Hari demi hari terus berganti, sore ini ketika langit sudah mulai temaram Adam kembali menghubungi istrinya. Namun ponsel Nesa tidak aktif, tidak ada kabar pula.
Bahkan sudah sedari pagi, pesan singkatnya pun tidak di buka oleh Nesa. Adam berusaha menghubungi yang lain. Sampai-sampai dia mencoba menelfon tetangganya, karena ini adalah akhir pekan, seharusnya dia di rumah kan?
Memang seperti itulah Adam, jika istrinya tak kunjung menerima panggilan teleponnya. apalagi sampai tidak ada kabar seharian, dia akan kesal.
Adam masih mencoba menghubungi nomor telepon dari tetangganya itu. Hingga akhirnya panggilan telepon pun di terima.
Setelah menanyakan Nesa, ternyata dia juga tidak tahu, dan hanya mendapatkan informasi jika sedari pukul sembilan pagi tadi Nesa pergi dan belum kembali.
Adam pun semakin kesal bercampur khawatir, dia kembali menghubungi nomor orang tua dari Nesa yang ternyata turut tidak aktif. Kemana sebenarnya istrinya itu?
Batin Adam terus bertanya-tanya.
Hingga berujung pada tujuan akhir, yaitu menghubungi nomor pamannya. Dimana dia mendapatkan kabar jika Nesa tengah pergi dan Qila sendiri sekarang sedang di rumah neneknya, ya... di titipkan di sana.
Di situlah Adam semakin geram, dimana dia masih terus saja menghubungi Nomor telfon Nesa.
Dan di dering yang ke sepuluh, barulah panggilan itu masuk.
"Assalamualaikum mas." Nesa menyapa Adam sembari menggigit kuku ibu jarinya tegang.
"Walaikumsalam... Dari mana? Pergi dari pagi! Qila di titipin sama ibu lagi." Suara itu terdengar dingin.
"Aku habis pergi cari buku mas."
"Cari buku untuk apa? Apa tidak bisa kamu minta izin dengan ku? Bahkan nomor sampai sengaja di matikan? Kenapa? Lagi sama siapa kamu memangnya!!!" Tuding Adam.
"Mas, kamu kok ngomongnya gitu? Aku tau kamu pasti sedang lelah kan? Tenangin dulu mas. Nanti Nesa jelasin pelan-pelan." Ucap Nesa sehalus mungkin, Adam pun meredamnya. Dia hanya diam saja sekarang menunggu penjelasan dari sang istri. "Mas... Ponsel ku itu tadi mati karena terjatuh, layarnya retak. Jadi ku bawa ke konter untuk di perbaiki." Jelas Nesa, sementara yang di sebrang masih diam saja.
"Mas?"
"Apa...? Sudah lanjutkan ceritanya. Ngapain ke toko buku?"
"Cari buku untuk kuliah."
"Apa? Maksudnya bagaimana?" Tanya Adam.
"Begini Mas, aku ada kabar yang menurut ku ini kabar gembira. Dan semoga saat kau menerimanya kau juga senang."
"Apa?" Tanya Adam masih dingin.
"Aku akan naik jabatan, kemarin atasan ku bilang aku akan naik jabatan." Ucap Nesa bersemangat, dia sebenarnya sudah ingin memberitahukan itu pada Adam namun karena belum sempat akhirnya sekarang lah dia sampaikan kabar yang menurutnya membahagiakan itu. "Mas?" Panggil Nesa yang merasa tidak ada respon dari mas Adam.
"Hemmm."
"Kamu tidak senang kedengarannya."
"terusin." Potong Adam dengan nada datar.
"Aku tahu kamu pasti masih kesal kok."
"Teruskan Nes?" Potong Adam lagi. memang saat ini dia tidak tertarik dengan kabar naik jabatan itu.
"Anu, tapi aku harus menyambung kuliah ku mas. Soalnya waktu itu kan aku cuma sampai D3 saja. Hanya setahun kok mas, sampai aku benar-benar mendapatkan gelar strata satu." Ucap Nesa.
Adam menghela nafas. "Nes, sepenting itu kah karier untuk mu?"
"Eh... maksudnya mas?"
"Maksud ku, kalau kamu hanya di rumah saja Memang tidak bisa, uang gaji ku yang ku berikan pada mu, segitu tidak cukup kah untuk mu??"
"Mas Adam, kenapa tiba-tiba ngomong seperti itu?"
"Aku sebenarnya kurang suka kamu kerja. Hanya dari ku saja itu seharusnya sudah cukup, apalagi ini? Kamu mau naik jabatan? Di tambah harus sekolah lagi... Terus mau sampai kapan Qila kamu titipkan di rumah ibu terus? Kapan kamu sebagai ibunya bertanggungjawab untuk mengurus Qila sendiri?!!" Suara Adam meninggi, membuat mata Nesa mengembun.
"Kenapa mas bilang seperti itu sih, dulu janjinya mas Adam tidak akan mengekang ku kan? Apapun itu, termaksud karier ku?" Ucap Nesa sembari mengusap matanya yang basah, dia masih menahan tangisnya karena posisi dia masih ada di pinggir jalan, tepatnya di depan konter tempatnya menyervis ponselnya itu.
