NovelToon NovelToon
Gunung Es Suamiku

Gunung Es Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Perjodohan / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Kehidupan di Kantor / Wanita Karir
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: blcak areng

Lima tahun sudah Gunung Es itu membeku, dan Risa hanya bisa menatap dingin dari kejauhan.

​Pernikahan yang didasarkan pada wasiat kakek membuat Damian, suaminya, yakin bahwa Risa hanyalah gadis panti asuhan yang gila harta. Tuduhan itu menjadi mantra harian, bahkan ketika mereka tinggal satu atap—namun pisah kamar—di balik dinding kaku rumah tangga mereka.

​Apa yang Damian tidak tahu, Risa bertahan bukan demi kekayaan, melainkan demi balas budi pada kakek yang telah membiayai pendidikannya. Ia diam-diam melindungi perusahaan suaminya, mati-matian memenangkan tender, dan menjaga janjinya dengan segenap jiwa.
​Namun, ketahanan Risa diuji saat mantan pacar Damian kembali sebagai klien besar.

​Di bawah ancaman perceraian jika proyek itu gagal, Risa harus berhadapan dengan masa lalu Damian sekaligus membuktikan loyalitasnya. Ia berhasil. Proyek dimenangkan, ancaman perceraian ditarik.

​Tapi, Risa sudah lelah. Setelah lima tahun berjuang sendirian, menghadapi sikap dingin suami, dan meny

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon blcak areng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

prioritas

Di ruang perawatan VIP Rumah Sakit Mitra Utama, mobil Risa yang ringsek telah ditarik, dan Risa kini terbaring tak sadarkan diri. Damian telah memastikan kecelakaan ini dirahasiakan total dari seluruh anggota keluarga Wijaya. Ia tidak ingin ibunya, Amara, atau ayahnya, Haryo, ikut campur.

​Di samping ranjang, Risa terbaring lemah. Lengan kirinya sudah dibalut dengan perban elastis berwarna coklat tebal, tanda cedera serius. Keningnya ditutupi perban.

​Dokter keluar setelah memastikan Risa stabil. "Tuan Damian, Nyonya Risa mengalami cedera lengan kiri yang cukup serius. Tapi yang lebih kami khawatirkan adalah pendarahan internal yang dipicu oleh kelelahan ekstrem dan infeksi kronis yang sudah lama. Ia harus istirahat total. Ini bukan kecelakaan biasa, Tuan. Ini akumulasi dari penderitaan fisik."

​Kata-kata dokter itu menusuk, tetapi ego Damian tetap kokoh. Ia menolak menerima bahwa Risa bisa sesakit itu. Ia memandang penderitaan ini sebagai taktik—sebuah cara Risa untuk mencari simpati atau melarikan diri dari pekerjaan.

​"Lakukan semua yang diperlukan. Dan pastikan tidak ada berita yang bocor keluar," perintah Damian, suaranya dingin dan mutlak.

Damian duduk di sofa sudut kamar, menatap Risa yang tak sadarkan diri. Rasa bersalah bergolak, tetapi ia merasionalkannya: Ini salahnya sendiri karena mengemudi di tengah kondisi buruk. Ini salahnya sendiri karena menyembunyikan penyakit. Egonya masih kokoh.

​Tiba-tiba, suara lemah dari ranjang mengejutkan Damian. Risa siuman.

​"Damian," bisiknya lirih.

​Damian segera mendekat. "Kau sadar. Jangan banyak bergerak."

​Risa mengabaikan rasa sakitnya. Matanya yang lemah langsung mencari tas kerjanya. "Proyek Gamma... meeting besok," katanya terbata-bata.

​"Lupakan proyek itu! Kau baru saja kecelakaan!" bentak Damian, tidak percaya bahwa Risa memprioritaskan pekerjaan di atas nyawanya sendiri.

​Risa menatap Damian dengan tekad yang membuat Damian merinding. "Tidak. Aku harus menghubungi klien. Jangan sampai proyek ini gagal. Kakek..."

​Risa berhenti karena batuk, tetapi ia meraih ponselnya dengan tangan kanannya yang tidak terluka.

