Sebuah perjodohan tanpa cinta, membuat Rosalina harus menelan pil pahit, karena ia sama sekali tidak dihargai oleh suaminya.
Belum lagi ia harus mendapat desakan dari Ibu mertuanya, yang menginginkan agar dirinya cepat hamil.
Disaat itu pula, ia malah menemukan sebuah fakta, jika suaminya itu memiliki wanita idaman lain.
Yang membuat suaminya tidak pernah menyentuhnya sekalipun, bahkan diusia pernikahan mereka yang sudah berjalan satu tahun.
Akankah Rosalina sanggup mempertahankan rumah tangganya dengan sang suami, atau malah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hilma Naura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perasaan yang kalut
Handrian keluar dari rumah Adelina dengan langkah berat. Udara malam yang lembab langsung menyambut langkahnya, seakan ingin mencuci setiap noda yang baru saja kembali ia perbuat.
Namun tidak ada yang bisa menghapus rasa bersalah yang menancap didalam hatinya saat itu. Sehingga ia pun meraih setir mobil dengan tangannya yang terlihat gemetar, kemudian melajukan kendaraannya itu dengan kecepatan sedang, dan menembus gelapnya malam.
Mobil itu melaju di jalanan yang masih sepi, dan disetiap detik perjalanan membuat Handrian merasakan dadanya semakin sempit, karena bayangan wajah Rosalina terus menghantuinya.
Matanya yang basah karena tangisan, suara lirihnya yang memohon agar dilepaskan saat Handrian ingin melakukan hal yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya. Semua itu seakan menari-nari dibalik kelopak mata Handrian.
"Apa yang sebenarnya telah terjadi padaku? Dan kenapa pula hanya karena emosi, aku hampir saja menjamah tubuh Rosalina dalam keadaan memaksa? Dan kenapa disaat bersama Adelina pun, hanya bayangan wajahnya yang selalu hadir? Apa mungkin sekarang aku mulai mencintainya?" Gumam Handrian dengan suaranya yang parau, seolah ia sedang berbicara pada dirinya sendiri.
Namun tidak lama kemudian, ia pun menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Tidak. Tidak mungkin aku mencintai Rosalina, karena sampai kapanpun, hanya Adelina lah yang sanggup membuat hatiku menjadi tenang dan bahagia. Tapi, kenapa malam ini perasaanku rasanya sungguh berbeda, dan hatiku terasa ingin cepat sampai kerumah dan segera bertemu dengan Rosalina? Kenapa fikiranku menjadi segila ini saat mengingatnya."
Dan disaat Handrian sedang sibuk bermonolog pada dirinya sendiri. Tiba-tiba saja fikirannya menjadi tidak fokus, sehingga hampir saja ia menabrak sebuah sepeda motor yang melaju dari arah yang berlawanan. Membuat pengendara sepeda motor itu memaki dan juga membentaknya.
"Woy Mas! Kalau sedang mabuk itu tidak usah mengemudi."
Handrian hanya diam saja, dan sama sekali tidak membalas perkataan orang itu.
Dan beberapa saat kemudian, mobil terus melaju hingga akhirnya memasuki halaman rumahnya dan Rosalina.
Lampu teras yang terlihat temaram langsung menyambut Handrian, memberikan suasana tenang yang justru semakin membuat hatinya terasa remuk.
Dengan langkah perlahan, ia pun masuk ke dalam rumah.
Dan sesampainya didalam rumah, suasana terlihat begitu sepi, karena ia tidak lagi mendengar tangis Rosalina, seperti sebelum dirinya pergi untuk bertemu dengan Adelina.
Kini ruangan didalam rumah itu hanya dibalut oleh rasa sunyi dan keheningan, yang seakan menyambut setiap langkahnya.
Saat pintu kamar utama dibuka, ia sama sekali tidak melihat keberadaan Rosalina disana. Dan Handrian langsung yakin, jika istrinya itu pasti masih tidur dikamar tamu.
Pria itu menutup kembali pintu kamar, dan memutar badannya untuk berjalan kearah kamar tamu, dimana Rosalina sedang berada.
Begitu pintu kamar tamu itu terbuka lebar, ia langsung melihat istrinya yang sedang terbaring disana, dengan tubuh yang terbungkus oleh selembar selimut.
"Lina." Panggilnya lirih.
Namun sama sekali tidak ada jawaban dari mulut Rosalina, dan itu pertanda jika wanita itu memang telah tertidur pulas.
Entah mengapa tiba-tiba saja ia ingin mendekat kearah istrinya itu. Meskipun Rosalina sama sekali tidak menyadari kehadirannya.
Akhirnya, dengan perasaan yang dibalut oleh sedikit keraguan, Handrian pun melangkah pelan kearah ranjang, dan duduk disamping sang istri.
Tangannya terulur untuk menyentuh bahu Rosalina, yang hanya menggunakan gaun tidur tanpa lengan.
