"Hormat kami, yang mulia" sepasang anak kecil berusia sekitar 10 - 11 tahun menghadap pada Raja Suwaka Gandara Putra dengan sopan.
"Bangkitlah, nak. Apakah kalian adalah utusan Dewi Obat yang datang untuk membantu menyembuhkan putri bungsuku?" tanya Raja Bima pada Argadana dan Ningrum di dalam pendopo istana.
"Benar, yang mulia. Saya Argadana bersama adik seperguruan saya Ningrum ditugaskan guru Dewi Obat untuk membantu menyembuhkan Tuan Putri Gandari" kata Argadana sopan.
Patih Ashlan tersenyum takjub dengan tutur kata bahasa Argadana yang terdengar sopan tetapi tidak dibuat - buat seperti kesan seorang penjilat.
Argadana dan Ningrum memang selain diajarkan ilmu pengobatan juga diajarkan tata krama dan adab - adab berbicara dengan orang lain dengan bahasa yang santun sehingga perbawa mereka benar - benar memukau tiap orang yang mendengarnya seolah - olah yang berbicara bukanlah anak kecil melainkan seorang yang sudah sepuh.
Dalam perjalanan kali ini Argadana sengaja tidak membawa Jendral Thalaba karena tidak ingin terlalu menarik perhatian orang. Jendral Thalaba yang awalnya keberatan akhirnya harus menurut juga karena berpikir memang benar bahwa dia akan menarik perhatian orang banyak dengan tubuhnya yang menyeramkan.
"Benar - benar, gurunya seorang yang hebat. Muridnya juga mewarisi sifatnya. Dewi Obat sungguh hebat mendidik murid" batinPatih Ashlan.
Tapi....
"Tunggu dulu" cegah Patih Ashlan.
"Ada apa, paman patih?" tanya Raja Bima mengerutkan dahi.
"Nduk, aku rasanya seperti pernah melihatmu di suatu tempat"
"Ahh... Mungkin kakek salah lihat. Di luar sana banyak juga yang keliru mengira mereka mengenalku, padahal aku orang yang berbeda" jelas Ningrum.
Patih Ashlan ingin kembali membuka suara tetapi dihentikan oleh Ningrum.
"Kakek... Saya bersama kakang Argadana datang kemari atas nama guru Dewi Obat. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan asal - usul saya. Tolong hal ini jangan dibahas lagi" kata Ningrum sambil menjura hormat.
"Hahhaa... Tidak kusangka, kerajaanku akan dibantu oleh seorang murid Dewi Obat" terdengar tawa Raja Bima leras membahana.
"Nak. Ketahuilah, sebelum kalian datang kemari aku sempat membuat sumpah di hadapan patihku ..."
Raja Suwaka Gandara Putra pun menceritakan isi sumpahnya kepada kedua bocah murid Dewi Obat itu, hasilnya membuat kedua bocah itu terkejut.
Argadana dengan sopan menjawab bahwa dia belum terpikirkan untuk mengikat tali perjodohan sementara usianya bahkan belum genap sebelas tahun.
Sedangkan di sisi Ningrum merasa bingung. Gadis itu ini merasa khawatir jika suatu saat Argadana akan memilih menerima perjodohan dengan Putri Kerajaan Bima itu dan meninggalkan dirinya. Akhirnya dia hanya bisa menerima dijadikan anak angkat Raja Suwaka Gandara Putra dan berharap agar kekhawatirannya tidak benar - benar terjadi nanti.
Raja Suwaka Gandara Putra menerima dengan baik jawaban dari Argadana dan Ningrum.
***
Di dalam kamar Putri Gandari
Ningrum memeriksa kondisi tubuh Gandari yang pucat pasi dan terbujur lemah. Dia memeriksa dari denyut nadi hingga keadaan kedua bola mata Putri Gandari. Sementara itu Argadana mempersiapkan alat - alat pengobatan.
"Tidak ada yang aneh dengan tubuhnya, denyut nadi normal dan bola matanya tidak terlihat perbedaan apapun" Ningrum menjelaskan.
Raja Bima dan Patih Ashlan hanya menonton dengan harap - harap cemas mendengar penjelasan Ningrum yang tidak jauh berbeda dengan tabib - tabib sebelumnya.
"Ada satu yang belum kau periksa, dinda" kata Argadana mengingatkan.
"Apa itu, kakang?"
"Darah" kata Argadana.
Dahi Ningrum berkerut mendengar jawaban Argadana yang tidak jelas menurutnya.
