Langit terang perlahan demi perlahan mulai menguning, dan berubah menjadi kelabu. Selepas adzan isya, mobil berjenis Jeep itu baru saja tiba di salah satu bangunan sederhana berlantai satu.
Bangunan yang sebelum ini merupakan Rumah warga telah di sulap menjadi basecamp para pekerja proyek. Sementara rumah-rumah lainnya telah rata dengan tanah. Di mana semua penghuninya sudah pindah ke desa lain, setelah menerima dana kompensasi dari Pemda.
Masih seperti rumah pada umumnya. Berdinding tembok, berlantaikan keramik warna putih serta plafon gypsum dengan penataan rapi. Sengaja mereka memilih rumah yang paling nyaman dan lebar untuk di tinggali selama proyek berjalan.
"Dam, Kau pakai kamar yang itu bersama Danang, ya," ucap Toni memberi tahu.
Sementara Adam hanya mengiyakan. Kamar di rumah itu ada enam. Yang akan di huni dua orang per-satu kamar. Satu kamar tersendiri hanya di huni ketua Tim yang menjadi mandor mereka.
"Rekan-rekan, silahkan istirahat dulu. Sambil menunggu Nasi dan gorengan datang. Saya sudah menghubungi Mbak Andini untuk kesini mengantar pesanan," ucap Pak Hendra (51 THN) seorang mandor yang baru saja kembali dari lapangan terlihat melangkah masuk ke dalam rumah.
Adam yang baru saja meletakkan tasnya di dalam kamar kembali keluar. Lantas menyapa pria tinggi dengan kumis tipis di atas bibirnya.
"Selamat malam, Pak..." Adam menyapa seraya tersenyum. Laki-laki di hadapannya pun langsung membalas senyum itu dengan penuh semangat.
"Wahhh, yang di tunggu.... akhirnya datang juga." Terkekeh sembari menjabat tangan Adam. "Apa kabar? Lama nggak satu proyek dengan Saya."
"Haha... Alhamdulillah, Pak. Baik. Saya baru selesai proyek sebelah, dan libur sebulan. Jadi baru bisa gabung." Adam terkekeh.
"Laris manis kamu, ya! Yang kaya gini patut di contoh nih... dukunnya siapa?" tanya pak Hendra bercanda. Sementara Adam hanya terkekeh. "Istirahat dulu, Dam. Sebentar lagi yang nganter kopi dan gorengan datang, kok."
"Iya, Pak." Tersenyum, lalu masuk lagi ke dalam kamarnya hanya untuk mengambil handuk.
Di dalam, Adam mendapati teman satu kamarnya sedang tengkurap diatas kasur tanpa ranjang. Tangannya yang gelap amat lincah mengetik sesuatu dari kolom Chat pribadinya.
"Nang!"
"Hemmmm?" sahutnya tanpa menoleh.
"Nggak mandi dulu?"
"Nggak, aaahhh! dingin." Pria itu masih asik berkirim pesan dengan seseorang. Walau sepersekian detik berikutnya menoleh kearah pria yang sedang mengeluarkan perlengkapan mandinya dari dalam tas. "Dam, lihat deh..."
"Apa?" Pria yang sedang berjongkok di dekat kasur lantai mencondongkan tubuhnya.
"Cantik, tidak?" tanyanya sambil memamerkan foto perempuan dengan tubuh yang lumayan berisi. Menggunakan jaket denim, dengan rambut lurus yang di semir kemerahan.
"Lumayan... siapa lagi, tuh?"
"Kenalan ku di proyek sebelumnya."
"Loh, tapi agak lain sama yang kau perlihatkan waktu itu."
"Yang waktu itu mah, Fitri. Ini Yani, beda lagi–" jawabnya sambil tertawa. "janda baru empat bulan," sambungnya kemudian.
"Setan alas! Kadal buluk ini, banyak kali ceweknya. Ckckck..." Adam geleng-geleng kepala.
"Hahaha... Mumpung masih gagah, Dam. Kalau udah tua nggak bisa lagi."
"terserah, Kau lah!" Adam kembali fokus pada tas di hadapannya. Mencari handuk.
"Kau tahu? Dua Minggu yang lalu saja, dia habis ku ajak liburan ke Karimun."
"Terus... terus? istri tidak tanya, gitu? Pas cuti nggak balik." Tanya Adam.
"Loh, yang penting 'kan, sudah ku kasih uang kiriman dan sedikit bumbu kebohongan. Udah diem, Dia."
"Dasar..." Adam geleng-geleng kepala, dia pun melepaskan atasannya. "Aku mau mandi dulu lah, lengket!"
