Amanda Zwetta harus terjebak ke dalam rencana jahat sahabatnya sendiri-Luna. Amanda dituduh sudah membunuh mantan kekasihnya sendiri hingga tewas. Amanda yang saat itu merasa panik dan takut terpaksa harus melarikan diri karena bagaimana pun semua itu bukanlah kesalahannya, ia tidak ingin semua orang menganggapnya sebagai seorang pembunuh. Apalagi seseorang yang dibunuh itu adalah pria yang pernah mengisi hari-hari nya selama lima tahun. Alvaro Dewayne Wilson seorang CEO yang terkenal sangat angkuh di negaranya harus mengalami nasib yang kurang baik saat melakukan perjalanan bisnisnya karena ia harus berhadapan dengan seorang gadis yang baru ia temui yaitu Amanda. Amanda meminta Alvaro untuk membantunya bersembunyi dari orang-orang yang sudah berbuat jahat kepadanya. Akankah Alvaro membantu Amanda? Atau justru Alvaro akan membiarkan Amanda begitu saja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syifafkryh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CLARA EARLENE SMITH
Saat ini Alvaro dan Edward sedang mengadakan rapat besar dengan rekan bisnis Alvaro yaitu Galvin Smith-Pemilik SP Group. Perusahaan yang bergerak di bidang properti sama seperti perusahaan milik Alvaro.
"Bagaimana jika kita membuat proyek besar ini di Indonesia? Bukankah cabang perusahaan anda yang baru juga ada disana, Tuan Alvaro?" Tanya Galvin.
"Ya betul, kurasa itu ide yang bagus. Saya akan mempertimbangkannya Tuan Galvin." Balas Alvaro.
"Baiklah, kurasa cukup rapat hari ini. Senang bekerja sama dengan perusahaan anda, Tuan Alvaro. Semoga kerja sama ini membawa keuntungan yang sangat besar untuk perusahaan kita." Ucap Galvin sambil mengulurkan tangannya.
Alvaro langsung membalas uluran tangan pria paruh baya yang berada di hadapannya saat ini.
"Ya, saya yakin proyek ini akan berhasil. Terima kasih atas kerja samanya, Tuan Galvin." Balas Alvaro sambil memberikan senyuman tipisnya.
"Baik, kalau begitu saya pamit karena saya harus segera pergi ke Indonesia." Ucap Galvin.
"Indonesia? Apakah ada sesuatu disana, Tuan Galvin?" Tanya Alvaro.
"Aku ingin mencari putriku disana." Jawab Galvin.
"Putri? Apakah anda memiliki seorang anak perempuan? Setahuku anda hanya memiliki satu orang anak yaitu David Smith." Ucap Alvaro.
"Ya, David memang putraku. Tetapi David mempunyai seorang kakak perempuan. Tapi sayangnya dia hilang sejak dia masih bayi. Karena kesalahanku di masa lalu membuatku harus berpisah dengan putriku. Bahkan sampai saat ini aku belum bisa menemukannya" Jawab Galvin.
Alvaro benar-benar baru mengetahui bahwa Tuan Galvin ternyata memiliki seorang putri. Yang ia tahu anak dari Galvin dan Flora Smith itu adalah David Smith. Mereka tidak pernah memberitahu apapun mengenai putri mereka. Bahkan kepada media sekalipun.
"Aku turut bersedih dengan apa yang kau alami, Tuan Galvin. Semoga putrimu segera di temukan." Ucap Alvaro.
"Terima kasih, Tuan Alvaro. Mungkin jika putriku ada disini, aku akan mengenalkannya kepadamu. Usianya berbeda lima tahun dengan anda." Ucap Galvin.
Alvaro hanya membalas ucapan Tuan Galvin dengan senyuman. Ia tahu kemana arah pembicaraan itu. Apalagi kalau bukan soal perjodohan. Alvaro benar-benar malas jika rekan bisnis nya selalu ingin menjodohkannya dengan anak-anak mereka. Itu sebabnya Alvaro tidak pernah menanggapinya.
"Kalau begitu saya pamit. Untuk sementara waktu, Clara yang akan meng-handle pekerjaanku selama aku berada di Indonesia, Tuan Alvaro. Mungkin sekitar seminggu kedepan Clara akan meng-handle pekerjaanku." Ucap Galvin.
"Baik, Tuan Galvin. Semoga putri anda bisa cepat di temukan." Ucap Alvaro.
Setelah itu, Galvin dan sekretarisnya segera pergi meninggalkan kantor Alvaro. Sementara Edward, pria itu langsung menghampiri Alvaro setelah melihat Tuan Gavin pergi.
"Aku baru mengetahui bahwa Tuan Galvin ternyata memiliki seorang putri." Ucap Edward.
