saja.
***
Di tempat yang berbeda, mobil yang di kendarai Vanesa berhenti di depan rumah.
Ibu satu anak itu melirik ke samping, di lihat Qila sudah tersenyum lebar kepadanya, pemandangan menggemaskan itu tidak mungkin membuat Nesa tidak tersenyum gemas.
Sehingga sebuah kecupan mendarat di pipi Aqila, gadis kecil itu pun terkekeh.
"Senang ya kamu... Akhirnya ibu belikan mainan yang kamu mau itu." Ucap Nesa pada Qila yang tengah terkekeh sembari memeluk mainan barunya.
"Habis ibu, pulang malam terus. Makanya Qila minta ini."
"Tapi kan hari ini, enggak." Nesa melepaskan sabuk pengaman milik Qila. "Yuk Turun." Ajak Nesa.
"Ibu, telfon ayah dulu, Bu.... Qila mau nunjukin mainan ini ke ayah."
"Duh, ayah sepertinya sedang sibuk deh Nak. Ini masih jam lima sore."
"Cepat Bu... Qila mau sekarang. Kali saja Ayah sedang istirahat."
"Hemmm, kamu ini ya." Nesa mengeluarkan ponselnya, guna menghubungi sang suami. Sementara Qila langsung berseru riang saking senangnya. 'ku harap mas Adam menjawab panggilan telepon dari ku.' batin Nesa, yang masih mencoba untuk menghubungi suaminya, namun panggilan chat itu tak kunjung bertuliskan berdering. Hingga ia memutuskan untuk menelfon biasa.
~nomor yang anda tuju sedang sibuk, coba lah beberapa saat lagi.~
Nesa menjauhkan ponsel itu dari telinganya. Lalu menoleh ke arah putri kecilnya. "Nomor ayah sedang sibuk nak. Mungkin ayah sedang menerima telpon yang lain. Nanti saja ya." Bujuk Nesa.
Dan walaupun ada sedikit rasa kecewa Qila tetap mengiyakan. Padahal dia ingin sekali membuka bungkusan mainannya saat vidio call dengan ayahnya itu tersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
adning iza
beginilah peluang setan yg sgat dinanti sudh tau beristri tp ttp aja ngasih celah
2023-11-03
0
novi 99
Andini sudah tau niat Adam .... tapi masih jg mau di ajak jalan , apalagi klo bukan wanita murahan yang sangat murahan .... banyak Janda tapi gak semurahan dirimu Andini ...
Adam jg , gak ingat bini . inilah awal mula karena merasa nyaman karena terbiasa.
2022-12-05
0
Sulati Cus
kasian qila ayahnya jd lupa gara2 puber ke 3😂😂😂
2022-04-04
0