Bahkan sampai mas Adam sudah mulai bekerja, dia lebih sering mengirim uang dengan nominal yang lumayan kepada Nesa.
Dan setiap kali mereka bertemu lagi, Nesa selalu memberikan laporan keuangannya itu pada Adam.
"mas mau tahu tidak, sudah berapa uangnya? Aku belum menghitungnya loh selama ini."
"Jangan di hitung biarkan saja."
"Kalau ada yang hilang bagaimana?"
"Ya nggak papa..." Jawab Adam, dan Nesa pun mengiyakan. hingga empat tahun berlalu, tabungan itu sudah mencapai lebih dari dua puluh lima juta, karena itu uang kertas, Nesa juga tidak berani menyimpan itu terlalu lama dia pun memindahkannya ke bank, bersamaan dengan uang yang di kirim mas Adam untuknya.
Hingga suatu ketika, Adam pun bertanya pada Nesa tentang tabungan dia itu. Lalu diserahkannya sebuah buku tabungan dari bank. Melihat nominalnya Adam tersenyum.
"Kau memang pintar menyimpan uang ya." Puji Adam senang.
"Iya lah, lagian mau buat apa coba? Lagipula yang ini kan bukan hak ku."
"Kok gitu, padahal kalau kamu mau pakai untuk kebutuhan mu, aku nggak masalah tuh."
"Nggak ahh..."
"Kenapa?"
"Ya nggak apa-apa, masa aku mendustai kepercayaan mu."
"Kamu ini." Adam menarik pipi Nesa gemas.
"Duhhh sakit..." Terkekeh manja. "Oh iya, uang ini mau buat apa sih mas?"
"Buat apa ya?" Adam melirik ke kiri dan ke kanan. "Aman nggak ya? Buat melamar mu sayang." Adam memeluk tubuh Nesa.
Gadis itu Terkekeh, saat Adam memeluknya. Krieeeeeet. Keduanya terperanjat dengan Adam yang langsung bergeser lumayan jauh, saat suara pintu kamar neneknya Adam terbuka.
Ya mereka berkencan lebih sering di rumah Adam, karena cari amannya saja. Maklum mereka belum dapat Restu dari orang tua Nesa, lebih-lebih keluaga Adam notabene adalah seorang pedagang sembako di pasar, jadi di rumah itu sepi dan hanya ada neneknya Adam saja.
Nesa menganggukkan kepalanya pada nenek Adam, yang hanya tersenyum lalu berjalan masuk ke ruang tengah. Entah mau kemana sih nenek itu, yang pasti saat ini Adam kembali bergeser duduk di sebelah Nesa dan meraih tubuh mungil Nesa sembari terkekeh.
"Awas nanti nenek lihat kita, lagi mas."
"Dikit... Minta kiss di sini." Adam mengecup bibir manis Nesa sebentar. Lalu keduanya terkekeh. "Pengen cepet-cepet halalin kamu biar nggak was-was gini kalau mau cium."
Mendengar itu Nesa hanya tersenyum, lalu menunduk. "Mas, maaf ya kemarin. Nesa sempat di kenalin ke salah satu anak dari teman bapak ku." Ucap Nesa.
Deg...!
"Laki-laki ya? Hah?" Tanya Adam.
"I...iya mas."
"Sudah sempat bertemu?" Tanya Adam. Nesa pun mengangguk. "Berdua aja gitu?"
"Enggak, jadi karena mereka kan sama-sama guru, antara orang tua ku dan orang tua dia mas. Nah Si Arkan itu di bawa ke rumah ku. Dan kita kaya di suruh ngobrol berdua."
"Oh... Namanya Arkan, ngobrol berdua lagi ya? Anak kuliah juga nggak dia Kaya kamu?"
"Iya, tapi dia baru lulus S1."
"Ck...!" Mas Adam mendadak kesal.
"Mas jangan marah dulu."
"Kita kerumah kamu yuk..." ajak Adam beranjak.
"Ngapain mas? Mau apa?"
"Biar ku lamar sekalian ke bapak mu."
"Jangan...! Aku belum lulus kuliah mas. Bapak bisa marah."
"Dulu kamu takut kita ketahuan pacaran karena kamu itu memang tidak boleh pacaran kan? Sekarang, karena sepertinya bapak mu mau menjodohkan mu, berati kamu sudah boleh memberitahu kalau kamu sudah ada jodoh mu sendiri, yaitu aku."
"Mas... Mas tunggu dulu. Jangan seperti ini. lagi pula belum tentukan aku dan Arkan akan di jodohkan?"
"Apa itu namanya kalau tidak di jodohkan Nesa? Pokoknya aku akan melamar mu sekarang juga."
"Mas sabar dulu... Kalau mendadak gini aku kan belum siap."
