Malam semakin larut, kopi milik Adam masih tersisa separuhnya. Dan bahkan kopi itu sudah mulai dingin tidak panas lagi, saking asiknya mengobrol.
Ya... Malam ini, Adam lebih banyak membuka suara.
Bahkan Andini saja turut larut dalam percakapan mereka. Yang mulai melebar.
Menyeruput lagi kopinya, lalu meletakkan gelas itu. "Maaf nih mbak... Sebenarnya, waktu itu saya melihat seorang pria tengah memaki. Apa itu mantan suami mbak?"
"Hah...! Kapan? Apa satu Minggu yang lalu? Jadi itu masnya ya?" Memberondong.
"Iya mbak..." Garuk-garuk kepala.
"Jadi masnya mendengarkan percakapan ku dan dia?"
"Emmm nggak banyak sih, sedikit. Jadi benar dia mantan suami mbak Dini?"
"Iya..."
"Oh..." Pria itu manggut-manggut, sembari meraih gelas kopinya.
"Ya... Dia adalah pria yang bisa di bilang, sudah meracuni tubuh saya selama ini." Gumam Andini. Membuat Adam urung menyeruput lagi kopinya, dia pun kembali meletakkan gelasnya. "Dari awal aku menikah dengannya. Lalu memiliki anak, dan bahkan sampai akhirnya saya memutuskan untuk bercerai dengan pria itu. Dia seperti menganggap ku bak sapi perah... Aku bekerja banting tulang, demi mencukupi kebutuhan sehari-hari kami. Namun tetap saja, aku masih salah di matanya."
Adam beranjak, menggeser sedikit posisi duduknya, dengan cara menarik bangku panjang tersebut. Lebih mendekat ke arah pintu warung milik Andini. Dimana gadis itu duduk di dekat pintu itu juga.
Sepertinya dia merasa tertarik dengan cerita Dini. Gadis itu pun sedikit terkesiap, lalu tersadar sembari menggeleng cepat.
"Emmm, maaf aku kok jadi cerita ya?" Terkekeh.
"Teruskan mbak." Potong Adam.
"Tapi?"
"Nggak papa. Jujur saya juga sedang ada masalah, mungkin bisa saling cerita dan saling kasih solusi" Lanjut Adam.
"Be... Begitu ya? Memang masnya itu sedang ada masalah apa?"
Adam tersenyum "adalah mbak.... Eh ngomong-ngomong mbak Dini, dari tadi ngomong masnya terus? Memang mbak belum tahu nama saya ya?"
Andini terkekeh, "Belum tahu mas, soalnya mas jarang bicara dengan saya kan? Jadi belum tahu nama masnya, cuma sering dengar yang lain bilang Dam... Dam gitu hehehe."
"hahaha... Nama Saya itu Adam, mbak."
"Oh... Mas Adam. Iya saya inget-inget deh." Terkekeh bersama.
"Jadi bagaimana?"
"Apanya?" Andini gugup.
"Hahaha... Maksudnya lanjutan ceritanya."
"Oh... Ya ampun haha... Ya gitu lah mas. Intinya saya sering terluka karena perlakuan dia. Sampai akhirnya saya memutuskan untuk bercerai."
"Tapi kalau boleh tahu, apa dia selalu kasar seperti itu?" Tanya Adam.
"Iya mas, bahkan aku pernah. Di cekiknya kala dia pulang dalam kondisi mabuk."
"Di cekik? Kok bisa?" Tanya Adam.
"Itu karena sebab dia tengah marah padaku, karena aku tidak memberikan modal untuknya."
"Modal apa? Masa iya perempuan yang memberikan modal ke laki-laki sih?"
"Memang seperti itu dia mas. Jadi, mantan suami ku itu pernah jualan sembako juga, namun karena dia itu tidak bakat berdagang. Dan hobi judi onlinenya itu sangat kuat, maka dari itu modal seberapa pun pasti habis mas." Jelas Andini. "Nah, saat itu kami malamnya sempat bertengkar hebat masalah hutang dia dan penghasilan yang tidak jelas. Karena dia selalu meminta modal dari ku. Dan karena kesal dia pun pergi, tidak pulang semalaman. Lalu saat aku pulang dari masjid, dia sudah duduk di kursi ruang tamu dengan tatapan mengerikan, di tambah tubuh yang sempoyongan. Aku tahu dia mabuk mas."
"Jadi, dia pemabuk juga?" Tanya Adam semakin tertarik.
"Iya mas.... Dan entah apa, tiba-tiba saja dia mencekik leher ku. Saat itu aku sudah pasrah saja, hingga suara teriakan anak perempuan ku membuat dia menghentikan aksinya. Lalu masuk ke kamar kami sembari membanting pintu kamar itu. Sementara aku hanya bisa menangis, dengan tubuh yang gemetaran serta kaki yang lemas akibat ketakutan berlebih."
"Ckckck... Suka heran saya sama laki-laki yang kasar seperti itu terhadap wanita."
"Mungkin karena saya nggak menarik untuknya." Ucap Andini.
"Kalau tidak menarik baginya kenapa di nikahi? Bukannya menikahi lawan jenis itu karena adanya rasa ketertarikan ya?"
"Entahlah mas... Sudah lah jangan bahas lagi. Saya jadi semakin tidak enak."
