Suasana hati Adam hari ini sudah lebih baik. Bahkan senyum itu tiba-tiba tersungging Begitu saja pada Danang yang baru keluar dari dalam bilik kamar mandi.
Entahlah seolah rasa bahagia yang melebihi apapun tiba-tiba menyeruak di dalam lubuk hatinya, pria itu mengacak-acak rambut Danang yang basah, sembari terkekeh riang masuk ke dalam kamar mandinya. Sementara yang di perlakukan seperti itu hanya geleng-geleng kepala.
"Sepertinya dia punya kepribadian ganda." Gumam Danang merasa ngeri sendiri. Bagaimana tidak, semalam dia seperti pria kesetanan di dalam kamar, bahkan Danang sendiri saja tidak berani masuk.
Dan ketika kembali dari mencari angin, suasana hatinya sudah membaik. Apalagi pagi ini. Dia pun langsung saja jalan keluar dari area dapur itu, menuju kamarnya sendiri.
Meninggalkan pria yang dengan riangnya itu bersenang-senang di dalam bilik kamar mandinya.
Suara siul-siul dari dalam kamar mandi, berbarengan dengan suara gemericik air yang di siramkan ketubuhnya menggunakan gayung, sudah menandakan jika pria itu kini tengah bahagia.
Ya benar. Adam merasa lega, Nesa sudah tidak ngambek lagi.
Dan sepertinya ada hal lain sih. setelah perbincangan semalam dengan Andini seolah Membuatnya semakin merasa senang, entahlah... Gadis itu enakan sekali untuk menjadi teman ngobrol. Bahkan sangat nyambung bagi Adam.
Dan setelah urusan bebersih itu selesai Adam kembali masuk ke dalam kamarnya, ada empat orang yang tengah libur hari ini,
Dan sisanya, termasuk Adam masih bekerja. Karena pembagian waktu libur tidak melulu sama di hari Minggu. Terlebih proyek sedang di kebut, jadi mereka harus bekerja secara bergantian.
Adam menyisir rambutnya di depan cermin, lalu menoleh ke arah Danang yang sedang melakukan Vidio call dengan kekasih gelapnya itu, sembari memeluk bantal.
Dan yang di lakukan Adam hanya diam saja sembari geleng-geleng kepala, hingga dia pun keluar.
Di mana dia sudah siap dengan sepatu boots di tangannya sebelum berangkat ke proyek. Melangkah mendekati sofa di ruang tamu, ada beberapa orang juga yang tengah mengobrol di sana dan ada juga yang baru selesai mandi atau mungkin berlalu lalang, sembari menenteng rompinya.
Hingga datang seorang wanita yang sudah mereka tunggu sedari tadi.
"Assalamualaikum." Seru Andini di depan pintu, yang seketika itu pula membuat senyum Adam merekah. Dengan dress batik sebatas lutut, dan rambut yang di gerai, Dini nampak lain di mata Adam, ya... Seperti lebih segar saja di pandang.
"Duh... Si cantik datang." Goda salah satunya yang langsung menghampiri dan meraih Katong kresek berisi gorengan tempe di dalamnya, serta nasi bungkus di kresek yang lain.
Pandangan Andini terarah pada Adam, menatap pria yang tengah mengangguk sekali menyapa dia sembari tersenyum. Andini pun membalas itu.
Dan setelah urusan mengantarkan makanan itu selesai Dini pun keluar, dimana Adam langsung saja menyusul ketika dia mengingat sesuatu.
"Mbak Dini tunggu–" seru Adam yang berjalan cepat menghampiri setelah beberapa langkah gadis itu menjauh dari rumah Dinas.
"Iya mas."
"Ini semalam berapa ya?" Tanya Adam sembari mengeluarkan dompetnya.
"Ya ampun, aku kan bilang nggak usah."
"Eh... Jangan bilang nggak usah."
"Duh, orang cuma tujuh ribu ini."
"Tujuh ribu juga uang kan?" Adam menyerahkan uang pecahan sepuluh ribuan. "Ambil saja kembaliannya mbak."
"Kok gitu, ini saya ada kok." Ucap Dini yang hendak memberikan kembalian pada Adam.
"Nggak usah mbak... Serius. Ya sudah aku duluan ya."
"Iya mas... Makasih ya."
"Sama-sama." Tersenyum. Adam pun berjalan lebih dulu, meninggalkan sepasang mata yang masih saja menatap dia dengan lain. Entahlah apa yang ada di pikiran Andini saat ini yang pasti dia merasa senang saat ini, mengingat pria itu baik sekali mau mendengarkan curhatannya.
***
sudah lewat dua Minggu...
Siang ini, Dini tengah bersiap menanti beberapa pekerja proyek untuk satap siang mereka.
Dengan beberapa gorengan yang baru saja matang ia letakkan di atas nampan plastik di atas meja. Hingga ketenangan itu pun berubah, saat suara kenalpot yang ia kenal berhenti di depan warungnya.
Terlihat tatapan tidak suka terarah pada pria bernama Seno. Dini pun memalingkan wajahnya, fokus pada gelas basah yang tengah ia keringkan menggunakan lap piring.
"Din...!" Panggil Seno pada Dini yang hanya diam saja. "Hei...! Tuli kau ya?"
"Apa?" Menjawab dengan nada berusaha diperhalus.
