Novel ini hasil collab antara Siti H dan Mom Young penulis novel 'Santet Pitung Dino'.
Sumber: Mbah Tainah, Desa Tiga Sari, kecamatan Jatenegara. Tegal-Jawa Tengah.
Diangkat dari sebuah kisah nyata. Kejadian ini terjadi sekitar tahun 1968 silam, dimana seorang pemuda miskin harus terjebak oleh sesosok makhluk ghaib Ratu Ular bernama Nyi Arum Lopa.
Tanpa sengaja, ia bertemu dengan Nyi Arum Lopa dibawah pohon Gintung yang tumbuh tinggi menjulang dan berusia ratusan tahun.
Dibawah pohon Gintung itu juga terdapat sumber mata air yang membentuk sebuah telaga kecil dengan airnya yang sangat jernih.
Karena persekutuannya itu, membuat pemuda bernama Saryat mendapatkan wajah tampan dan tidak pernah tua, serta harta yang melimpah. ia memulai usahanya dengan menyewakan gamelan saat setiap ada hajatan, dan harus dikembalikan sebelum pukul 12 malam..
Ada apa dengan gamelan tersebut, dan bagaimana kisa Saryat dengan sang Ratu Ular Nyi Arum Lopa?
ikuti novel ini selan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Daun Gintung gugur
Saryat tiba dirumahnya setelah hari cukup gelap disertai dengan wajah yang murung.
Sang ibunda sedang memasak makan malam mereka. Hasil panen yang melimpah ruah, membuat Tainah mendapatkan jatah beras sebanyak empat gantang.
(Satu gantang beras setara dengan 3.125 kg)
Tentu saja hal itu membuat Tainah merasa bersyukur, sebab ia mendapakan tiga belas kilo beras hari ini, dan itu tahan untuk satu bulan, sebab sarapan mereka diselingi dengan pisang atau singkong rebus.
"Baru pulang, Yat? Kenapa malam sekali?" tanya wanita itu dengan rasa khawatir, dan ia sedang meracik batang talas untuk ditumis bersama teri.
Sedangkan Ayu sedang mengiris cabai dan bawang sebagai bumbu pelengkapnya.
"Tadi dipaksa ngabisin kerjaan, Bu. Makanya pulang malam," sahut Saryat dengan lirih, meskipun sebenarnya ia sedikit berbohong.
"Ya, sudah. Cuci kaki dan tanganmu dibelakang. Setelah itu ganti pakaian, nanti kita makan bersama. Ibu ada dapat banyak beras hari ini," Tainah terlihat sangat sumringah, sebab untuk makan nasi itu sangat sulit, karena sangat jarang bagi mereka untuk bisa menikmatinya.
Tainah mencampur beras dengan jagung, agar lebih menghemat, dan itu sudah difikirkannya.
Saryat menganggukkan kepalanya, dan ia pergi kebelakang, membersihkan kaki dan tangannya dengan menggunakan air dari dalam gentong, yang mana hal itu hasil dari menampung air hujan.
Suasana cukup gelap. Saryat memperhatikan sekeliling belakang rumah yang ditumbuhi rimbunan rumpun pisang, dan juga singkong.
Bahkan si Mbok juga menam cabai, tomat, dan sayuran lainnya sebagai bumbu dapur dan lauk pauk.
Pemuda itu mengambil sebuah gayung yang terbuat dari tempurung kelapa, dan ketika ia mengangkatnya, tampak kepala seekor menyembul keluar dari dalam gentong.
"Hah!" pekik Saryat dengan rasa keterkejutan yang luar biasa. Suara pekikannya membuat Tainah dan juga Ayu ikut terkejut, lalu menemuinya ke arah belakang dapur.
"Ada apa toh, Le? Ngagetin aja," ucap Tainah, sembari mengusap dadanya yang bergemuruh.
Saryat menoleh ke arah si Mbok dan dan Ayu yang terlihat sangat mengkhawatirkannya.
"Gak ada apa-apa, kok--Mbok. Hanya kaget aja tadi, ada kecoa melompat," ucapnya berbohong.
Ia melirik ke arah gentong, dan ular itu sudah tidak lagi ada disana. Hatinya sedikit lega.
Ia tak ingin membuat kedua wanita itu merasa takut atau cemas. Sehingga tak ingin tahu tentang masalah ular yang sudah mengganggunya.
"Owalah, Le, kirain ada apaan, toh. Yo wes, cepetan, ya. Si Mbok tunggu didapur, makan malamnya wes mateng," wanita paruh baya itu mengingatkan, dan ia bersama Ayu kembali ke dapur untuk menyusun makan malam mereka.
Saryat bergegas mempercepat aktivitasnya, lalu menyusul ke dapur, sebab ia merasakan tengkuknya kembali meremang.
Pemuda itu menutup pintu, dan entah mengapa, punggungnya seolah menebal, seperti ada yang mengikutinya ke arah manapun ia bergerak.
Terlihat Tainah dan juga Ayu sudah menunggunya duduk diatas lantai tanah yang beralaskan tikar anyaman daun pandan berduri.