Alvaro hanya diam tak menanggapi ucapan Edward. Ia lebih memilih terus berjalan. Sementara Edward dan Emilia-Sekretaris Alvaro hanya mengikutinya dari belakang. Edward langsung menyusul Alvaro dan merangkul pundak atasan sekaligus sahabatnya itu.
"Pasti putri Tuan Galvin sangat cantik. Mengingat wajah Nyonya Smith sangat cantik." Yang di maksud Edward adalah istri dari Galvin Smith yaitu Flora Smith.
"Aku tidak peduli." Ucap Alvaro.
"Benarkah? Padahal Tuan Galvin sepertinya ingin menjodohkanmu dengan putrinya. Tetapi sepertinya kau tidak tertarik. Kalau begitu biar aku saja yang mendekati putrinya Tuan Galvin jika dia sudah di temukan." Ucap Edward.
"Silahkan saja. Kalau perlu kau nikahi supaya kau tidak bermain-main lagi dengan wanita di luaran sana." Balas Alvaro datar.
"Hahaha ... Aku akan memikirkannya nanti." Ucap Edward.
Mereka pun segera masuk ke dalam lift. Di dalam lift, Alvaro langsung menyuruh Edward untuk ikut ke ruangannya karena ada hal penting yang ingin dia bicarakan dengan sahabatnya itu.
"Ed ... Ikut ke ruanganku. Ada hal penting yang ingin aku bicarakan denganmu." Ucap Alvaro.
"Baiklah, pasti kau ingin membahas soal Amanda."
Alvaro tidak menanggapi ucapan Edward. Ia segera berjalan keluar dari lift menuju ruang kerjanya. Edward langsung mengikuti Alvaro dari belakang. Sesekali pria itu mengajak bicara Emilia.
"Apakah kau sudah memiliki kekasih, Em?" Tanya Edward.
"Maaf, Tuan Edward. Ini masih jam kerja dan aku tidak bisa menjawab pertanyaan yang tidak berhubungan dengan pekerjaan." Jawab Emilia sopan.
"Baiklah, kalau begitu bagaimana jika pulang kerja nanti kita makan malam Bersama?" Edward sengaja menggoda sekretaris Alvaro karena wanita itu memiliki wajah yang cantik dan tubuh yang sexy menurut Edward.
Bukan hal aneh bagi Edward menggoda banyak wanita. Bahkan Edward sudah sering tidur dengan wanita-wanita bayaran yang ada di club.
"Maaf Tuan Edward, saya harus Kembali bekerja." Ucap Emilia sambil berlalu pergi menuju meja kerjanya.
Baru saja Edward akan melangkah untuk menghampiri meja Emilia, Alvaro sudah menarik kerah kemeja yang di gunakan oleh Edward sehingga membuat pria itu tidak jadi menghampiri Emilia.
"Jika kau masih ingin bekerja disini, jangan mengganggu karyawanku bekerja." Ucap Alvaro datar.
"Isshh ... Apakah kau tidak bisa membiarkanku bersenang-senang, Al?" Ucap Edward.
"Jika kau ingin bersenang-senang jangan di kantorku. Cepat ke ruanganku." Ucap Alvaro yang sudah masuk ke dalam ruangannya.
Edward pun segera masuk ke dalam ruangan Alvaro dan langsung merebahkan tubuhnya di sofa yang ada di ruangan Alvaro.
"Sebenarnya kau ingin membahas hal apa denganku. Al?" Tanya Edward sambil memejamkan matanya.
"Sampai kapan wanita itu akan tinggal di rumahku? Kau tahu bahwa selama ini aku tidak pernah membawa wanita manapun ke rumahku kecuali adikku. Bahkan Devina tidak pernah aku bawa ke rumahku." Tanya Alvaro.
"Sudah kuduga kau akan membahas tentang Amanda. Ayolah, Al. Biarkan dia sementara waktu tinggal di rumahmu. Bukankah bagus jika Amanda tinggal di rumahmu? Dia jadi bisa menemanimu selama di rumah dan kau bisa melupakan Devina secepatnya." Jawab Edward.
"Aku sudah melupakan wanita itu. Perasaanku untuknya sudah tidak ada." Ucap Alvaro.
"Benarkah kau sudah melupakan Devina? Buktinya selama tiga tahun terakhir ini kau masih enggan untuk menjalin hubungan dengan wanita manapun. Ayolah Alvaro ... Lupakan Devina. Wanita itu tidak pantas bersanding denganmu. Dia tidak pernah bersungguh-sungguh mencintaimu. Dari awal aku selalu memberi tahumu bahwa Devina hanya ingin memanfaatkanmu saja. Dan ternyata semua ucapanku terbukti, dia pergi meninggalkanmu bersama pria lain setelah mendapatkan apa yang dia inginkan." Ucap Edward yang masih merebahkan tubuhnya di sofa.
