"Apa ada yang sedang kau fikirkan, cucuku?" tanya Raja Mahardika Pradana melihat kebingungan cucunya itu.
"Emm... Begini kakek, ibu. Seingatku tadi, aku sedang melakukan meditasi ganda bersama Dinda Ningrum. Seharusnya aku sekarang berada di alam meditasi, tetapi mengapa aku justru berada di tempat ini. Apa sebenarnya tempat ini, dan di mana Raja Naga yang seharusnya aku kalahkan untuk menyempurnakan ilmu yang diajarkan kedua guruku?" jelas Argadana panjang lebar.
Mahardika Pradana lalu membelai lembut rambut emas cucunya itu.
"Hehehe. . . Sesungguhnya kamu sudah berada di alam meditasi, cucuku. Hanya saja proses meditasi gandamu telah membuka segel pedang merah yang dipasang ibumu sehingga kau tanpa sengaja telah mengaktifkan Pedang Siluman Darah. Tempat kau berada saat ini berada di dalam dimensi Pedang Siluman Darah, dan Raja Naga yang seharusnya kau kalahkan untuk kesempurnaan ilmu yang kau pelajari adalah Naga yang baru saja berbicara itu" katanya seraya mengarahkan jari telunjuknya pada sosok Naga berwarna keemasan yang tadi berbicara.
"Naga itu, kek?" Argadana memastikan kembali kalau pendengarannya tidak salah.
"Benar, Tuanku. Hamba adalah penguasa dari seluruh ras Naga. Hamba adalah Raja Naga, ujian terakhir kesempurnaan ilmu Tuan" kata Raja Naga mencoba meyakinkan.
Argadana semakin pusing mendengar penjelasan Raja Naga.
"Tuan? Aku masih tidak mengerti dengan semua ini, ibu. Apa ibu dan kakek bisa menjelaskannya padaku?"
Dyah Ayu Pitaloka lalu tersenyum sebelum menjelaskan pada Argadana.
"Putraku. Pedang Siluman Darah memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Cambuk Raja Naga yang sekarang berada di tanganmu di dunia nyata sana. Sebenarnya. . ." Dyah Ayu Pitaloka mulai menceritakan kisah awal terciptanya Pedang Siluman Darah.
Lima ratus tahun yang lalu pernah terjadi perang besar antar bangsa siluman. Perang itu melibatkan seluruh rakyat Kerajaan Siluman Darah melawan pasukan dari sepuluh Kerajaan siluman lain yang berkuasa waktu itu.
Melihat populasi dan kekuatan Kerajaan Siluman Darah meningkat pesat berkat kekuatan besar milik Raja Mahardika Pradana sepuluh Kerajaan siluman yang lain merasa iri dan khawatir dengan kekuatan sebesar itu bukan mustahil jika Kerajaan siluman darah akan membumi hanguskan Kerajaan mereka suatu hari nanti sehingga diadakanlah pertemuan sepuluh Kerajaan guna membahas cara mengatasi Kerajaan Siluman Darah.
Akhirnya diputuskanlah untuk menghabisi kerajaan tersebut untuk mengamankan kekuasaan masing - masing sepuluh kerajaan.
Sebulan kemudian terbentuklah seluruh pasukan sepuluh kerajaan, mereka menyerang Kerajaan Siluman Darah dari berbagai sisi.
Tetapi yang tidak diduga sama sekali oleh sepuluh kerajaan itu adalah kekuatan kerajaan siluman darah ternyata lebih besar dari yang mereka duga. Meskipun masih kalah jumlah tetapi kekuatan perorangan dari prajurit setia abdi kerajaan siluman darah dapat menghadapi keroyokan sepuluh orang dari pihak sepuluh kerajaan.
Karena melihat kerugian yang sangat besar pada perang di hari pertama, sepuluh raja dari pasukan sepuluh kerajaan memutuskan untuk memimpin sendiri peperangannya di hari ke dua.
Dengan strategi perang yang tersusun sangat rapi Raja Mahardika Pradana terkepung dan terpaksa harus menghadapi sepuluh orang raja siluman dengan dibantu oleh seorang pengawal pribadinya bernama Kamandaka.
Kamandaka ini juga memiliki hewan tunggangan sembilan ekor Naga yang telah dijinakkannya sewaktu dalam pengembaraan sebelum menjadi pengawal pribadi Raja Mahardika Pradana. Sembilan ekor Naga itu juga bahkan dikerahkannya untuk membantu prajurit siluman darah berperang melawan musuh.
Karena dikeroyok sepuluh orang berkekuatan besar lambat laun Raja Mahardika Pradana dan Kamandaka terdesak hebat, bahkan dalam satu kesempatan musuh berhasil melukai tubuh Raja Mahardika Pradana setelah pedang pusaka nya hancur karena benturan dengan delapan pedang pusaka milik musuh yang sama kuatnya. Terlihat dua buah goresan pedang yang sangat dalam di dada kiri dan lengan kanannya mengeluarkan darah segar.