Ia duduk bersila, lalu menghadap makanan yang terhidang. Kemudian mereka menyantapnya dengan begitu sangat penuh rasa syukur atas rezeki yang sudah mereka dapatkan hari ini.
Ada sega jagung yang dicampur nasi, tumis batang talas/keladi, dan ikan air tawar yang diasinkan dan dibakar, yang sudah merupakan makanan istimewa bagi mereka.
"Mbok, aku dari pagi tadi kenapa ya merasa seperti ada ular yang mengelilingi rumah kita," Ayu membuka percakapan, setelah mereka selesai makan.
Sontak saja Saryat terkejut mendengarnya. Sebab hal itu menjadi pertanda jika Sang Ratu Ular bukan saja meneror dirinya, tetapi juga meneror keluarganya.
"Kapan kamu liat ular itu?" tanya Saryat dengan rasa penasaran.
"Ayu gak ada liat, Kang. Hanya saja suara desisnya ada dikamar akang, dan sewaktu ingin membungkus bekal, seperti berada dibelakang dapur," jelas Ayu dengan tegas.
Saryat semakin merasa khawatir. Ia sungguh tak ingin jika sosok Siluman Ular itu mengganggu keluarganya.
"Besok kalau libur, samping kamar itu dibersihkan, sebab rumput sudah tinggi, dan ular suka bersembunyi ditempat semak," pesan Tainah. Lalu beranjak dari tempatnya.
"Mbok mau tidur, seharian panen tadi rasanya sangat lelah dan capek," ucapnya dengan kedua mata yang tampak meredup.
Saryat hanya menganggukkan kepalanya. Sedangkan Ayu ikut menyusul si Mbok yang sudah memasuki kamar.
Saat ini, Saryat masih duduk diatas tikar pandan berduri. Ia melinting tembakau yang menggunakan pucuk daun nipah yang banyak tumbuh ditepi sungai kali gede, lalu menyulutnya menggunakan sisa kayu bakar yang masih membara.
Fikirannya sangat kacau. Disatu sisi ia sedang kalut memikirkan nasib Sarimah yang mana nantinya harus dipinang oleh Suta yang mana memiliki sifat sangat kotor.
Disatu sisi, ia dikacaukan oleh teror Siluman Ular, yang ia sendiri tidak tahu apa salahnya.
Setelah menghabiskan sebatang rokoknya, ia menuju kamarnya, dan merebahkan dirinya diatas ranjang dengan beralaskan tikar saja.
Ia merasakan kantuk yang sangat luar biasa, dan mulai terpejam untuk menjemput mimpinya.
Saat dalam lelapnya. Ia melihat sesosok wanita cantik bertubuh setengah ular yang mengeluarkan sinar merah pada kedua matanya, dan ia merayap dengan cepat, lalu membelit tubuh Saryat dengan begitu kuat.
"Aaaaarrgh, sakit, lepaskan!" pekik Saryat dengan tubuh yang menggeliat dan meronta ingin lepas dari belitan sang Siluman Ular.
Akan tetapi, sosok itu terus saja memperkuat belitannya ditubuh sang pemuda yang semakin membuat Saryat kesakitan dan sesak nafas.
"Temui aku saat malam Jum'at Kliwon, jika tidak, kau akan menyesal!" ancam sosok Siluman tersebut dengan tatapannya yang tajam.
Srrrrkkk
Sosok Siluman Ular itu akhirnya melepaskan belitan ditubuh Saryat, lalu menghilang.
"Hah! Saryat tersentak kaget, lalu terbangun dari mimpinya, dan merasakan sakit dibagian tubuhnya, seolah kejadian barusan benarlah nyata.
Saryat menggigil ketakutan, dan wajahnya memucat. Ia tidak tahu apa sebenarnya yang diinginkan oleh sosok Siluman Ular tersebut dari dirinya.
Saat bersamaan daun pohon Gintung yang sore tadi menguning, kini berguguran dan jatuh memenuhi telaga, hingga menyisakan buahnya saja.
*****
Kukuruyuk
Terdengar suara ayam jantan berkokok. Tainah dan juga Ayu bergegas bangkit, sedangkan Saryat masih meringkuk diatas ranjang anyaman bambunya, sebab ia tidak bekerja hari ini, dan berencana mengambil upahan hasil dari menanam padi gogoh diladang milik Suta.
"Aaaaaaargh," tiba-tiba terdengar suara pekikan yang berasal dari kamar si Mbok, dan itu adalah suara Ayu yang mengisyaratkan sebuah pekikan rasa panik saat melihat sesuatu.
Saryat tersentak kaget. Dan tak hanya itu saja, bahkan si Mbok juga ikut terpekik dan hal itu semakin membuat sang pemuda merasa penasaran, sebab hal ini tak pernah terjadi sebelumnya.
"Apa yang terjadi dengan si Mbok dan Ayu?" Saryat melompat dari ranjangnya, dan bergegas menuju ke kamar dua orang wanita beda usia tersebut.
itu pedati bisa berubah jd ulaarrrr..