"Coba buka hatimu untuk wanita lain. Di luaran sana banyak wanita yang ingin menjadi kekasihmu. Contohnya Clara. Kulihat dia sangat menyukaimu. Buktinya setiap jam makan siang dia selalu datang kemari untuk menemuimu." Lanjut Edward.
"Wanita itu hanya terobsesi saja denganku. Dia ingin memanfaatkan kekayaanku saja sama seperti Devina." Ucap Alvaro datar.
Clara Earlene Smith adalah keponakan dari Galvin Smith. Wanita itu selalu di percaya oleh Galvin untuk menggantikannya di perusahaan setiap kali Galvin ada urusan. Di usianya yang masih dua puluh tiga tahun, Clara berhasil menyelesaikan pendidikan S2 nya di Jerman dengan predikat cumlaude secara singkat. Karena kecerdasannya lah yang membuat Clara mendapat kepercayaan dari Galvin. Bukan hanya cerdas, Clara memiliki wajah yang cantik, tubuh yang ramping, hidung mancung dan kulit yang putih. Semua yang dimiliki Clara semakin membuat wanita itu terlihat sempurna di mata para lelaki. Tetapi tidak bagi Alvaro.
Menurut Alvaro, Clara hanya gadis manja, keras kepala dan juga egois. Wanita itu selalu mengganggu Alvaro setiap jam makan siang. Dan Alvaro yakin, sebentar lagi wanita itu pasti datang ke kantornya.
Edward langsung beranjak duduk saat tidak mendengar lagi suara Alvaro.
"Kalau begitu, bagaimana dengan Amanda?" Tanya Edward sambil menampilkan senyuman jail nya.
Alvaro tidak menjawab pertanyaan Edward. Tidak mungkin ia membuka hatinya untuk wanita asing yang baru ia kenal. Amanda memang cantik dan memiliki daya tarik tersendiri. Tetapi entah kenapa sangat sulit bagi Alvaro untuk membuka hatinya untuk wanita lain. Dia takut semua wanita yang mendekatinya sama seperti Devina.
Mendengar Amanda, membuat Alvaro penasaran dengan kondisi wanita itu sekarang. Akhirnya ia mengambil ponselnya dan memeriksa cctv yang ada di rumahnya.
Alvaro mencoba memeriksa di bagian dapur tetapi dia tidak menemukan Amanda. Ia pun mencoba memeriksa cctv yang berada di ruang tengah dan kamar Amanda tetapi ia juga tidak menemukan keberadaan wanita itu. Akhirnya Alvaro mencoba memeriksa cctv yang dipasang di halaman belakang rumahnya. Di sana ia melihat Amanda sedang membersihkan halaman belakang seorang diri. Sesekali wanita itu berjoget ria tanpa mempedulikan apakah ada yang melihatnya atau tidak.
Perlahan senyum Alvaro terukir di wajah tampannya. Walaupun hanya senyuman tipis, tetapi Edward bisa melihatnya.
"Kau sedang memperhatikan apa, Al?" Tanya Edward sambil beranjak berdiri untuk menghampiri Alvaro yang sedang duduk di kursi kerjanya.
Mendengar pertanyaan Edward barusan langsung membuat Alvaro gelagapan. Dengan cepat ia menyimpan ponselnya kembali di atas meja dan menatap Edward dengan tatapan datarnya.
"Tidak ada." Jawab Alvaro datar.
"Benarkah? Tapi tadi aku melihatmu tersenyum sambil memandangi ponselmu itu." Ucap Edward.
Tiba-tiba saja terdengar suara keributan dari luar. Alvaro dan Edward sudah bisa menebak siapa orang yang sudah berani membuat keributan di kantor Alvaro.
Dan tak lama, masuklah seorang wanita dengan pakaian yang cukup seksi. Saat melihat wanita itu, Alvaro benar-benar merasa malas. Tetapi tidak dengan Edward, pria itu langsung tersenyum bahagia melihat wanita itu datang.
"Hai, Alvaro." Sapa wanita itu.
"Apakah kau tidak menyapaku, Clara?" Tanya Edward sambil mengedipkan sebelah matanya ke arah Clara.
Ya, wanita itu adalah Clara Earlene Smith. Clara memang menyukai Alvaro. Lebih tepatnya terobsesi. Clara akan melakukan segala cara apapun supaya dia mendapatkan Alvaro. Pria pujaan hatinya.
"Tidak, aku malas." Jawab Clara acuh.