"Maksud kakang?" Ningrum menuntut penjelasan yang lebih.
"Jika keadaan tubuhnya dalam kondisi normal saja maka hanya ada dua kemungkinan penyebab penyakitnya" kata Argadana masih sambil mengeluarkan bahan - bahan obatnya. Dia kemudian mengeluarkan pisau kecil dari balik jubahnya dan menggores kecil jari telunjuk Gandari sampai berdarah. Darah tersebut kemudian dijilatinya untuk diketahui tekstur dan rasanya, apakah terkandung racun atau tidak di dalam darah tersebut.
"Kalau bukan karena sihir, maka kemungkinan besar ini adalah karena racun yang merusak dari dalam. Cara kerjanya tidak akan tampak pada keadaan luar tubuh. Contohnya seperti Racun Mawar Duka" penjelasan Argadana membuat Raja Bima terkejut bukan main.
Tepat sehari sebelum Gandari mulai merasakan sakit yang menyiksa itu dia sempat memetik setangkai bunga mawar dalam perjalanan pulang dari tempat tinggal kakeknya di Montong Betok.
Sebenarnya di taman istana Kerajaan Bima ada banyak bunga mawar, namun yang membuat tertarik Gandari adalah warnanya yang sangat berbeda dengan warna bunga mawar pada umumnya berwarna merah.
Bunga mawar yang ditemukan Gandari justru memiliki aneka warna yang beragam dalam satu kelopaknya.
"Eh ... Nak, apakah bunga mawar yang kau maksud itu memiliki aneka warna yang beragam di setiap satu kelopaknya?" tanya Raja Bima dengan suara bergetar.
"Lebih tepatnya ada lima warna, yang mulia. Lima warna itu adalah hijau, kuning, kelabu, merah muda, dan biru." kata Argadana memperjelas membuat yakin Raja Bima bahwa putrinya telah terkena racun tersembunyi dari bunga mawar yang dipetiknya dalam perjalanan.
"Nak, tolong sembuhkan putriku. Aku yakin kau pasti bisa, putriku sebelumnya memang pernah memetik setangkai bunga mawar yang warnanya seperti itu dalam perjalanan kami. Lalu besoknya putriku tiba - tiba saja jatuh pingsan" Raja Bima terdengar gugup setelah mendapatkan titik terang tentang penyebab sakit putrinya yang tiba - tiba itu. Dia tidak bisa menahan kegembiraannya sehingga tidak sadar telah memohon - mohon pada seorang bocah.
"Yang mulia tenanglah. Racun Mawar Duka itu memang sangat ganas, tetapi racun dari tangkai bunga itu akan hilang setelah mengenai seseorang"
Argadana lalu menatap lembut pada Ningrum.
"Dinda, tolong ambilkan sebutir pil berwarna biru di kantung obat yang kusiapkan, dan minumkan pada Tuan Putri Gandari"
"Baik, kakang"
Ningrum lalu mengambil sebutir obat berwarna biru dari kantung obat tersebut dan mendudukkan tubuh Putri Gandari untuk membantunya menelan pil obat tersebut.
Sebenarnya ada alasan kenapa Argadana lebih banyak tahu tentang racun daripada Ningrum. Sebabnya adalah karena Ningrum telah mengetahui bahwa tubuhnya kebal akan segala jenis racun sehingga tidak begitu berminat untuk mengetahui tentang racun.
Sedangkan Argadana yang memang gemar membaca selalu mengisi waktu luangnya untuk membaca berbagai macam kitab di gubuk pengobatan milik Dewi Obat. Raja Siluman Darah itu bahkan telah menghafal semua kitab - kitab yang terdapat di sana. Salah satu kitab yang dia baca ada yang menerangkan tentang Bunga Mawar Duka.
Argadana berfikir bahwa meskipun tubuhnya telah kebal dari segala jenis racun tetapi tidak dengan orang lain yang dekat dengannya. Dari pemikiran itulah timbul idenya untuk membuat pil penawar dari setiap racun yang tertera di dalam kitab itu, sehingga kelak dapat membantu pada saat - saat kritis. Dan persiapannya itu ternyata tidak sia - sia karena hari ini dia menemukan putri Raja Bima itu memang terkena racun mawar duka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
༄⍟Mᷤbᷡah_Atta࿐
Semangat Thor 💪💪
2023-04-07
1
༄⍟Mᷤbᷡah_Atta࿐
Maantaapp...!! 👍👍
2023-04-07
0
Budi Efendi
lanjutkan mantappp
2023-02-02
2