Bagi Ras Siluman Darah, darah adalah seperti penyambung nyawa mereka. Sehingga meskipun terkena luka goresan selagi dari luka masih mengalirkan darah maka luka tersebut akan menutup dengan sendirinya. Tetapi dalam peperangan itu luka Raja Mahardika Pradana tidak dapat menutup dengan sendirinya karena sepuluh raja memang telah mempersiapkan segalanya sebelum menghadapi kekuatan Raja Mahardika yang berasal dari darah di tubuhnya. Jadi mereka membubuhi pedang mereka dengan racun ganas bernama Racun Warangka Nyawa, racun itu berfungsi untuk menghambat regenerasi tubuh menyebabkan luka yang didapatkan akan mengalami penyembuhan secara normal yaitu sesuai dari lebar dan dalam luka yang didapatkan tubuh sehingga kekuatan darah milik Ras Siluman Darah tidak berfungsi dengan baik.
Dalam keadaan terdesak antara hidup dan mati di dalam perang tersebut Kamandaka memutuskan menggunakan seluruh darah di tubuhnya untuk menggunakan Ajian Lebur Jiwa. Ajian ini merupakan tingkat tertinggi dan berada setingkat di atas lebur raga.
Dengan ajian lebur jiwa Kamandaka merubah tubuhnya menjadi sebuah pedang berwarna merah darah. Kamandaka yang mengorbankan dirinya demi melindungi Raja Mahardika Pradana majikannya meletakkan seluruh kekuatannya, baik dari kekuatan darah maupun tubuhnya dan mengumpulkan kekuatan dari segala kebenciannya pada sepuluh raja yang mengepung mereka di dalam jiwanya sehingga kekuatan yang terpancar dari pedang merah darah itu memiliki kekuatan yang diperkirakan puluhan kali lipat dari kekuatan Raja Mahardika Pradana sendiri karena besarnya keinginan jiwa Kamandaka.
Raja Mahardika Pradana mengambil pedang merah perwujudan dari Kamandaka dengan air mata berlinang. Luka goresan akibat serangan tadi seketika lenyap karena besarnya kekuatan darah Kamandaka dan Raja Mahardika yang menyatu setelah darah yang mengalir dari luka di lengannya menetes di badan pedang tersebut. Lambat laun seiring kekuatan nya yang terus menerus bertambah pedang tersebut mengeluarkan tetes demi tetes darah dari ujungnya yang runcing. Pedang itu kemudian diberi nama Pedang Siluman Darah.
Sembilan ekor naga yang menjadi tunggangan Kamandaka merasa marah dan juga sedih karena telah kehilangan majikan yang sangat menyayangi mereka. Akhirnya sembilan naga itu memutuskan untuk melakukan hal yang sama seperti majikan mereka, yaitu mengumpulkan seluruh kekuatan yang dapat mereka himpun untuk menempa tubuh mereka menjadi senjata pusaka dengan menggunakan ajian lebur jiwa yang pernah diajarkan oleh Kamandaka pada mereka.
Akhirnya sembilan ekor naga tersebut berubah menjadi berbagai macam bentuk senjata yang digunakan oleh sembilan panglima perang besar kerajaan siluman darah untuk menghancurkan barisan pasukan musuh. Sembilan senjata itu di kemudian hari diberi nama 'Sembilan Pusaka Naga'.
Raja Mahardika Pradana yang merasa berduka karena telah kehilangan bawahan setianya perlahan - lahan bangkit dengan kemarahan. Dengan Pedang Siluman Darah di tangannya sepuluh raja terbunuh dan mati mengenaskan setelah melalui pertarungan panjang dengan Raja Mahardika Pradana pada akhir dari perang itu seluruh pasukan gabungan dari sepuluh kerajaan terbantai habis untuk menenangkan kemarahan sang Raja Mahardika dan dendam membara dari sembilan naga bawahan Kamandaka.
Setelah seratus tahun lebih Permaisuri Raja Mahardika Pradana melahirkan putri mereka yang diberi nama Dyah Ayu Pitaloka. Permaisuri nya pun tutup usia setelah melahirkan putri satu - satunya mereka. Karena kesedihan atas kematian permaisurinya Raja Mahardika Pradana pun akhirnya memutuskan untuk menyusul Kamandaka. Dengan menggunakan ilmu lebur jiwa, ayah Dyah Ayu Pitaloka itu menggunakan kekuatan darah dan tubuhnya untuk memperkuat pedang siluman darah dan tanpa sengaja menemukan sebuah dimensi ruang di dalam badan pedang itu yang telah dipersiapkan oleh Kamandaka dengan menggunakan seluruh pemahamannya tentang dimensi ruang.
Dimensi ruang itu dibangun Kamandaka dengan penataan yang sama persis seperti ruangan di istana kerajaan siluman darah. Raja Mahardika Pradana hanya sempat bercakap - cakap sebentar dengan Kamandaka sebelum sisa - sia kekuatan jiwa Kamandaka lenyap. Dyah Ayu Pitaloka pun baru mengetahui misteri yang tersembunyi dari pedang siluman darah setelah menggunakan ajian lebur raga untuk memasukkan jiwanya ke dalam pedang siluman darah.
"Begitulah yang terjadi, nak. Dan Cambuk Raja Naga serta Pedang Naga Guntur adalah dua di antara sembilan pusaka naga yang entah bagaimana bisa dipegang oleh orang lain setelah dicuri dulu oleh si Pengkhianat La Huda" kata Dyah Ayu Pitaloka mengakhiri ceritanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
Budi Efendi
lanjutkan
2023-02-02
1
Harman LokeST
La Huda ini orang dari mana yah
2022-10-23
1
Abdus Salam Cotho
mantap, Argadana mendapat kemudahan untuk menguasai pusaka cambuk raja naga 👍🏿👍🏿👍🏿
2022-10-11
1