NovelToon NovelToon
Si PHYSICAL TOUCH

Si PHYSICAL TOUCH

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Beda Usia / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Harem
Popularitas:900
Nilai: 5
Nama Author: gadisin

Edam Bhalendra mempunyai misi— menaklukkan pacar kecil yang di paksa menjadi pacarnya.

"Saya juga ingin menyentuh, Merzi." Katanya kala nona kecil yang menjadi kekasihnya terus menciumi lehernya.

"Ebha tahu jika Merzi tidak suka di sentuh." - Marjeta Ziti Oldrich si punya love language, yaitu : PHYSICAL TOUCH.

Dan itulah misi Ebha, sapaan semua orang padanya.

Misi menggenggam, mengelus, mencium, dan apapun itu yang berhubungan dengan keinginan menyentuh Merzi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon gadisin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kasur

Ebha menekan dan mengusap bibir Merzi dengan jempolnya setelah lelaki itu menempelkan bibirnya diatas jempolnya yang menutup bibir Merzi.

"Marjeta untuk gadis yang saya sentuh. Dan kamu adalah Marjeta." Setelah mengatakannya, Ebha menjatuhkan badan disamping Merzi.

Matanya dia tutup dengan lengan besarnya. Ebha mengatur napas lebih rileks. "Maafkan saya, Nona Merzi." Sebaiknya dia menghentikan dirinya sendiri. Akal sehatnya kembali dan berpikir tak perlu menunggu Merzi untuk menampar atau mendorongnya.

Merzi menengok pada Ebha. Tangannya dia lipat diatas perut. "Ebha mencium Merzi?"

Lelaki disampingnya ikut menoleh. "Maaf, Nona."

Sebenarnya Ebha tak menyentuh langsung bibir Merzi karena lelaki itu menahan dengan jarinya. Ebha tak segila itu untuk mengambil kesempatan karena Merzi menggebu-gebu menyukainya dan terus meminta ciuman darinya. Ebha bukan orang yang tepat untuk itu.

Lalu Merzi menarik tangan Ebha yang berada diatas kening lelaki itu untuk dibawa ke dekat dadanya. "Merzi deg-degan, Ebha."

Ebha menatap tangannya diatas dada Merzi. Lagi-lagi dia bergumam, "maaf, Nona Merzi."

Mata sayu Merzi terus memandang Ebha. Dia bergerak mendekati Ebha. Badannya setengah telungkup menimpa Ebha. Tangan halusnya kembali menyentuh perut Ebha perlahan terus naik ke dada lelaki itu.

Tangan Merzi hangat menyentuh kulitnya yang dingin. Ebha membiarkan jemari Merzi bergerak tak beraturan diatas badannya.

Merzi bergerak lagi. Membisikkan Ebha, "tidak Merzi maafkan," lalu mengecup cuping lelaki itu.

Rahang Ebha mengeras. Matanya terpejam erat. Bibir Merzi kembali mengecupi wajahnya. Dari pipi, dagu, hidung, mata, kening dan pelipisnya lalu turun ke dadanya.

Kecupan Merzi mendarat diatas bahu lebar Ebha dan menggigitnya kecil. "Apakah sakit?"

Ebha membuka mata dan membalas tatapan Merzi. "Tidak."

"Ebha suka tidak Merzi ciumi seperti ini, ini, dan ini?" Perut, dada, dan mata Ebha Merzi cium dengan menempelkan bibirnya lebih lama.

Tak segera menjawab, Ebha menjepit dagu kecil Merzi dan membawanya mendekati wajahnya. "Saya akan suka jika saya juga menciumi nona." Mengangkat kepala sedikit, Ebha mencium lalu menggigit kecil cuping Merzi.

"Akh, Ebha, kenapa menggigit Merzi?!" Protes Merzi dengan wajah memberungut.

Ebha menyeringai disamping wajah Merzi. Lelaki semakin menarik sang nona mendekat dan kembali mencium kulit sekitaran telinga Merzi.

Telinga Merzi dikulum. "Ahh…." Desahan ringan keluar begitu saja dari mulutnya yang kecil.

Desahannya membuat Ebha semakin berani. Sebelah tangannya terulur ke belakang punggung Merzi lalu dengan pasti telapak tangan besarnya meremas bokong kecil Merzi.

