Masih dalam suasana pagi, walaupun sudah sedikit terang namun pagi ini kabut masih nampak. Hawa dingin di pagi hari pun semakin membekukan suasana dua orang yang tengah berboncengan.
Karena kemauan mas Adam untuk menyetir, dia pun membawa laju sepeda motor milik Andini keluar dari desa tersebut melewati jembatan kecil yang hanya bisa di lewati sepeda motor saja. Menyebrangi sungai yang cukup dalam di bawahnya.
Keduanya hening, bahkan Andini pun hanya berpegangan pada kedua kakinya sendiri, entah apa yang dia rasakan. Jika di lihat dari kaca spion sepertinya dia tegang.
Melihat ekspresi wajah di belakangnya membuat Adam ingin Terkekeh, namun dia masih bisa menahannya. Lucu, Begitu pikirnya.
Gadis itu mungkin tegang karena di bonceng oleh pria asing. Ya... Sekilas terpancar raut wajah penyesalan sih di belakang. Dan sesungguhnya tidak hanya Andini saja, Adam pun sama kikuknya. Namun mau bagaimana lagi, dia harus mentransfer uang sesuai janjinya pada Aqila.
Motor sudah mulai keluar desa, tinggal sedikit lagi mereka sampai di jalan raya. Jalan ini adalah terobosan, dimana mereka bisa lebih cepat keluar jalan tidak dengan memutar yang terlalu jauh jika menggunakan kendaraan roda empat.
"Kalau lewat sini cepet ya mbak keluarnya." Tanya Adam, memecah keheningan sembari menoleh ke kiri dan ke kanan.
"Iya mas, soalnya ini jalan terobosan." Jawab Andini.
"Emmm gitu ya, sayang cuma bisa dilewati motor. Oh iya... Kita belok ke mana ini? Mau nyebrang baru tanya." Terkekeh, sama halnya dengan Andini.
"Ke kanan mas, kita ke ATM dulu saja, karena kita melewati area rumah sakit. Di sana ada beberapa bilik ATM mas."
"Oh oke lah." Adam pun mulai menarik gasnya, setelah dirasa sepi. Motor kembali berjalan sedikit dan sampailah mereka di kawasan rumah sakit.
"Di sini saja parkirnya." Ucap Andini memberi tahu, hingga Adam pun menghentikan laju motornya. Di mana Dini langsung turun. "Aku di sini saja nunggu motornya, mas masuk ke dalam sendiri. Udah kelihatan kok itu mesin ATMnya." Ucap Dini menunjuk lurus ke depan. Dimana ada empat bilik ATM bertuliskan nama dari empat bank. Bibir Adam tersungging saat melihat itu.
"Ya sudah saya masuk dulu. Maaf ya di tinggal." Ucap Adam, Andini pun mengangguk. Sementara Adam masuk dia pun menghela nafas. Rasanya seperti gugup, laki-laki itu terlihat sopan dan halus sekali. Bahkan dia sama sekali tak menggodanya seperti yang lain, sehingga membuatnya merasa senang tidak risih.
Sudah beberapa menit berlalu Adam keluar, yang langsung di sambut dengan senyum Andini.
"Sudah?" Tanya Dini.
"Iya, untung tidak ngantri seperti yang satu itu."
"Kalau yang bank itu memang sering antri mas. Karena kebanyakan orang kan lebih suka bertransaksi dengan bank itu. Kalau yang punya mas itu jarang sekali orang punya."
"Iya sih. Ya sudah, yuk jalan lagi. Sudah hampir jam tujuh ini."
"Iya mas."
Adam mulai menaiki motor milik Andini, memundurkan pelan untuk mendapatkan posisi yang pas sebelum Andini naik di belakangnya. Barulah motor itu kembali melaju, menuju salah satu pasar rakyat. Yang lumayan ramai. Dini memberitahukan dimana motor itu harus berhenti, hingga sampai mereka ke salah satu toko penjual kopi.
Di sana, aroma kopi sudah menyeruak, aroma nikmat khas kopi membuat Adam merasa betah dan ingin menikmati kopinya.
karena memang proses sangrai dan menghaluskannya juga di toko itu, telebih dengan beberapa jenis kopinya yang nikmat, membuat toko itu cukup terkenal. Itulah yang menyebabkan toko ini ramai di kunjungi. Adam melihat-lihat, ada beberapa jenis kopi bubuk yang berada di sebuah boks-boks kaca yang berjajar. Di sana Dini mulai meminta salah satu pegawai untuk memberikannya kopi jenis Robusta.
