5 tahun kemudian di Hutan Larangan
Seorang bocah laki-laki ditemani oleh seorang wanita yang tampak berusia 25 tahun sedikit kurus dengan wajah pucat sedang memainkan jurus - jurus ilmu silat aneh yang sangat mematikan. Kulitnya putih halus bak seorang pangeran di sebuah kerajaan. Pakaiannya terbuat dari kulit buaya putih yang tebal. Tapi ada yang aneh dari penampilan sang bocah, yaitu rambutnya yang berwarna keemasan sama seperti wanita yang sedang mengamati permainan jurusnya. Terlihat sederhana namun memancarkan aura seperti bangsawan tinggi.
Bocah itu adalah Lalu Argadana, putra Panglima Lalu Askar Wirajaya dengan Dyah Ayu Pitaloka. Dan tentu saja wanita berrambut emas yang menemaninya adalah Dyah Ayu Pitaloka, ibundanya. Setelah perpisahannya dengan Askar Wirajaya ibu sang bocah Argadana itu selalu terlihat murung tanpa semangat hidup hingga wajahnya terlihat lebih tua dari usianya. Satu - satunya yang membuat Dyah dapat bertahan hanyalah harapan terhadap putranya.
Sejak lahir Dyah merawat putra semata wayangnya itu dengan penuh kasih sayang, tak tanggung - tanggung agar anaknya tumbuh besar menjadi pemuda yang perkasa Ratu Siluman Darah itu memberikan semua sumber daya terbaik untuk pertumbuhan putranya.
Kini di usianya yang ke - 4 tahun Argadana telah tumbuh menjadi bocah yang bertubuh sangat kuat, melebihi anak - anak seusianya. Pangeran Siluman Darah itu telah dapat menghimpun sejumlah besar tenaga dalam yang mana seharusnya tenaga dalam itu baru dapat mulai dihimpun oleh seorang pendekar setelah berumur sepuluh tahun.
"Cukup, nak. Latihan hari ini sampai di sini dulu. Lanjutkan lagi besok" tegur Dyah menghentikan latihan Argadana.
"Baik, ibu" jawab Argadana singkat sambil tersenyum.
"Ayo, kita pulang dulu. Ada yang ingin ibu sampaikan" kata Dyah sambil tersenyum kepada putranya.
"Apakah itu tentang ayah, ibu?" celetuk Argadana tiba - tiba menghentikan langkah Dyah Ayu Pitaloka.
Wajahnya tiba - tiba terlihat murung, kesedihan tergambar jelas di matanya. Memang selama ini Argadana kerap menanyakan siapa ayah kandungnya karena di antara teman sebayanya di istana Siluman Darah seperti anak - anak para pembesar istana mereka selalu membanggakan - banggakan ayah mereka membuat rasa tak enak di hati sang Pangeran. Sebab hanya dirinyalah yang tidak dia ketahui ayah kandungnya siapa. Setiap kali bertanya pun selalu dijawab dengan wajah murung sang ibu.
"Ibu, maafkan aku jika pertanyaanku membuat ibu bersedih. Aku janji tidak akan bertanya lagi tentang ayah" Argadana memelas menghibur Dyah Ayu Pitaloka.
"Nak, jangan salah sangka. Ayahmu sebenarnya adalah orang yang sangat bertanggung jawab, dia adalah kesatria terhebat yang pernah ibu jumpai. Hanya saja kodrat alam tidak mengizinkan ayah dan ibumu bersatu" jawab Dyah Ayu Pitaloka mengelus kepala putranya.
"Kelak setelah kau berumur sepuluh tahun ibu akan ceritakan semua tentang ayahmu. Tapi dengan syarat kau harus sudah menguasai semua jurus - jurus yang ada di dalam kitab Muara Darah. Bagaimana? Kau sanggup?" tantang Dyah Ayu Pitaloka.
"Benarkah, ibu? Kalau begitu aku akan terus berlatih dengan rajin" sambut Argadana kegirangan.
"Yahh... Kau harus tekun berlatih agar cepat menjadi kuat, kelak biar ayahmu bangga dengan pencapaianmu"
"Iya, ibu. Aku akan membuat ayah terkejut nanti" pungkasnya bersemangat.
**
"Salam, Pangeran dan Ibunda Ratu" kata seorang pria tinggi tegap berusia 20-an. Pakaiannya terbuat dari kulit harimau berwarna putih, di tangannya tergenggam tombak emas yang memancarkan hawa mencekam. Pria tersebut adalah Jendral Thalaba, putra Panglima Perang Darah.