"Belum siap apa? Karena aku hanya lulusan SMK begitu? Dan kamu jadi ragu mau nikah sama aku Nes?"
"nggak... nggak gitu... tapi kan?"
"Aku tidak peduli walaupun bapak mu mantan guru kesiswaan di Sekolah ku dulu. Aku tetap berani menghadapi beliau. Kita kerumah mu sekarang, dan aku akan melamar mu." Ucap Adam tegas.
––
Di rumah Nesa...
Ketegangan tercipta, yang tadinya ada semangat membara tiba-tiba menciut. Saat Adam sudah berdiri di depan rumah Nesa.
'pak Kurniawan itu dulu pernah mergoki ku merokok di gudang sekolah... Bisa habis ini. Dan gara-gara hukuman beliau, aku jadi kapok ngerokok lagi.' batin Adam.
"Mas, ayo masuk." Ajak Nesa yang sedikit ragu juga.
"Bapak mu ada nggak?"
"Nggak tahu, seharusnya sih sudah pulang. Tapi kok mobilnya nggak ada ya?"
"Alhamdulillah..." Gumam Adam lirih. "Mungkin saja belum pulang Nes, besok saja atau mungkin lain kali ya." Merasa lega Adam hendak menaiki motornya lagi.
Cklaaaakkk... Cklaaaakkk... Suara kunci rumah terdengar.
'apes... 😭' Adam gemetaran, dia pun kembali turun dari motornya. Dan berdiri di sebelah Nesa agak kebelakang.
"Nesa?" Panggil pak Kurniawan dengan tatapan garangnya yang tak berubah menurut Adam.
"I...iya pak?" Jawab Nesa.
"Dia bukankah?"
"Adam Riansyah pak." Jawab Nesa.
"Hmmm." Pak Kurniawan manggut-manggut, dia mulai ingat sih.
"Assalamualaikum pak Kurniawan." Sapa Adam.
"Walaikumsalam. Kamu kenapa bisa bareng anak saya?"
"I...itu?" Keduanya saling lirik.
"Maaf pak, mas Adam ini teman laki-laki Nesa."
"Kenal di mana kamu sama dia?" Tanya pak Kurniawan.
"Di... Di... Di kenalkan sama teman." Jawab Nesa lirih. Sementara pak Kurniawan hanya menatap tajam kearah Adam.
"tidak ada keperluan lain kan? Kamu boleh pulang. Dan Nesa, kamu masuk bapak mau bicara." Tutur Beliau lalu memutar tubuhnya kembali masuk kedalam rumah.
Kedua tangan Nesa saling meremas, dimana dia tahu sepertinya sang ayah tidak menyukai Adam.
"Bagaimana ini mas?" Tanya Nesa. Adam pun tersenyum lalu mengucap bismillah dan berjalan mendekati pintu rumah Nesa. Sehingga membuat Nesa semakin khawatir.
"Pak Kurniawan tunggu dulu. Maaf pak... Sungguh maafkan saya yang tidak sopan ini." Ucap Adam pada ayah Nesa yang sudah menoleh ke arahnya lagi. "Pak... Niat saya baik. Karena saya ingin meminta izin untuk menjadikan Vanesa sebagai teman hidup saya. Saya ingin menikahinya pak."
"Anak saya masih kuliah. Belum boleh menikah."
"Saya tahu pak... Saya tetap akan menunggu Vanesa sampai sarjana, tanpa menggangunya."
"Saya tidak percaya dengan mu, karena kau termasuk siswa yang sering berhadapan dengan saya dulu."
"Saya mohon, beri saya kesempatan pak, kesalahan saya pada masa itu karena saya masih remaja. Sekarang saya sudah dewasa. Saya sudah bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk." Ucap Adam meyakinkan. Pak Kurniawan pun hanya mendesah.
"Pulanglah... Sudah senja. Dan kau Nesa masuk." Titah sang ayah. Kedua mata Nesa mulai menganak, di lihatnya mas Adam hanya tersenyum lalu mengangguk kepadanya. Setelah itu dia pun berjalan keluar menaiki sepeda motornya.
"Maaf ya mas Adam." Ucapnya dengan suara parau.
"Tidak apa... Tidak masalah, besok aku akan ke sini lagi. Meyakinkan bapak mu." Ucap Adam, sembari memundurkan motornya lalu kembali menyalakan mesinnya.
"Hati-hati mas." Ucap Nesa yang di balas anggukan kepala mas Adam yang langsung membawa laju motornya. Menjauh dari Rumah Vanesa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
EndRu
ceritanya asyik ya. berasa nyata gitu
2022-03-07
0
Sulati Cus
hem... nyalinya langsung menciut😂
2021-12-12
0
Musniwati Elikibasmahulette
semangat adam
2021-11-09
0