"Anak mu butuh uang untuk beli alat lukis." Ucapnya seraya berkacak pinggang di depan pintu warung.
"Kau bilang apa? Anak ku, kalau masalah biaya kau sebut dia anak ku ya? Dia kan tinggal dengan mu, bahkan aku saja tidak kau izinkan bertemu. Seharusnya kau bisa membiayai sendiri semua kebutuhan Fika." Tutur Andini.
"Tidak tahu diri...! Tapi kau tetap ibunya kan? Kau tidak mengurus dia, bukankah hal wajar jika aku tetap meminta uang pada mu untuk kebutuhan dia?" Menunjuk kening Dini. Gadis itu pun terkekeh.
"aku tidak tahu diri kata mu? Mas Seno, jika kau tidak bisa membiayai dia, kenapa tidak kau biarkan aku saja yang merawatnya. Karena sejatinya kau lebih wajib membiayai kebutuhannya, kau itu kan bapaknya."
"Tidak usah banyak bicara ya. Lagi pula siapa suruh kau susah sekali untuk menjual rumah itu, jika kau jual rumah itu, urusan kan selesai."
Dini hanya geleng-geleng kepala, dia pun membuka kaleng uang dan menyerahkan uang sejumlah lima puluh ribu rupiah pada Seno, karena dia sudah sangat benci ketika mendengar masalah tentang menjual rumah. "Terima itu dan pergilah, sebentar lagi pelanggan ku datang. Jangan membuat keributan di sini."
Seno meraihnya dan mengangkat itu tinggi-tinggi "Hanya segini?"
"Memang kau mintanya berapa?"
"Memang kau pikir tidak ada jajan gitu untuk Fika?"
"Mas Seno? Segitu sudah cukup untuk beli alat lukis dan jajan untuk Fika."
"Kasih lagi aku tidak mau tahu."
"Kenapa kau masih saja memeras ku sih?"
Braaaaakkk.... Suara gebrakan di meja membuat Andini terperanjat, "Hei...!!! Ku bilang ini kurang, tidak usah drama di depan ku ya? Cepat kasih lagi..!" Gertak Seno dengan tatapan tajamnya.
Sementara itu tidak ada pilihan lain untuk Dini memberikan lagi uang senilai sama pada Seno. Dengan gerakan pelan ia arahkan uang itu pada pria di hadapannya.
"Kenapa kau seperti ini sih?" Tuturnya saat tangan pria di hadapannya meraih uang itu.
"Kenapa? Sudah tahu jawabannya kan? Kau yang meminta pisah dari ku, kau juga yang sudah membuat ku seperti ini."
"Seperti ini bagaimana? Apa tidak cukup untuk mu melukai ku selama ini mas?" Dini menitikkan air matanya. Hingga tangan Seno mulai mencengkram pakaian di bagian dadanya.
"Jual saja rumah itu, dan tidak usah banyak drama!!"
"Tapi itu rumah ku juga, aku yang membangunnya." Isak Dini.
Senyum seringai di bibir Seno membuat Dini ngeri. "Aku tahu kau masih mengharapkan rumah itu? Kan sudah ku kasih pilihan. Jika kau mau Fika dan rumah itu, maka kembalilah dengan ku."
"Tidak... Aku tidak mau."
"Berati kau masih ingin terus menyiksa Fika dengan kondisi kita yang seperti ini ya?"
Gadis itu menggeleng. "Keluar lah... Pergi dari sini. Tidak usah bicara lagi."
"Kau mau tahu, anak itu selalu menangis karena merindukan mu? kamu mau menyiksa batinnya sejauh apa lagi? Kau jangan egois Dini...! Anak mu menginginkan kita tetap bersama."
"Cukup..! ku bilang jangan bicara lagi... Pergi mas... Pergi dari sini." Isaknya sembari mendorong-dorong tubuh pria di hadapannya."
"Cih...!!! Dasar ibu tidak punya hati, kau lebih suka meladeni para pria proyek itu ya, pantas saja kau sudah tak berjualan bumbu lagi, kau buka jasa kamar juga kan untuk mereka?" Tuding Seno, sementara Dini hanya diam saja menatap nanar ke arah pria yang sudah menaiki sepeda motornya. "Kau ingat selalu...! Hanya ada dua pilihan, kau dapatkan semuanya dengan cara kembali kepada ku, atau kau tidak akan mendapatkan keduanya jika kau masih saja egois seperti ini."
"Hiks..." Dini kembali terisak. Sesaat setelah motor itu menjauh dari pandangannya.
'siapa yang berasalah di sini? Kenapa aku selalu berada di posisi yang sulit. Sebegitu egois dan keraskah diri mu mas Seno?' batin Dini yang merasa sesak.
Hingga suara langkah kaki membuatnya terkesiap, Dini pun mengusap air matanya cepat lalu berusaha tersenyum pada pria yang tak lain adalah Adam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
Aluh Alvrida
Aku suka cerita novel ni..bagus banget aku sampe baca tiga kali/Angry//Angry//Angry/
2024-09-05
0
adning iza
sperty mulai pgin nimpuk adam dlu ato dini dlu nihh
2023-11-03
0
novi 99
jangan jadi pahlawan kesiangan Adam ... ingat nanti bini mu di perhatikan orang.
2022-12-05
0