Kebiasaan seluruh rakyat siluman darah memanggil Dyah Ayu Pitaloka adalah memanggil dengan sebutan Ibunda Ratu, karena memang merupakan permintaan Dyah Ayu Pitaloka sendiri.
"Salam juga, Paman Belang" balas Argadana pada Jendral Thalaba yang memang akrab dipanggil belang oleh Argadana.
Argadana kemudian masuk ke kamarnya setelah berpamit untuk membersihkan tubuh kepada ibunya, Ratu Siluman Darah Dyah Ayu Pitaloka.
"Kamu harus secepat mungkin menyempurnakan semua ilmu yang terdapat di Kitab Muara Darah, nak. Agar kau dapat menguasai Pedang Siluman Darah. Waktu ibu sudah tak banyak lagi" gumam Dyah Ayu Pitaloka menitikkan air matanya.
Sementara di dalam kamarnya Argadana tengah tenggelam dalam meditasinya setelah selesai mandi membersihkan diri.
###
Demikianlah kesehariannya yang dijalani oleh Lalu Argadana. Hampir seluruh waktunya dia jalani untuk berlatih agar dapat menguasai secara sempurna seluruh ilmu leluhur bangsa ibunya Siluman Darah. Tujuannya tentu tidak lain adalah karena dia sudah tidak sabar lagi ingin segera mengetahui tentang ayah kandungnya. Berkat kegigihannya itu dua bulan kemudian Argadana telah berhasil menguasai secara sempurna tekhnik - tekhnik dasar jurus siluman darah.
"Ciat... "
Wusss...!!!
Duarr... Duarr... Duar...!!!
Tiga kali ledakan beruntung terdengar mengiringi tiga gerakan tangan dan kaki mungil Argadana. Tiap ayunan tangan dan kakinya membawa hawa panas dan dingin secara bergantian.
Gerakannya semakin cepat hingga...
Duarr....!!!
Argadana baru menghentikan latihannya setelah tanah dihutan tempat berlatihnya membentuk kawah besar berdiameter seukuran satu tombak. Beberapa tarikan nafas kemudian tanah di dalam kawah tersebut berubah menjadi salju yang tidak lama kemudian berubah lagi menjadi magma letusan gunung berapi.
Gerakan tadi adalah penutup tekhnik dasar jurus siluman darah namanya adalah Pukulan Api Salju.
Seperti namanya lawan yang terkena pukulan api salju akan sangat menderita karena efeknya yang luar biasa. Lawannya akan merasakan panas atau dingin sesuai yang dikehendaki pengguna pukulan itu. Dan apabila efeknya ditahan dengan tenaga dalam maka akan berubah menjadi sebaliknya. Jika dingin ditahan dengan tenaga dalam akan berubah menjadi panas, begitu pula sebaliknya.
"Pangeran sudah sangat berkembang pesat, Ibunda Ratu" kata Jendral Thalaba menoleh Dyah Ayu Pitaloka yang dibalas dengan anggukan oleh sang ratu.
"Dia memang harus cepat - cepat menguasai semua isi dalam Kitab Muara Darah untuk dapat mengendalikan Pedang Siluman Darah. Dia tidak punya pilihan lain selain itu untuk dapat bertemu dengan ayahnya" kata Dyah Ayu Pitaloka lirih, terlihat matanya merembang berair sedih mengingat kekasihnya, Panglima Lalu Askar Wirajaya.
"Ibunda Ratu, bolehkah saya meminta sesuatu?" tanya Thalaba sopan.
"Katakanlah, Jendral"
"Jika kelak Pangeran hendak pergi mencari ayah kandungnya, apakah saya juga akan ikut beserta Pangeran?"
"Tentu saja, Thalaba. Kau adalah Jendral yang khusus kutugaskan untuk menjadi pengawal pribadi putraku sejak kecil. Aku tahu betul seberapa bahayanya dunia di luaran sana. Aku tidak ingin terjadi apa - apa pada putraku"
"B-baik, Ibunda Ratu. Mohon maaf, Saya bertanya karena merasa penasaran seperti apa dunia para manusia itu" jelas Thalaba.
"Tidak akan lama lagi, Thalaba. Waktunya akan segera tiba, setelah takhta Istana Darah aku wariskan kepadanya, saat itu juga kalian akan melakukan perjalanan panjang di dunia manusia"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
Mbak Shity
mantap🤩
2024-03-18
0
Budi Efendi
mantap
2023-02-01
0
Harman LokeST
laaaaaaaaaaaaaajjjjjjjjuuuuuuuuuuuutttttt saja author
2022-10-23
0