"Tidak apa-apa mbak... Saya senang kalau mbak mau bercerita." Adam menghabiskan kopinya dalam sekali teguk, lalu menggenggam gelas kosongnya.
"Kalau mas Adam sendiri, kelihatannya sayang sekali ya sama istrinya?" Tanya Andini.
Adam mengangkat kepalanya menatap Andini, lalu terkekeh. "Kata siapa? Memang mbak Dini tahu apa saya orangnya Seperti apa?"
"Kelihatan, soalnya mas setiap makan siang pasti telfonan dulu sama istrinya."
"Ya... Tapi. Saya juga sebenarnya keras juga mbak." Ucap Adam. "Malam ini saja saya bertengkar dengannya."
"Oh... Pantesan galau." Andini tertawa, kini dia terlihat lebih lepas.
"Kamu tuh ketawanya seperti anak kecil sekali ya mbak, renyah gitu hahaha."
"Mas Adam nih bisa saja..."
Keduanya tersenyum... Adam pun menyerahkan gelas kosong itu pada Andini, lalu beranjak. "Berapa mbak, kopi sama kacang telurnya dua bungkus." Tanya Adam sembari merogoh kantongnya.
Namun sepertinya ada yang berubah, tampang Adam tiba-tiba saja pias.
"Waduh... Aku tidak bawa dompet ya?"
"Hahaha... Sudah mas. Tidak apa, yang ini gratis deh."
"Eh... Jangan mbak, jangan gratis. Besok deh aku bayar ya." Bantah Adam menolaknya untuk di gratisi.
"Nggak usah mas, serius."
"Nggak...nggak pokoknya besok ku bayar. Ya sudah maaf banget mbak beneran."
"Iya mas Adam santai saja."
"Emmm, jadi malu saya ini. Bisa-bisanya nggak bawa dompet." Menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Hahaha... Di bilang tidak apa-apa. Santai saja sih."
"Ya sudah deh... Makasih banyak ya. Mbak Dini."
"Iya mas. Sama-sama." Andini masih memeluk gelas kosong bekas kopi milik Adam itu, seraya memperhatikan pria yang sudah melenggang pergi dengan senyum tersungging sebelumnya, menjauh dari warung tersebut.
***
Pagi pun datang, setelah semalaman Nesa mematikan ponselnya. Dia pun menyalakan kembali, dimana puluhan pesan dari Adam yang tengah meminta maaf kepadanya membuat Nesa tersenyum.
Memang seperti itu kan? Pertengkaranan antara suami istri itu adalah hal lumrah. Dan biasanya akan cepat membaik, lebih-lebih wanita. Tidak perlu pria berlutut di hadapannya, terkadang hanya ucapan minta maaf di ponsel saja sudah cukup membuat hati seorang istri luluh.
Hingga ponsel pun berdering... Nesa masih sedikit ragu untuk menerima panggilan telepon dari Adam, namun karena dia tidak ingin berlarut-larut dalam masalah sepele ini. Nesa pun menekan tombol terima.
"Assalamualaikum..." Sapa Adam, suaranya lebih halus. Tidak seperti semalam.
"Walaikumsalam mas." Jawab Nesa.
"Kamu masih marah ya? Maaf ya sayang." Ucap Adam membujuk, Nesa pun menutup mulutnya tersenyum. "Nes? Maaf ya."
"Iya."
"Aku tidak akan melarang mu kok, kalau kamu mau kuliah lagi. Aku akan membiayai mu."
"Nggak usah mas. Gaji ku cukup kok." Jawab Nesa.
"Ya aku tahu, gaji ku tidak sedikit. Mas kan bilang, uang mu di simpan saja buat yang lain. Dan kuliah mu biar mas yang bayar."
"Iya..."
"Nesa?"
"Iya mas Adam."
"Jangan marah lagi ya?"
"Nggak... Asal mas Adam jangan marahi Nesa lagi."
"Ya tergantung Nes... Kalau kamu salah, mas pasti marah. Sudah lah jangan bahas masalah kemarin. Yang pasti mas ingin kamu janji untuk tidak mengabaikan Aqila ya. Boleh kuliah sambil kerja. Cuman prioritas mu tetap harus Aqila... Mau janji kan sama suami mu ini?" Tanya Adam.
"Iya mas... inshaAllah." Jawab Nesa merasa senang setelah mengantongi izin dari sang suami dia pun merasa lega sekarang.
Hingga ke-duanya masih melanjutkan mengobrol basa-basi, membahas apapun yang ada. Termasuk hal-hal intim yang hanya Adam dan Nesa saja yang tahu.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
novi 99
Andini gelas aja sampai di peluknya , ingat Adam laki orang gak etis rasanya Andini buka aibnya sendiri... minta dikasihani sama pria lain , ingat siapa si Adam ....
Adam dari operator alat berat berubah jadi ibu rumpi.
2022-12-05
0
Al Ziqri Cyankmama
semua perselingkuhan berawal dari curhat sama teman, curhatan, hati hati jangan sembarang aman curhat
2022-04-18
0
Hertjina Saselah
klu sama istri intim secara online
...tapi klu sama andini intim secara live..... ya kan ya kan ya kannnnnñ
2021-12-07
0