Kemudian, ia pun mengelus bahu lembut istrinya itu dengan menggunakan telapak tangannya yang halus, dan tiba-tiba saja... Senyum kecil pun tersungging dibibirnya.
"Rosalina... Ternyata kamu begitu cantik saat tertidur seperti ini." Ucapnya dengan suara yang terdengar berbisik.
Dan tanpa fikir panjang, akhirnya ia pun membaringkan tubuhnya dengan perlahan disamping sang istri. Lalu ia memeluk tubuh mungil Rosalina menggunakan lengannya.
*****
Pagi pun datang dengan cahaya lembut yang menembus tirai jendela kamar. Rosalina membuka matanya perlahan, dengan tubuhnya yang masih dalam posisi berbaring miring.
Namun seketika, tubuhnya menegang saat ia merasakan lengan kuat seseorang tengah melingkari pinggangnya.
Tiba-tiba saja... Bulu kuduk Rosalina terasa meremang. Dan nafasnya pun terasa tercekat dikerongkongan. Sehingga ia pun langsung menoleh dan menatap Handrian yang sedang tertidur lelap disisinya.
"Ya Allah... Mas Handrian." Ucapnya dengan suara yang sedikit terkejut, dan langsung melepaskan dirinya dari pelukan Handrian.
Dan tentu saja hal itu membuat Handrian ikut terkejut, lalu bangun dari tidurnya.
Pria itu hanya menatap kearah Rosalina dengan perasaan bingung. Karena saat itu, wanita cantik tersebut terlihat ingin menghindari dirinya.
Dengan mulut yang terlihat menguap, ia pun menatap pada istrinya itu seraya berkata...
"Kamu kenapa Lina? kenapa kamu melihat suamimu ini seperti melihat seorang monster? Apakah wajahku sudah tidak setampan saat meminangmu? Sehingga kamu jadi merasa takut seperti itu?"
Rosalina tidak langsung menjawab pertanyaan yang terlontar dari mulutnya itu. Namun ia langsung menarik selimut yang membungkus tubuhnya, sampai sebatas dada.
Lalu, ia pun menatap tajam pada pria yang masih berbaring didekatnya tersebut.
"Kenapa kamu tidur disini, Mas? Dan kenapa kamu tidak tidur dikamarmu saja?" Tanya Rosalina dengan suara yang tiba-tiba gemetar.
Namun Handrian hanya tersenyum kecil mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut istrinya itu.
Pria itu langsung bangun dari posisi berbaring, kemudian menggeser sedikit tubuhnya, agar menjadi lebih dekat dengan Rosalina.
Namun tanpa disangka, Rosalina malah melompat turun dari ranjang, sehingga ia terjatuh karena ujung kakinya tersangkut pada ujung selimut.
"BRUGK."
"Astaga, Lina! Apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu melompat seperti itu?" tanya Handrian, sambil menyusul turun dari tempat tidur, dan ingin membantu sang istri.
Namun saat itu juga Rosalina mengangkat tangannya kearah Handrian, dan meminta lelaki itu untuk tidak mendekat kearahnya.
"Berhenti, Mas! Tolong berhenti disitu dan jangan pernah kamu berani mendekat padaku!!" Ujar Rosalina.
Handrian langsung berhenti melangkah dengan tubuh yang membeku di tempat. Tatapan tajam Rosalina saat itu, seolah menembus dadanya. Dan hal tersebut lebih menyakitkan dari pada pisau manapun yang pernah ia bayangkan.
"Lina..." panggil Handrian lirih, dengan suaranya yang terdengar serak.
"Kenapa kamu bersikap seperti ini? Aku tidak akan menyakitimu. Aku hanya..."
Namun kalimat itu hanya menggantung di udara, karena Rosalina langsung menggelengkan kepalanya dengan sangat keras. Dan bola matanya juga basah, karena air yang mulai menggenang.
"Mas... Aku mohon padamu, tolong jangan mendekat. Aku masih ingat apa yang hampir saja kamu lakukan tadi malam. Aku juga masih bisa merasakan bagaimana sakitnya genggaman tanganmu saat menahan pergelanganku. Meskipun aku berteriak tapi kamu tidak perduli, dan kamu malah semakin mencoba untuk menakutiku, Mas! Jadi sekarang, aku mohon tolong kamu menjauh dariku untuk sementara waktu. Karena aku benar-benar takut saat melihatmu!" Suara Rosalina benar-benar terdengar bergetar saat berbicara. Dan ia pun hampir tidak sanggup untuk menopang dirinya sendiri.
Sementara itu, Handrian hanya bisa terdiam, sambil menatap kearah sang istri.
Perkataan Rosalina kali ini terasa menusuk dirinya tepat dibagian jantung. Ingin rasanya ia berteriak dan mengatakan pada istrinya itu, bahwa dirinya menyesal dengan segala apa yang telah ia lakukan.
Sehingga ia pun maju selangkah seraya mengangkat tangannya. Dan berharap jika Rosalina mau mendengarkan perkataannya.
Bersambung...