Lembah Neraka.
Sebuah tempat yang diapit oleh dua sisi Gunung Layung. Lembah itu merupakan tempat yang penuh bahaya, bahkan sebagian orang menyebutnya Lembah Penyimpan Bala.
Bagaimana tidak, Lembah Neraka dipenuhi binatang - binatang berbisa yang setiap saat dapat membunuh seorang pendekar sekalipun jika kemampuannya hanya terbilang pas - pasan saja.
Tetapi ada empat orang pendekar yang dapat tinggal di dalamnya dengan nyaman. Mereka tidak lain adalah Sepasang Pendekar Naga dan kedua muridnya yang usianya baru beranjak remaja.
"Ningrum, Argadana. Kalian ingat sudah berapa lama kalian belajar ilmu silat di lembah ini?" tanya Anung Pramana pada kedua muridnya itu. Di sampingnya duduk pula Dewi Obat.
"Kalau tidak salah sudah sekitar enam tahun, guru" Ningrum menjawab lebih dulu.
"Hmm ... Semua ilmu kami telah kalian kuasai semua dengan baik, tetapi kalian masih perlu menyempurnakannya dengan meditasi" kata Anung Pramana lirih. Suami Dewi Obat itu menghela nafas sejenak sebelum melanjutkan.
"Meditasi ini adalah bagian paling sulit dari semua pelatihan yang akan kami berikan, muridku"
Meditasi yang dimaksud adalah meditasi untuk menaklukkan senjata pusaka Pedang Naga Guntur untuk Ningrum dan Cambuk Raja Naga untuk Argadana yang akan segera diwariskan pada dua muda - mudi itu oleh kedua guru mereka.
Kesulitannya adalah selain karena roh pusaka di dalam kedua senjata itu sangat kuat, Ningrum dan Argadana juga harus memfokuskan tujuan mereka dalam satu titik yaitu menghadirkan sosok naga penghuni kedua pusaka yaitu Roh Naga Guntur di dalam Pedang Naga Guntur dan Roh Raja Naga di dalam Cambuk Delapan Naga.
Dalam meditasi itu prosesnya dapat menghabiskan waktu yang sangat lama bahkan bisa bertahun - tahun untuk dapat mengalahkan kedua Roh pusaka. Dulu Anung Pramana dan Kasih Pertiwi menghabiskan sepuluh tahun dalam meditasinya barulah dapat mengalahkan sang Roh Pusaka.
"Untuk dapat melakukannya, kami akan menurunkan ilmu terakhir yaitu tekhnik meditasi ganda. Tekhnik ini kami gunakan ketika meditasi dulu dan menghabiskan waktu sepuluh tahun sampai kami dapat mengalahkan Roh Pusaka"
"Tetapi, apakah kalian siap untuk menjalankan ujian terakhir dari kami untuk melakukan meditasi ganda ini?" tanya Anung Pramana memastikan kesiapan kedua muridnya.
"Dengan bimbingan dan kepercayaan kedua guru, in sya allah kami siap" jawab Argadana cepat.
"Benar kata Kakang Argadana. Kedua guru tenanglah, murid - murid ini pasti bisa menyelesaikan ujian terakhir ini untuk menyempurnakan ilmu yang diajarkan guru" kata Ningrum menambahkan
"Baiklah kalau begitu. Kalian segera persiapkan diri kalian. Besok kami akan mengajarkan tekhnik meditasi ganda untuk mempermudah kalian dalam menghadapi roh pusaka" kata Anung Pramana.
***
Argadana dan Ningrum tengah duduk berhadap - hadapan di tanah lapang yang cukup luas yang merupakan tempat mereka biasanya berlatih sehari - hari. Jendral Thalaba seperti biasa hanya duduk di belakang Argadana. Dalam keadaan seperti itu kedua remaja itu dapat saling beradu pandang sehingga Argadana dapat melihat kesempurnaan wajah Ningrum. Hidungnya yang mancung, rambutnya yang hitam panjang tergerai sampai bahu, bibirnya yang senantiasa tersenyum manis di hadapan Argadana. Semua itu tak luput dari mata Argadana. Begitu juga dengan Ningrum yang dapat melihat seutuhnya wajah Argadana yang berbentuk agak lonjong khas dengan rambut emasnya yang berkilau bagai mahkota raja menciptakan wibawa tersendiri layaknya penguasa. Dan terutama tatapan lembut Argadana membuatnya salah tingkah, muncullah semburat warna merah di wajah ayu gadis putri raja Kerajaan Sampang Daru tersebut.
Di samping kiri dan kanan keduanya duduk pula Anung Pramana dan Kasih Pertiwi dengan wajah serius. Hari ini mereka berempat akan mengadakan ritual penyerahan senjata pusaka dan sekaligus membimbing Argadana dan Ningrum untuk melakukan meditasi ganda.
"Baikah, muridku. Meditasi ganda ini meskipun menghabiskan waktu yang sangat lama tetapi hanya akan mempengaruhi keadaan tubuh kalian, seperti pertumbuhan bentuk tubuh. Jadi jika meditasi kalian nanti menghabiskan waktu tiga puluh tahun maka kalian akan terbangun dalam bentuk tubuh kalian setelah berumur empat puluhan lebih."
Penjelasan Anung Pramana membuat Ningrum merinding.
"Akan bagaimana jadinya jika aku baru dapat menyelesaikan meditasi setelah tiga puluh tahun? Ya Allah ... Masa gadisku akan sia - sia, dan Kakang Argadana tentu tidak akan mau padaku jika aku sudah tua" Ningrum berkata dalam hati.