"Rajin sekali mandi, sih. Seperti perempuan saja," cibirnya.
"Itu lebih baik, dari pada dirimu. Item, jarang mandi, buluk, sok playboy lagi..! Mending kalo ganteng." Adam menjauh demi menghindari lemparan bantal dari Danang.
"Sialan! Mandi sana, mandi!"
"Hahaha..." sambil memegangi perutnya yang lumayan terlihat sixpack. Pria itu keluar dari kamar. Sementara ruang tamu yang lebih dekat dengan pintu kamarnya itu terlihat sepi. Namun, ia melihat seorang wanita tengah berada di ambang pintu.
Kontan Ia lantas menghentikan tawanya. Tertegun sejenak pada wanita langsing yang sedang menenteng dua kantong plastik berukuran besar.
"Assalamualaikum," sapaan lembut perempuan dengan rambut di kuncir satu itu kepada Adam.
"Wa... walaikumsalam." Adam kembali tersadar. Setelah tertegun untuk beberapa saat. Menyadari dirinya sedang bertelanjang dada. Pun segera masuk kembali ke kamar dengan gerakan secepat kilat.
Braaaaakkk! wanita dengan balutan daster se-bawah lutut yang di timpa kardigan hitam sempat terhenyak, tatkala Adam menutup pintu kamar secara tiba-tiba. Kemudian merasa bingung sambil membenarkan bawaannya yang lumayan berat di kedua tangan rampingnya.
Di dalam tentu saja Danang juga terkejut. Dia langsung menoleh kearah pintu. Laki-laki yang belum lama keluar sudah masuk kembali dan berdiri di balik pintu.
"Woy, kenapa?" tanya Danang
"Ada wanita di luar, Nang!"
"langsing?" tanya Danang, yang di jawab anggukan kepala. "Kulitnya putih bersih?" tanyanya lagi yang di jawab dengan gerakan sama. "Cantik?"
Saat pertanyaan terakhir Adam mengangguk berkali-kali. Di sanalah senyum Danang melebar. Dengan semangat ia langsung bangkit dari tempat tidur.
"Fix! Pujaan hati... Mbak Andini ku datang." Danang segera bercermin, menata rambut, sebelum melangkah mendekati pintu. "Minggir, Kau! jangan halangi jalan Abang Danang."
"Si buluk beraksi..." Adam bergeser memberikan jalan untuknya sambil mencibir. Sementara Danang tidak peduli ejekan Adam tadi.
Kembali keluar, Andi gegas menyapa Danang dengan senyumannya. Akhirnya...
Buru-buru dia menyodorkan dua kantong kresek nya. "Pak, ini?"
"Abang..." Potong Danang , menolak di panggil Bapak. Sambil menerima dua kantong keresek tadi.
"Ahh... iya. Abang Danang, maaf Dini lupa. Hehehe."
"Nggak apa-apa. Asal jangan lupa sama muka, Abang."
"Hehehe..." Andini hanya terkekeh garing.
"Duh, ketawanya... bikin hasrat Abang naik turun."
"Abang, nih! itu nasi, kopi, sama gorengannya. Tadi Pak Hendra pesannya gorengan tahu isi, sama kopi hitam. Rokoknya juga ada."
"Pesanan Abang ada nggak?"
"Pesanan yang mana, ya?" Dini bingung, "Maaf, soalnya tadi Pak Hendra cuma pesan itu."
"Pesanan Abang, ya hati mu," ledeknya sebelum tertawa.
Mendengar itu Andini menghela nafas lalu geleng-geleng kepala.
"Istighfar, Buluk! Inget, tuyul mu tiga di rumah...," seru Adam sembari keluar dari dalam kamar dan berjalan cepat menghindari tatapan mematikan dari pria berkulit gelap itu.
Dini terkekeh menanggapi ucapan pria yang sudah masuk ke ruang tengah tadi.
"Anggap saja Dia jin lampu. Jangan di hiraukan."
"Ah, iya, Bang. Tapi 'kok, Dini baru lihat Mas itu. Dia orang baru, ya?"
"Iya, baru datang beberapa menit yang lalu dari Jakarta," jawabnya. Andini sendiri hanya manggut-manggut. "Yaaaaah, walaupun Si Adam itu paling tampan di tim kami. Jangan naksir, ya. Dia itu cowok alim yang setia sama istrinya. Mending sama Abang, yang single ini!"
"Hahaha. Abang Danang ini bisa aja. Ya sudah bang. Dini pamit, ya." Andini yang sudah tidak nyaman dengan pria genit dihadapannya itu gegas berpamitan.