"Alvaro ... Barusan Uncle Galvin memintaku untuk menghandle perusahaannya selama satu minggu karena dia harus pergi ke Indonesia. Itu artinya, selama seminggu ke depan kita akan sering bertemu untuk membahas proyek yang sudah direncanakan oleh perusahaan-mu dan perusahaan Uncle Galvin. Dan mungkin saja bukan seminggu karena Uncle Galvin tidak bisa memastikan berapa lama ia akan berada di Indonesia." Ucap Clara yang kini sudah duduk di kursi yang berada di depan meja Alvaro.
"Aku tahu itu." Balas Alvaro acuh.
"Tujuan utamamu datang kemari apa, Clara? Aku yakin kau kemari bukan untuk itu. Jika kau kemari hanya ingin menggangguku sebaiknya kau pergi karena aku sedang tidak ingin di ganggu." Lanjut Alvaro datar.
"Sepertinya kau sudah sangat mengenalku, Varo. Baiklah, tujuanku kemari hanya ingin mengajakmu untuk makan siang bersama. Kau mau kan?" Tanya Clara sambil berusaha menggenggam tangan Alvaro.
Alvaro langsung melepaskan genggaman tangan Clara dari tangannya.
"Maaf aku tidak bisa. Aku ada urusan mendadak." Ucap Alvaro sambil beranjak berdiri.
"Urusan apa, Varo? Lalu bagaimana denganku?" Tanya Clara.
"Biar Edward yang menemanimu makan siang." Balas Alvaro datar.
Setelah itu, Alvaro langsung pergi meninggalkan Clara dan juga Edward yang masih berada di ruangannya.
"Hei, Al. Kau mau kemana?!" Teriak Edward.
Alvaro tak menanggapi pertanyaan Edward. Ia lebih memilih pergi dari pada harus berhadapan dengan Clara.
Melihat Alvaro pergi begitu saja membuat Clara kesal. Ia hendak mengejar Alvaro tetapi Edward langsung menahannya.
"Kau mau kemana, Clar?" Tanya Edward.
"Aku harus mengejar Alvaro. Jangan menghalangiku, Ed." Jawab Clara.
"Apakah kau tidak mendengar jawabannya tadi? Aku yang akan menemanimu makan siang, Clara." Ucap Edward masih berusaha mencegah Clara pergi.
"Aku tidak mau. Aku hanya ingin makan siang bersama Alvaro." Balas Clara memberikan tatapan tajam nya kepada Edward.
"Dia tidak tertarik kepadamu, Clara. Jadi berhenti mengejarnya. Sampai kapan pun dia tidak akan pernah melirikmu. Dia sudah memiliki kekasih." Ucap Edward.
Edward sengaja mengatakan kepada Clara bahwa Alvaro sudah memiliki kekasih supaya wanita itu berhenti mengejar Alvaro karena sampai kapan pun Alvaro tidak akan pernah meliriknya. Edward merasa kasihan kepada Clara karena wanita itu tidak mendapatkan respon yang baik dari Alvaro.
"Kau cantik dan pintar, Clara. Di luar sana banyak pria yang ingin menjadi kekasihmu. Jangan kau jatuhkan harga dirimu seperti ini hanya untuk mendapatkan cinta dari Alvaro. Aku mengatakan hal ini karena aku merasa kasihan kepadamu. Jadi sebaiknya kau berhenti mengharapkan Alvaro." Lanjut Edward.
Clara langsung terdiam mendengar ucapan Edward. Benar apa yang dikatakan Edward barusan. Tetapi bukan hanya Alvaro tujuannya. Melainkan kekayaan pria itu juga yang menjadi tujuan utamanya. Jika dia berhenti, itu artinya dia tidak bisa mengambil kekayaan Alvaro.
"Sudahlah ... Kau tidak perlu ikut campur ke dalam urusanku." Ucap Clara sambil mendorong tubuh Edward agar menjauh.
Setelah itu Clara memutuskan untuk pergi dari kantor Alvaro. Melihat Clara pergi, Edward pun hanya membiarkannya. Akhirnya ia segera keluar dari ruangan Alvaro. Saat berada di depan meja Emilia, Edward langsung menghampiri Emilia yang sedang fokus dengan pekerjaannya.
"Mau makan siang denganku, Em?" Tanya Edward.
"Maaf, Tuan. Saya sudah memiliki janji dengan tunangan saya." Jawab Emilia sopan.
Tunangan? Jadi selama ini Emilia sudah memiliki tunangan? Itu artinya kesempatanku untuk mendekatinya semakin tipis. Batin Edward.
"Baiklah kalau begitu." Balas Edward sambil berlalu pergi meninggalkan meja Emilia.
*****
To be continue ...