​"Aku akan menghubungi klien sekarang. Katakan aku ada masalah pribadi. Kita bisa bertemu secara daring atau ditunda. Tapi jangan batalkan," pinta Risa, nada suaranya memohon, tetapi yang didengar Damian hanyalah ambisi yang tidak waras.

​Damian merebut ponsel itu dengan marah. "Kau! Kau benar-benar ambisius gila! Kau hampir mati dan yang kau pikirkan hanya tender itu? Kau bahkan tidak peduli dengan tanganmu yang patah! Apakah harta kakekku sepenting itu, Risa?!"

Air mata menggenang di mata Risa, bukan karena rasa sakit fisik, tetapi karena tuduhan kejam itu. Ia tidak bisa menjelaskan. Ia tidak bisa mengatakan bahwa jika proyek ini gagal, ia akan merasa mengkhianati kepercayaan Kakek Wijaya yang sudah membiayai hidupnya. Ia tidak bisa mengatakan bahwa kegagalan akan membuat seluruh lima tahun pengorbanannya terasa sia-sia.

​"Tolong, Damian," bisik Risa, lemah. "Aku hanya tidak ingin proyek ini gagal. Aku akan menghubungi klien sendiri."

​Kepala Risa berdenyut, dan ia kembali menutup mata karena kelelahan.

​Damian berdiri termangu. Rasa marah dan rasa bersalah bercampur menjadi satu. Ia melihat Risa. Ia melihat kelelahan, cedera, dan kesakitan. Namun, yang didengar Damian adalah pengakuan: Proyek ini lebih penting dari hidupku.

​Ego Damian kembali menang. Alih-alih melihat loyalitas dan balas budi, Damian melihat bukti bahwa Risa memang gila harta. Kecelakaan itu hanyalah hambatan kecil dalam perjalanan Risa untuk mendapatkan aset keluarga Wijaya.

​Damian mengambil ponsel Risa. Ia tidak menghubungi klien. Ia menghubungi Reno (asistennya) dan dokter pribadi keluarga, meminta semua informasi medis yang mungkin ia dapatkan secara rahasia.

​Ia harus tahu. Bukan karena ia peduli. Tapi karena ia harus menemukan celah kelemahan Risa agar bisa membatalkan pernikahan ini tanpa melanggar wasiat kakeknya.

Demian mengambil ponsel Risa yang ia sita. Ia tidak mencari pesan cinta atau curhatan; Damian mencari bukti keserakahan.

​Ia menemukan pesan-pesan yang dikirim Risa kepada timnya, memastikan Proyek Gamma tidak terhambat. Ia juga menemukan beberapa catatan kecil yang berkaitan dengan waktu keberangkatan dan pertemuan yang ia batalkan. Semua itu hanya memperkuat keyakinannya bahwa Risa adalah seorang wanita yang berambisius, bahkan di ambang kematian.

​Namun, yang ia temukan selanjutnya adalah pesan rutin Risa kepada sebuah yayasan panti asuhan, menanyakan kabar anak-anak di sana dan memastikan donasi bulanan sudah dikirim. Ada juga beberapa email lama dari Kakek Wijaya yang mengucapkan terima kasih atas kepedulian Risa.

Meskipun Damian melihat kebaikan Risa, egonya secara otomatis menafsirkan kebaikan itu sebagai taktik pencitraan. Tentu saja, wanita dari panti asuhan akan berdonasi di panti asuhan, itu sandiwara yang bagus.

Damian sedang meninjau draf perjanjian Proyek Gamma di tablet-nya, mencoba mencari kelemahan di tengah kesempurnaan pekerjaan Risa, ketika pintu kamar perawatan diketuk pelan.

​Reno, asisten pribadinya, masuk dengan ekspresi tegang. "Tuan Damian, ada yang datang mencari Anda. Dia bilang ini mendesak terkait Proyek Gamma."

​"Aku sudah bilang aku tidak menerima tamu," potong Damian dingin.