"Ehh... uangnya mau di kasih sekalian nggak, nih?" cegah Danang.
"Sudah, kok! tadi di kasih sekalian. Sama Mas Adrian. Sebelumnya, Beliau mampir dulu ke warung.
"Bukan itu, maksudnya uang nafkah dari ku. Kali saja mau di kasih sekalian... Asiiikk!"
"Bang Danang, Ihhh! sudah lah! Dini pulang dulu. Assalamualaikum."
"Hahaha... Walaikumsalam, Sayaaaaang." Balas Danang geleng-geleng kepala. Saking senangnya menggoda Andini.
...----------------...
Selepas mandi, Adam langsung meraih gawainya. Yang sebelum ini sempat ia Charge lebih dulu.
Adam menekan-nekan layar ponselnya, mencari nama Istri ku, dan menekan tombol call setelah ketemu. Sambil menatap layar gawai. Pria itu menunggu agak lama, yang beberapa menit setelahnya senyum manis itu mengembang tatkala wajah Nesa terlihat.
"Assalamualaikum, Mas," sapa Nesa dari sebrang.
"Walaikumsalam. Sedang apa, kok lama nerima telponnya?"
"Maaf, tadi ponsel Nesa sedang di-charge, Mas. Sedangkan aku tadi lagi menidurkan Aqila."
"Loh, Qila sudah tidur, ya. Padahal Mas pengen ngobrol sama anak itu."
"Iya baru saja." Nesa merubah posisinya. "Tadi Mas Adam sampai jam berapa?"
"Habis isya, Sayang. Kalau tiba di kotanya nggak sampai tiga jam."
"Oh..." gumam Nesa.
"Sayang, Mas kangen," ucap Adam, sementara di sebrang kontan tersenyum.
"Sama, Mas. Bahkan rumah langsung kaya sepi"
"Hampa ya, tidak ada Aku. Tidak ada yang peluk kamu saat tidur."
"Hehe iya. Duh, Mas Adam. Nesa jadi sedih 'kan?"
"Kenapa kok sedih, sih?"
"Ya... jadi kangen lagi. Hmmm, sepi ini menyiksa," rengeknya.
"Ya ampun, Sayang. Biar ku peluk dari sini." Adam meraih bantalnya, lalu mendekap bantal itu erat. "Kerasa?"
"Enggak, Mas hahaha..."
"Bayangin saja, Sayang."
"Udah tapi tetap tidak terasa. Huhu, pengennya tuh dipeluk langsung." Rengekan Nesa membuat Adam semakin merindu.
"Sabar, Sayang. Nanti habis lebaran 'kan, Mas libur sebulan lagi."
"Masih lama. Tapi yang terpenting mas di sana sehat-sehat, ya. Jangan nakal juga!"
"Iya... Kamu juga ya Nesa." Keduanya tersenyum di tempat masing-masing sembari memeluk bantal. Hingga helaan nafas terdengar, "sudah ngantuk belum? Kamu besok kerja, 'kan?" tanya Adam.
"Iya, Mas."
"Ya sudah, selamat malam istri ku. Mimpikan Aku, ya."
"Selalu berharap, walaupun Mas tidak pernah hadir di mimpiku."
"Hahaha... masa, sih?"
"Iya lah, jahat banget 'kan? Dalam nyata tak bertemu. Dalam mimpi pun tak mau menyambangi aku."
"Ya sudah, sekarang tidur. Nanti, Mas datang ke mimpi mu deh."
"Janji, ya ... suami ku sayang akan datang ke mimpi ku. Dan aku juga akan datang ke mimpi mu."
"Ya ampun– muaaach, muaaach. Jadi tambah kangen kamu," ucap Adam pada Nesa yang langsung terkekeh di sebrang, sebelum beberapa detik berikutnya panggilan telepon di matikan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
Nur Janah
aku udah ngerasain d selingkuhi suami waktu suami dpt proyek di Palembang sama janda punya warung juga,pdhal sebelumnya aku baca novel ini dan kejadian d aku juga.tp paling tidak tahu cara mengatasinya dari pengalaman baca novel ini,dan ini yg ketiga kalinya aku baca novel ini
2025-03-12
0
Umi Iimdaffa
bacanay sedih thor apalagi aku ngerasain rasanya jauh dari suami setahun pulang 2 kali.sedih aku tuh,takut juga
2022-06-24
0
Balkis Septya Dewi
semoga kuat" iman ya,Adam🤲
2022-03-19
0