Kegelisahan Ningrum rupanya dapat terlihat oleh mata awas Kasih Pertiwi.
"Ada apa, Ningrum? Aku lihat kau sangat gelisah mendengar penjelasan guru" tanyanya sambil mengulum senyum.
"Ah ... Tidak ada apa - apa, guru" kilah Nungrum seraya marunduk malu. Kasih Pertiwi hanya tertawa pelan.
"Hik..hik..hik... Nduk, meditasi ganda itu mengajarkan kebersamaan. Jadi nanti ketika salah satu dari kalian berdua ada yang telah menakhlukkan Roh Pusaka maka dia tidak akan langsung terbangun dari meditasinya, melainkan kekuatan batinnya akan memberikan tambahan kekuatan baru bagi yang lainnya untuk mengalahkan Roh Pusakanya dengan lebih mudah" papar Kasih Pertiwi yang seolah mengetahui apa yang dipikirkan gadis muridnya itu.
"Selama meditasi kalian tidak akan merasakan lapar, haus dan rasa sakit dalam pertarungan nanti. Tetapi sekali kalian memasuki alam meditasi kalian, maka kalian tidak akan bisa keluar dari alam tersebut sebelum kalian berhasil mengalahkan Roh Pusaka dan di alam meditasi itu kalian juga tidak akan bisa mengeluarkan jurus di luar dari jurus yang kami ajarkan sebab meditasi ini adalah bentuk dari tenaga batin kami berdua" kata Anung Pramana menjelaskan.
"Jadi aku ingin memastikan sekali lagi, apakah kalian sudah siap untuk menjalankan ujian sekaligus pelatihan terakhir kalian dari kami di alam meditasi?" Anung Pramana meminta kepastian akan kesiapan muridnya karena semua telah dijelaskan tentang kegunaan proses meditasi dan mekanismenya. Dan hanya satu hal yang dirahasiakan oleh Sepasang Pendekar Naga yaitu dua orang yang melakukan meditasi ganda akan selalu berbagi rasa baik suka maupun duka, batin mereka akan terpaut satu dengan yang lain. Jadi ketika salah seorang sedang dalam bahaya atau sedang bersedih, maka yang lainnya juga akan dapat merasakan hal yang sama. Hal itu tidak mereka beritahukan pada sang murid karena berfikir bahwa kelak mereka akan mengetahui hal itu dengan sendirinya.
"Kami siap, guru" jawab Argadana dan Ningrum bersamaan.
Kedua pendekar berjuluk Sepasang Pendekar Naga itu mengangguk bersamaan. Mereka berdua lalu mengeluarkan senjata masing - masing, yaitu Pedang Naga Guntur di tangan Dewi Obat dan Cambuk Raja Naga di tangan Anung Pramana.
Anung Pramana kemudian menyodorkan Cambuk Raja Naga yang mengeluarkan cahaya emas menyilaukan.
"Muridku, Lalu Argadana. Terimalah Cambuk Raja Naga ini dan gunakanlah untuk membasmi berbagai macam ketidak adilan di dunia ini"
"Murid Lalu Argadana telah siap menerima pusaka Cambuk Raja Naga untuk membasmi segala bentuk kejahatan dan ketidak adilan di muka bumi" jawab Argadana dengan takdzim lalu menerima cambuk tersebut. Setelah mereka berdua Kasih Pertiwi dan Ningrum juga melakukan hal yang sama.
"Kedua pusaka telah kalian terima. Sekarang pejamkan mata kalian..." perintah Kasih Pertiwi pelan.
Setelah mata keduanya terpejam...
"Kumpulkan seluruh konsentrasi kalian dalam satu titik, yaitu senjata pusaka yang ada di masing - masing tangan kalian"
***
Di suatu tempat yang sangat jauh dari tempat Argadana saat ini.
Seorang lelaki berusia sekitar empat puluh tahun dengan janggut panjang tampak sedang melamun mengingat - ingat kembali masa ketika dia masih muda. Di saat itu dia sedang memimping sekitar lima ribu pasukan yang kemudian disergap musuh di tengah - tengah perjalanan. Dalam penyergapan itu seluruh pasukannya tewas sedangkan dia terluka parah kemudian di tolong oleh seorang gadis cantik yang membuatnya jatuh hati. Tetapi karena perbedaan, mereka akhirnya berpisah.
Dia adalah Panglima Besar Lalu Askar Wirajaya yang dulunya merupakan panglima perang termuda di Kerajaan Datu Gumi. Kini dia menjabat sebagai seorang panglima besar, dia memimpin ratusan orang panglima perang di Kerajaan Datu Gumi.
"Tuan, makanannya sudah siap" kata seorang pelayan.
"Baiklah, nanti aku akan makan. Letakkan saja di meja makan" perintahnya kepada pelayan itu.
"Nak, kapan kau akan datang menemui ayahmu ini? Entah sudah secantik atau setampan apa dirimu sekarang. Tetapi ayah berharap semoga kau selalu dalam keadaan baik - baik saja" katanya seolah berbicara pada dirinya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
Budi Efendi
mantap
2023-02-02
1
Manu Mere
yuk fokus bareng💋💋💋💋💋💓💓💓💓💓
2022-12-27
0
Abdus Salam Cotho
wah, kalau sampai puluhan tahun apakah Ayahnya masih hidup untuk ditemui?
2022-10-11
1