NovelToon NovelToon
Kesempatan Kedua Sang Duchess

Kesempatan Kedua Sang Duchess

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Mengubah Takdir / Romansa
Popularitas:4.3k
Nilai: 5
Nama Author: KazSil

Elena Ivor Carwyn hidup sebagai Duchess yang dibenci, dihina, dan dijadikan pion dalam permainan politik kaum bangsawan. Namun ketika hidupnya direnggut secara tragis, takdir memberinya kesempatan kedua kembali satu tahun sebelum kematiannya. Kali ini, Elena bukan lagi wanita naif yang mudah dipermainkan. Ia bertekad membalikkan keadaan, mengungkap pengkhianat di sekitarnya, dan melindungi masa depan yang pernah dirampas darinya.

Namun di balik senyuman manis para bangsawan, intrik yang lebih mematikan menanti. Elena harus berhadapan dengan konspirasi kerajaan, perang kekuasaan, dan rahasia besar yang mengancam rumah tangganya dengan Duke Marvyn Dieter Carwyn pria dingin yang menyimpan luka dan cinta yang tak pernah terucap. Di antara cinta, dendam, dan darah, Elena akan membuktikan bahwa Duchess Carwyn bukan lagi pion melainkan ratu di papan permainannya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KazSil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Lidah Tajam Sang Duchess

“Sayang sekali… tapi ucapan Anda benar.” Elena menurunkan pandangan sejenak, jemarinya menyentuh lembut gaunnya. Senyumnya tipis, nyaris polos.

“Gaun ini memang dipilih langsung oleh Duke sendiri.”

Ia lalu mengangkat kepalanya, menatap wanita yang tadi berbicara.

“Dan yang lebih mengejutkan… bahkan aku tidak tahu ia mencocokkan pakaiannya denganku. Bukankah itu… sangat manis?”

Senyumnya melebar, diarahkan pada seluruh lingkaran wanita bangsawan. Namun sekejap kemudian, senyuman itu memudar, berganti sorot mata dingin.

“Lalu… darimana kalian begitu yakin aku hendak menerima ajakan pria tadi?” suaranya rendah, tapi tajam menusuk. Elena mengangkat kedua tangannya, lalu menepukkan telapak kanan ke kiri dengan keras, plak!

“Bagaimana jika aku hanya berniat melakukan ini?” ujarnya sambil tertawa ringan, penuh ejekan.

Beberapa wanita tertegun, saling berpandangan. Elena tidak berhenti di situ.

“Ah, benar… kalian tadi mengatakan bahkan patung kayu pun bisa tampak anggun bila berdansa dengan Duke Carwyn. Maka itu berarti…” ia mencondongkan tubuh sedikit ke depan, menatap mereka satu per satu, “tidak ada seorang pun di ruangan ini yang lebih berharga dari patung kayu itu… hingga akhirnya Duke memilihnya.”

Kata-katanya meluncur halus, namun setiap suku kata seperti pisau.

Elena lalu menegakkan tubuh kembali. Suaranya lebih lembut, namun racun dalam kata-katanya terasa jelas

“Duke memang selalu sibuk. Hasilnya… ia berhasil membuat nama Duke Carwyn lebih dihormati, dan terus menambah pundi-pundi emas hingga membuat banyak orang ingin memilikinya.”

Ia menatap mereka dengan senyum tipis yang menusuk.

“Sekarang, siapa yang lebih tak tahu malu?”

Keheningan menggantung.

Wajah-wajah para wanita bangsawan itu tegang ada yang pucat, ada yang menunduk dengan cepat, pura-pura memperhatikan cangkir teh, dan ada pula yang tampak tersinggung namun tak mampu membalas. Senyum mereka yang semula congkak kini menghilang, berganti kebisuan yang menyakitkan.

Elena meneguk napas pelan, lalu kembali tersenyum tipis.

“Lucu sekali… kalian sibuk memperbincangkan aku, tapi ternyata, kalian justru lupa menjaga kehormatan sendiri. Apa kalian tidak takut… pasangan kalian mendengar bagaimana kalian begitu terobsesi pada pria lain?”

Beberapa wanita sontak menegang, kipas-kipas bergoyang panik menutupi wajah. Ada yang segera berbisik mencoba menangkis, “T-tentu saja bukan begitu, Duchess…” namun suara mereka rapuh, kehilangan kekuatan.

Elena mencondongkan tubuh sedikit, suaranya pelan namun menusuk.

