Mentari baru saja muncul dengan cerah. Cuaca yang pas untuk Vanessa mengawali harinya pagi ini. Beruntungnya ini adalah hari Minggu, jadi ia bisa meluangkan waktu yang tersisa semaksimal mungkin sebelum mengantar suaminya menuju bandara.
Di atas meja sudah terhidang menu sederhana untuk sarapan keluarga kecil itu. Gambaran kesempurnaan terlukis jelas dari tawa sepasang suami-isteri yang tengah fokus pada makanan di piring masing-masing. Disela-sela riuhnya gesekan sendok dan piring keramik. Qila berceloteh menceritakan tentang teman-temannya, atau mungkin mainan barunya. Seperti tidak kehabisan kata-kata, anak itu masih saja mengoceh dengan ucapan yang tidak jelas.
Sesekali Adam menarik pipi Qila gemas. Anak itu memang selalu membuatnya merindu, selain Nesa itu sendiri.
Hingga matahari semakin bergeser ke tengah, tepat selepas dzuhur Adam sudah siap dengan pakaian yang rapi. Laki-laki dengan tinggi 182 cm itu tengah menyemprotkan parfum ke tubuhnya sendiri di depan cermin.
Sreeeeeeeeek... Suara resleting tas yang di tutup. Setelah Nessa memasukan semua keperluan penting Adam ke dalam tas selempang. Wanita itu mengalihkan pandanganya pada Sang suami.
"Semua sudah dimasukan ke dalam tas, Mas."
Dari pantulan cermin, terlihat Adam tersenyum padanya.
"Terima kasih, Sayang," jawabnya singkat. Pria itu kembali fokus pada rambutnya.
Nessa beranjak, kemudian mendekat dan memeluk Sang Suami dari belakang. Perasaan sedih yang acap kali muncul jika suaminya hendak berangkat ke tempat rantau. Memang selalu membawa ketidaknyamanan di hati wanita semampai dengan rambut di kuncir ekor kuda.
"Mas wangi, ya?" Adam mengusap-usap tangan Nessa di pinggangnya.
"Masih kangen sama kamu, Mas..." Tak menanggapi pertanyaan Adam sebelumnya. Nesa bersungut manja di punggung Sang suami.
"Hehe... salah sendiri, kenapa tadi pagi di ajakin lagi tidak mau. Berat 'kan sekarang melepasku?" Adam melepaskan pelukan Nesa, lalu balik badan menghadap sang istri. "Semangat, dong. Hanya sekitar tujuh sampai delapan bulan 'kok aku perginya."
"Mau empat bulan, atau bahkan hanya satu bulan. Tetap berat untukku, Mas. Apalagi ini sekitar tujuh sampai delapan bulan?" Nesa terus memajukan bibirnya.
"Iya maaf, mau gimana lagi. Proyeknya kali ini lama, Sayang. Soalnya habis dari kota A langsung pindah ke kota B, jadi nanti lebaran Aku bisa di rumah. Berdoa saja, saat sebelum pindah ke Kota B. Aku bisa pulang dulu buat mengobati rindu. Walau hanya lima hari."
"Huuuuhhh..."
"Jangan gitu dong, Nessa. Aku jadi berat ninggalin kamu, nih. Biasanya kamu nggak gini."
"Ya mau bagaimana lagi? aku sudah lelah LDR-an, Mas." Nesa merapikan kemeja yang di pakai Adam karena dua kancing teratas bajunya belum tertutup. "Aku ingin, Kau bekerja di dekat sini, dan pulang setiap hari." Wanita itu sedikit berjinjit hanya untuk mencium bibir suaminya. Selama beberapa detik, Adam membalas itu sambil memeluk lingkar pinggang isterinya.
Setelah puas ******* bibir isterinya. Adam melepaskan dengan gerakan pelan, sambil matanya terarah sayu pada Nessa. Andai saja pesawatnya tidak take off dua jam lagi. Mungkin dia akan melampiaskan hasratnya sekali lagi.
"Mas, janji jangan macam-macam ya," pinta Nessa sebagai amanahnya selama Adam di perantauan. Laki-laki itu mengangguk pelan. "Janji?"
"Iya Sayang. InshaAllah... Kamu udah ribuan kali bahkan tak terhitung loh mengamanahkan ini." Adam terkekeh agar isterinya tak tersinggung. Padahal dia sendiri juga sebenarnya agak bosan terus menerima amanah yang sama secara berulang.