"Kau merasa aku mengekang mu?"
"Mas... Jangan seperti ini. Ku mohon."
"Memang kenapa? Apa aku tidak bisa mengatur mu, sedangkan aku ini suami mu?"
"Mas Adam sudah... Nesa tidak mau bertengkar. begini saja, kita sambung dan selesaikan di rumah. Aku masih di jalan." Ucap Nesa, yang sudah ingin pecah tangisnya itu.
"Jadi kamu belum pulang? Ini jam berapa Nesa!!!" Pekik Adam. Air mata yang terbendung itu pun jatuh. Hingga dia pun memutuskan untuk mematikan ponselnya, dan apa yang di lakukan Nesa membuat Adam semakin geram. Dia bahkan membanting ponselnya sendiri ke atas meja, Karena posisi dia sedang berada di dalam kamarnya saat ini.
Ya... di akhir pekan seperti ini, Adam tidak ada lembur, jadi pekerjaan selesai sebelum pukul enam sore. Dan dia sudah menunggu telfon Nesa itu dari pukul enam sore tadi, sampai pukul tujuh malam ini.
"Nesaaa!!" Adam meremas kepalanya menahan kesal. Hingga dia menunggu sampai beberapa jam, menanti istrinya kembali menghubungi dia.
Namun sampai pukul delapan malam ini bahkan lebih Nesa tak kunjung menghubungi dia, hingga Adam kembali mencoba menghubungi Nesa.
Namun sepertinya sang istri kini mengabaikannya.
Sampai berkali-kali Adam tetap berusaha menghubunginya.
Panggilan pun di terima, dimana Nesa hanya diam saja di sebrang.
"Nesa...!" Panggil Adam.
"Iya mas.... Sudah, jangan marah-marah terus. Aku baru sampai, dan habis menidurkan Qila dulu tadi." Suara Nesa serak, ia kembali menangis.
"Kamu mau menuruti ku tidak?"
"Apa...?"
"Risign dari pekerjaan mu. Mulai akhir bulan ini!!" Tegas Adam.
"Hiks... Nggak mas. Nesa nggak bisa."
"Nesa...!!"
"Terserah mas Adam mau bilang apa, pokoknya aku tidak mau keluar dari pekerjaan ku, aku kuliah di biayai oleh ayah ku. Dengan uang yang tidak sedikit, tidak mungkin aku begitu saja Melepaskan pekerjaan ku lalu beralih menjadi ibu rumah tangga. Dan lagi asal mas tahu? karena mas minta buru-buru untuk menikahi ku, aku tidak bisa melanjutkan kuliah ku yang hanya D3...!"
"Oh... Jadi semuanya karena aku? Jadi kamu menyesal nikah cepat dengan ku begitu? Kenapa baru bilang Sekarang?" Adam tersulut.
"Iya aku menyesal...! Menyesal karena menikah dengan pria yang selalu mengekang ku..!"
"KAPAN AKU MENGEKANG MU NESA, KAPAN?!"
"kau membentak ku mas? Kau jahat mas Adam, kau sama sekali tidak pernah memperdulikan perasaan ku, bahkan sekarang kau tidak senang ketika mendengar aku akan naik jabatan, kan? Dan sekarang apa, dengan teganya kau meminta ku untuk risign? apa itu tidak bisa di sebut mengekang namanya!!"
"Benar-benar kamu ya Nes?" Adam mengepalkan tangannya.
"Terserah pada mu, jika kau mau terus emosi seperti ini, sebaiknya kita akhiri saja perbincangan ini mas!!!" Nesa menutup panggilan teleponnya lagi. Membuat Adam kembali berusaha menghubungi nomor telepon Nesa, namun nomor Nesa malah justru di matikan, dan hal itu membuat Adam semakin kesal saja dia menghela nafas dengan kasar. Rasanya dia ingin meluap-luap saat ini.
Hingga dia pun memutuskan untuk keluar dari rumah itu, hanya sekedar mencari angin.
Di depan beberapa teman-temannya mengamati Adam, namun mereka tidak berani bertanya. Sudah paham pria itu sedang ada masalah, karena suara pekikan Adam terdengar sampai keluar ruangan kamarnya tadi.
Kini pria itu terus melangkah tanpa tujuan, menembus gelapnya malam, sendiri. Dengan perasaan yang tak karuan.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
novi 99
Adam emosian orang nya .... klo menurut aku Kan status mereka lagi LDR an , wajar aja Nesa kerja yang penting anak terurus...
kenapa Adam gak kerja di tempat yang dekat aja yang paling gak pulang seminggu sekali , klo dari segi ekonomi dengan adanya nesa kerja gak masalah , kan Adam bisa kerja gak jauh banget , seolah kerjanya Adam yang sekarang buat kalender hitam semua
2022-12-05
0
Qorie Izraini
haaaahhh...mas Adam lagi glu y thor..
sini aku hibur 😀😀😀😀😀
2022-02-03
0
Miki Minni
😌no coment q d masalah ini karna menurutku apa yg d lakukan nesa / adam sma sama bemer nya cuman mungkin penyampaian dan penerimaan saran yg kurang tepat
2022-02-01
0