​"Dia... dia bilang dia adalah perwakilan klien yang seharusnya bertemu dengan Manager Risa di luar kota. Namanya Nyonya Karina," bisik Reno.

​Damamian terdiam. Karina. Nama itu adalah bayangan masa lalunya. Wanita yang ia cintai dan seharusnya ia nikahi sebelum pernikahan paksa dengan Risa. Damian telah mengirim Risa untuk bertemu klien ini—ia tidak sadar klien yang dimaksud adalah mantan kekasihnya.

​Karina tidak menunggu izin. Dia melangkah masuk, memancarkan aura kemewahan dan kesuksesan. Matanya yang indah segera menemukan Damian dan, yang lebih mengejutkan, ranjang Risa.

​"Damian? Kenapa kau di sini? Dan kenapa... kenapa ada Risa?" tanya Karina, kebingungan tergambar jelas.

"Dia kecelakaan saat dalam perjalanan untuk menemuimu," jawab Damian kaku, berusaha mempertahankan ketenangan. "Negosiasi ditunda."

​Karina melirik perban tebal di tangan Risa dan wajah Risa yang pucat. "Astaga, aku tidak tahu dia mengemudi sendiri. Aku mengirim pesan kepada perusahaannya agar dia ditemani sopir, dan pertemuan kami bisa ditunda jika dia punya masalah kesehatan. Kenapa dia tampak..." Karina menelan kata-katanya, tapi tatapannya menuduh Damian.

​"Dia tahu betapa pentingnya tender ini," jawab Damian cepat. "Dia wanita yang sangat ambisius."

​Karina mendesah. "Damian, Risa tidak pernah ambisius. Aku kenal dia. Dia hanya..." Karina menatap Risa dengan simpati. "Dia terlalu baik dan terlalu loyal pada orang yang ia hargai."

​Karina mengambil tempat di sofa, memancarkan aura percaya diri. "Bagaimana pun, kami tidak bisa menunda lama. Tender ini krusial bagi perusahaanku, Artha Graha. Kami adalah klien besar pertamamu di tahun ini, Damian."

​Karina melihat Risa lagi, lalu kembali menatap Damian dengan senyum penuh arti. "Aku tahu Risa yang menyusun proposalnya, dan itu brilian. Sekarang, karena dia tidak bisa, kau harus mengambil alih, Damian. Atau, jika kau mau, aku bisa mengambil drafnya, mempelajarinya, dan kita bisa bernegosiasi seperti dulu."

​Kata-kata itu adalah pukulan telak. Karina tidak hanya menantang Damian secara profesional, tetapi juga secara personal—menggali kembali sejarah romantis mereka dan menantang status Risa sebagai istrinya.

​Damian merasakan api cemburu dan amarah baru. Risa, bahkan dalam keadaan terluka, masih menjadi penghalang. Dan kini, ia harus menghadapi mantan kekasihnya, yang juga mengancam Proyek Gamma yang sudah diperjuangkan Risa hingga terluka.

"Aku akan mengurusnya sendiri. Kirim draf perjanjianmu ke Reno," putus Damian, menolak tawaran Karina. Ia tidak ingin Karina mengambil keuntungan dari keadaan ini, apalagi mengambil alih proyek Risa.

​"Tentu, CEO Wijaya," Karina tersenyum misterius. "Kuharap istrimu cepat pulih. Aku menantikan negosiasi selanjutnya. Dan jangan khawatir, aku tahu bagaimana cara bermain yang adil."

​Setelah Karina pergi, Damian berdiri di samping Risa. Ia merasa dikepung. Karina ada di satu sisi, menantangnya dengan masa lalu. Risa ada di sisi lain, menantangnya dengan dedikasi yang ia tolak untuk dipahami.

​"Kau lihat, Risa?" bisik Damian pada istrinya yang tak sadarkan diri. "Bahkan saat kau di sini, kau membuat masalahku semakin besar."

​Damian tidak menyadari, ia baru saja membuktikan bahwa Risa bukan gila harta, melainkan perisai yang melindungi Damian dari konfrontasi dengan cinta masa lalunya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!