"Wajar aku seperti itu, Mas. Suami ku ini tampan. Pasti banyak yang suka. Takutnya nanti Mas nyeleweng bagaimana?"
"Hahaha, Mas itu kerja di daerah lumayan terpencil. Mau nyeleweng sama siapa? Kunti? Yang ada-ada saja."
"Gadis desa yang cantik mungkin, 'kan bisa jadi—" timpalnya tak mau kalah.
"Nesa, yang di kota saja tidak pernah bisa menggodaku... apalagi gadis desa? Jangan suka nonton drama yang seperti itu. Gadis-gadis desa juga rata-rata sudah punya keluarga. Lagi pula, yang harus ku khawatirkan itu justu kamu. Di tempat kerjaku udah ketahuan. Rata-rata bapak-bapak kumel kaya aku. Sementara kamu? Yang kinyis-kinyis pasti banyak di katormu, tuh."
Adam menyerang balik hingga meletupkan tawa lepas di bibir Vanessa sambil menepuk dada suaminya.
"kinyis-kinyis apaan sih! tidak ada yang lebih tampan dari Mas Adam."
"Iya di sini. Kalau udah di tempat kerjamu beda cerita." Adam mencibir. Berlagak cemburu dengan cara mengerucutkan bibirnya juga. Hingga Nessa yang gemas langsung mencubit pipinya.
"Bisa aja kamu mengalihkannya, ya!" protes Nessa yang di selingi tawa.
"Mengalihkan apa? Isteri suka gitu tuh... paling nggak mau di sudutkan balik. Giliran memojokan suami paling semangat."
Nessa melotot. "Udah Mas. Nanti kesiangan... Ayo berangkat."
"kan mengalihkan?" Adam menyambar bibir Nessa yang kembali tertawa sebentar sambil menjawil bagian kenyal isterinya. Setelah itu Beliaupun bergegas keluar setelah memakai jaket plus tas selempangnya.
–––
Di bandara...
Keluarga kecil itu sedang menunggu panggilan untuk para penumpang pesawat Boing XX. Nampak dari kursi tunggu, keduanya terus mengawasi tingkah Qila yang terus berlarian kesana-kemari. Di selingi teriakan Nesa sesekali tatkala Aqila berlari terlalu jaug. Hingga terdengar sebuah pengumuman bagi para penumpang, agar segera memasuki pintu keberangkatan.
Sebelum berpisah, Adam mengangkat tubuh Qila, menciumi pipinya berkali-kali.
"Ayah berangkat dulu, ya, Sayang. Jangan rewel, nurut sama Ibu. Besok lebaran kita jalan-jalan lagi."
"Janji, ya, Ayah! Ayah cepet puyang, ya. Beyi ainan tama jajan. Ayah! Ayah! Itu..." Qila mendekati telinga sang ayah. "Qila au adik aya adil," bisiknya kemudian, hingga mata Adam membulat lalu tergelak.
"Kalau itu sih Qila harus minta sendiri pada Ibu."
"Apa kata dia, Yah?" Tanya Nesa penasaran.
"Ibu di kasih tahu, tidak?" tanya Adam pada Qila. Gadis kecil itu pun mengangguk malu-malu. Adam sendiri gegas mencondongkan tubuhnya mendekati Nesa. "Anak mu minta adik katanya."
"Aaaa... ya ampun anak ini." Keduanya tertawa.
"Ya sudah, aku berangkat dulu." Di kecuplah pipi dan Kening Nesa, lalu menurunkan tubuh Qila. Sebelum melangkah masuk ke pintu keberangkatan sembari melambaikan tangan.
Nesa menghela nafas, menatap punggung pria tinggi dan kekar itu semakin menjauh masuk menuju pintu pesawatnya. Dengan harapan, laki-laki itu pulang tetap membawa kesetiaan. Ya, Nessa mempercayai kesetiaan suaminya itu di rantau sana.
"Pulang yuk, Sayang? Atau mau jalan-jalan kemana dulu kita?" Tanya Nesa pada sang putri demi menyemangati dirinya juga.
"Ainan... Itu, uda," jawab Qila semangat. Nessa yang paham langsung mengangguk.
"Okay... yuk, berangkat." Keduanya pun melangkahkan kaki keluar dari Bandara tersebut sembari bergandengan tangan.
***
Di sebuah bandara Hasanuddin Makassar.
Dia sudah di tunggu dua orang temannya yang di minta atasan untuk menjemput. Sebelum mereka menuju ke salah satu kota X yang cukup jauh karena bisa memakan waktu sekitar lima jam perjalanan darat dari kota.