"Berapa mbak Dini?" Pelayan itu sudah mulai membuka penutup boksnya.
"Biasa Yon, setengah kilo saja." Jawabnya.
"Nggak kurang nih?"
"Kurang kan tinggal ke sini lagi." Jawab Dini ramah.
"Iya juga ya... Kalau begitu belinya sedikit-sedikit saja, biar sering kesininya." Ledek pria bernama Yono.
"Haha..." Tertawa renyah seperti biasa.
Sementara Adam yang di sampingnya jadi ikut tersenyum, 'gadis luar biasa, padahal sepertinya semalam dia benar-benar sedang dalam masalah. Tapi pagi ini dia sudah tertawa ceria seperti biasanya. Dia pintar sekali menyembunyikan kesedihan sepertinya.' batin Adam.
Dini melakukan pembayaran lalu menghampiri Adam lagi. "Ayo mas." Ajak dia. Adam pun terkesiap, lalu mengangguk.
Keduanya berjalan dengan Adam yang berada di depan. Menuju motor mereka terparkir.
Kembali Keduanyan hening di atas sepeda motornya yang melaju, dengan suara deru motor yang menemani mereka menikmati perjalanan. Dimana mentari mulai muncul dengan cahayanya yang masih hangat.
Sesampainya di depan rumah. Adam mengeluarkan dua lembar uang ratusan ribu, "ini mbak... Tolong di terima ya." Mengulurkan uang itu kepada Dini.
"Buat apa ini?" Tanya Dini menunjuk uang di tangan Adam.
"Buat ganti bensin mbak. Kan mbak Dini sudah ngantar saya."
Terkekeh... "Ya ampun, apaan sih mas. Nggak usah. Kita keluar itu tidak menghabiskan satu liter bensin. Sudah tidak usah." Dini geleng-geleng kepala lalu kembali naik ke atas motornya menolak uang dari Adam.
"Eh mbak... Jangan gitu, ambil... Ayo ambil. Saya tidak enak jadinya."
"Kalau tidak enak, ya kasih ke kucing mas. Hahaha" Gadis itu sudah menghidupkan mesin motornya.
"Jangan gitu mbak... Terima ini."
"Nggak... Nggak mas, serius. Saya nggak mau." Dini tetap menolak.
"Ya ampun... Kalau begitu terimakasih banyak ya." Seru Adam.
"Yaaaa–" saut Dini dengan motor yang sudah melaju meninggalkan Adam yang masih berdiri di depan rumah dinasnya. Sementara senyum itu mengembang. Toni pun memukul bahunya membuat dia terperanjat.
"Luar biasa ya, baru kamu kayanya yang bisa naik motor Andini terus ngeboncengin dia. Kayanya aku harus pakai cara yang sama ini." Ucap Toni yang sudah siap dengan atribut konstruksinya.
"Bicara apa sih..." Adam hanya terkekeh lalu berlari kecil masuk kedalam rumah dinas mereka.
Guna mandi dan bersiap, lalu kembali berjalan menuju tempat proyeknya.
Lagi... hari baru pun di mulai, dia kembali menyalakan mesin excavatornya, lalu mulai mengeruk tanah yang sudah menggunung di hadapannya, memindahkan beberapa ke dalam truk yang ada di dekatnya.
Hari ini entah mengapa dia jauh lebih bersemangat dari biasanya, mungkin karena telah mengirimkan sejumlah uang untuk putrinya. Semoga hari ini anak dan istrinya itu bisa bersenang-senang, ya walaupun harus menunggu sampai Nesa pulang kerja sih.
Yang penting dia merasa bahagia, hal sederhana yang membuat seorang Kepala rumah tangga itu merasa senang yaitu ketika bisa mencukupi kebutuhan istri dan anaknya, dan ketika mereka bisa senang-senang dengan hasil kerja kerasnya, di situlah rasa bangga pada diri sendiri pun muncul.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
novi 99
ingat Adam ... bini masih cantik dan anak pun cantik serta ceria .... ingat perjuangan untuk dapati istrimu lebih sulit maka harus di pertahankan... yang mudah didapat itu murahan
2022-12-05
0
Al Ziqri Cyankmama
inilah ngak enaknya punya suami kerja jauh' selain kita jablai,suami pun ahh nggak kuat godaan sealim apapun,berat deh pokoknya, Karna suamiku pun kerja merantau
2022-04-18
0
Arninyon
semoga semangat adam bukan karena yg lain..
2022-03-23
0