“Jika benar aku hampir membuat skandal… maka kalian barusanlah yang dengan senang hati menyebarkannya, menambahkan bumbu di sana-sini. Katakan padaku siapa yang lebih hina? Orang yang nyaris terjatuh… atau mereka yang berebutan melemparkan batu agar ia jatuh lebih cepat?”

Sunyi. Tidak ada yang berani menjawab. Bahkan Lady Cecilia pun menggertakkan giginya, wajahnya memerah, namun tak mampu merangkai satu kata pun.

Elena menegakkan tubuhnya kembali. Senyumnya kini dingin, penuh kemenangan.

“Aku rasa… pembicaraan kita sudah cukup. Teh kalian mulai terasa terlalu hambar.”

Dengan anggun, ia bangkit dari kursinya. Gaun malamnya berdesir lembut, gemerlap di bawah cahaya kristal. Tanpa menoleh lagi pada lingkaran wanita itu, Elena melangkah pergi, meninggalkan mereka terbungkam di kursi masing-masing.

Udara pesta terasa menyesakkan setelah pertempuran kata-kata itu. Elena berjalan keluar aula, menuju balkon yang terbuka. Angin malam yang sejuk menyambutnya, membawa aroma bunga yang jauh lebih jujur daripada senyum palsu di balik kipas para bangsawan. Ia menarik napas panjang, berusaha menenangkan denyut nadinya yang masih kencang.

Namun sebelum kakinya benar-benar melewati ambang pintu menuju balkon, ia merasakan sesuatu.

Tatapan.

Ia berhenti. Perlahan menoleh.

Dari kejauhan, di sisi aula, Edmund Valens yang tengah berbicara dengan Mervyn. Namun matanya tidak bergeser sedetik pun dari dirinya. Tatapan itu… bukan tatapan biasa. Ada sesuatu yang tersembunyi di balik senyum samar di sudut bibirnya

...

Angin malam yang segar menyapu kulit Elena, lembut namun menusuk, membawa ketenangan setelah pertempuran halus di meja teh. Ia tersenyum tipis senyum kemenangan.

Meskipun sulit… ternyata aku bisa berubah. Berbeda sekali dengan kehidupanku sebelumnya, batinnya bergema, penuh rasa puas.

Namun senyum itu perlahan memudar. Ingatannya kembali pada satu hal yang mengganggu pikirannya sejak ia meninggalkan aula, tatapan Edmund Valens.

Kenapa pria tua itu menatapku seperti itu? Elena mengerutkan kening samar. Ada sesuatu dalam sorot mata Edmund tadi seolah bukan sekadar memperhatikan, tapi… mempermainkan. Seperti seorang bidak yang baru saja menarik langkah pertama dalam papan catur.

Apa dia tidak menyukaiku? Tapi untuk apa? Elena menggigit bibirnya pelan, pikirannya berputar cepat. Seingatku, Edmund tidak punya anak perempuan yang ingin dipasangkan dengan Mervyn. Biasanya hanya itu alasan seseorang menaruh kebencian padaku… karena menginginkan posisi ini, posisi Duchess Carwyn.

Kebisuan malam terasa lebih berat dibanding sorakan pesta. Elena memejamkan mata sejenak, mencoba menyingkirkan keraguan. Namun bayangan senyum samar Edmund kembali terlukis jelas dalam benaknya senyum yang sama sekali tidak bisa ia artikan.

Apa mungkin dia—

“Elena.”

Suara berat itu membuat Elena terlonjak kecil. Ia menoleh, mendapati Mervyn berdiri beberapa langkah darinya, sorot matanya teduh namun mengandung sesuatu yang sulit ditebak.

“Ayo kita kembali.” Suaranya terdengar datar, seolah tak memberi ruang untuk penolakan.

Namun Elena menghela napas panjang. Raut wajahnya lelah, matanya sedikit meredup.

“Aku tidak mau. Aku ingin pulang.”

Sejenak, keheningan jatuh di antara mereka. Mervyn menatap Elena lebih lama dari biasanya, seolah hendak membantah namun akhirnya ia hanya mengangguk singkat.

“Baiklah.”

Sikapnya tenang, tapi entah mengapa, aura di sekitarnya justru makin pekat.

Elena kemudian menggandeng lengannya. Keduanya berjalan keluar dari aula, langkah mereka disertai tatapan penasaran dari beberapa bangsawan yang masih tersisa.

Namun tepat ketika keduanya hampir melewati pintu utama, sebuah suara lirih namun tajam terdengar di belakang mereka cukup jelas.

“Jadi… ini wajah asli seorang Duchess Carwyn sekarang?”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!