Mereka memutuskan untuk beristirahat di rumah makan terdekat, menikmati makan khas Makassar. Sebenarnya perjalanan dari Jakarta ke Makassar tidak membutuhkan waktu lama, sehingga Adam masih merasakan kenyang karena santap siangnya tadi. Namun demi menghormati teman-temannya dia pun mengikuti
Setelah selesai mengisi perut. Mereka langsung tancap gas menuju lokasi proyek. Sepanjang jalan dua orang yang duduk di depan terus bercerita tentang lokasi tempat mereka bekerja. Dimana lokasinya cukup jauh dari kota, dan sebelumnya mereka harus melewati beberapa desa sampai ke titik tempat proyek itu berjalan.
"Eh... tapi, Dam! meski sedikit di pedalaman. Saya tuh betah loh di sini. Ada mbak janda cantik soalnya. Hahaha," kelakar Danang.
"Janda yang mana, nih?" Toni yang tengah mengemudi menanggapi sembari terkekeh.
"Itu loh, yang suka buatin kita kopi sama nasi bungkus."
"Oh hahaha... tahu saja yang paling bening Si Paijo." Toni tergelak
"Ckckck, kalian ini, ya. Inget anak isteri. Kamu juga, Nang? Anaknya sudah tiga loh," Adam menanggapi sambil terkekeh.
"Dam, punya anak dan isteri itu di rumah. Kalau di tempat rantau. Kita itu bujangan. Bukan begitu, Ton?" Danang menepuk pundak Toni. Yang di balas acungan jempol.
"Percuma kita pengaruhi Dia, Nang. Adam itu kuat imannya. Tidak mungkin tergoda cewek manapun. Maklum lah, Mbak Nesa saja sudah cukup untuknya hahaha," timpal Toni.
"Hei, Ton! Dia belum bertemu saja sama Mbak Andini jadinya begitu."
"Betul!" Toni setuju.
"Kau harus liat nanti, Dam. Beeeeeh....! bohai bukan main. Kulitnya putih bersih. Manis senyumnya. Duuuhh, kalah istri ku yang di rumah. Andaikan Dia mau tuh, di ajak...?" Danang menoleh ke arah Toni.
"Paham aku isi otak Kau, nih..." Toni tertawa lepas yang di ikuti Danang, adapun Adam hanya tertawa kecil sambil geleng-geleng kepala.
"Semalaman suntuk pun aku siap, Ton," ucap Danang masih dengan tawanya. Yang di bahas anggukan kepala Toni menyetujui.
"Dasar otak mesum kalian berdua, ya? Inget dosa, woy!" Adam memukul kedua bahu teman satu timnya itu, sembari terkekeh.
"Kau belum pernah ngerasain jatuh cinta ke wanita lain ya, Dam?" Tanya Danang masih terkekeh.
"Iya lah, Dia 'kan dari pacaran sampai nikah cuma sama satu wanita itu," sahut Toni menimpali.
"Nggak bosen tuh, cuma begituan sama satu wanita saja?" goda Danang. Mencoba untuk memancing.
"Kayanya masalahnya bukan di situ, Nang. Dam jangan-jangan kau itu?"
"Apa?" Adam sudah siap-siap dengan gulungan koran di tangannya. "Ku hantam kepala Kau, ya?"
Keduanya semakin tertawa brutal di dalam kendaran yang melaju dengan kecepatan sedang. Adam geleng-geleng kepala tanpa merasa kesal. Karena Dia dan teman-temannya itu memang biasa bercanda seperti ini.
Perlahan Adam menyandarkan kepalanya, sambil memejamkan mata sejenak sebelum kembali terbuka seraya menoleh ke samping jendela. Dimana pemandangan asri penuh dengan pepohonan pinus yang berjajar teratur. Di tambag udara yang sejuk sudah mulai memanjakan mata dan pikirannya. Tatkala mobil memasuki area perhutanan. Mereka hanya melalui area itu sekitar satu setengah jam, sebelum bertemu kawasan pemukiman lagi.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
Ai0284
wah hati dengan ucapannya para laki2 yang sudah beristri.sudah punya istri tapi ngakunya bujangan bisa jatuh talak itu sih yang pernah saya dengar dicermah.
2022-10-03
0
Arninyon
itulah teman bila teman itu baik akan membawa kebaikan pada kitabegitupun sebaliknya..
2022-03-22
0
Balkis Septya Dewi
Adam harus kuat" di iman ya,Thor🤲👌
2022-03-19
0