Sang nona kembali menggeliat dan, "ugh, Ebhaaa."

Ebha meraih tangan Merzi yang menjambak rambutnya. "Saya disini, Marjeta." Katanya lalu mengecup tangan lembut Merzi.

Seketika Merzi tersadar. Dia menarik diri membuat tubuhnya dan tubuh Ebha berjarak. Setiap kali Ebha memanggilnya 'Marjeta' dengan gerakan refleks gadis itu seperti ditarik agar menjauh dari Ebha.

Sedangkan Ebha juga tersadar seperti Merzi. Dia segera duduk dan mengusap kasar wajahnya.

"M—maafkan saya, Nona. Saya sudah sangat lancang. Hukuman apapun akan saya terima." Ucap Ebha penuh penyesalan. Kenapa makin kesini dia semakin sulit mengendalikan diri?

"Kemarilah, Ebha."

"Maaf, Nona, sudah larut malam, sebaiknya nona beristirahat."

"Ck, Merzi belum selesai. Berbaring lagi disini." Merzi menepuk sisi yang sempat Ebha tiduri tadi.

Kepala Ebha menggeleng. "Saya khawatir akan bertindak lancang lagi, Nona."

"Ebha ingin disini sebentar lagi? Atau Merzi yang datangi kamar Ebha dan tidur disana?"

Saya tidak ingin keduanya, Nona.

"Apa yang Ebha pikirkan? Merzi hanya minta Ebha berbaring saja. Disini."

Perlahan Ebha menekuk lututnya diatas tempat tidur. Lelaki itu menekuk melakukan hal sama seperti yang Merzi lakukan. Duduk diatas tekukan kaki.

Merzi tersenyum. Dia berpindah tempat berjalan dengan lutut mendekati Ebha. "Merzi masih ingin menyentuh Ebha. Boleh, kan?"

"Sebelum itu tampar saya karena sudah bertindak kurang ajar pada nona"

"Apakah harus?"

"Ya, harus."

Tangan selembut sutra itu menyentuh pipi Ebha. "Tapi Merzi tidak tega."

"Saya tidak akan tenang sebelum nona menampar atau memukul saya."

"Ebha selalu berhasil memaksa Merzi." Kata Merzi dengan cibiran. "Baiklah kalau begitu."

PLAK!

Kepalanya tertoleh sedikit ke samping. Merzi menarik kepala Ebha dan memeriksa tamparannya. "Apakah Merzi menampar dengan kuat? Tidak sakit kan, Ebha?"

Wajah Merzi khawatir beda dengan Ebha yang tersenyum. Lelaki itu mengambil tangan Merzi yang menampar pipinya tadi untuk diperiksa.

"Saya yang ditampar, tapi tangan nona yang memerah. Saya harap ini tidak sakit."

Merzi melihat ke bawah. Menatap Ebha yang mengusap telapak tangannya dengan telapak tangan lelaki itu.

"Sakit sedikit. Ebha harus menciumnya agar sakitnya hilang."

Tapi Ebha menggeleng. Dia tetap mengusap telapak tangan sang nona.

"Merzi bilang 'DI CIUM', Ebha. Ayo cepat! Merzi masih ingin menyentuh Ebha, ya! Jangan mengalihkan perhatian."

Lalu Ebha mendekatkan tangan Merzi ke mulutnya. Sentuhan pertama dia menahan lama bibirnya diatas telapak tangan Merzi. Gadis itu diam. Ebha lanjut mencium punggung tangan Merzi. Empu masih diam.

Berlanjut lagi ciuman Ebha naik keatas tangan Merzi. Setiap kali dia mendaratkan bibir, lelaki itu akan menghirup wangi kulit halus Merzi. Ebha terus memandangi Merzi selagi dia menciumi tangan kanan gadis itu.

Hingga ciuman terakhir Ebha mendarat diatas bahu terbuka Merzi. Dia berujar. "Saya ingin nona berbaring lagi diatas tubuh saya."

Alis Merzi terangkat sebelah. "Biar apa?"

"Merasakan detak jantung nona diatas dada saya." Ebha mendorong tubuhnya ke belakang sambil menarik pelan tangan Merzi yang masih dipegangnya.

Mereka kembali di posisi berdekatan tanpa jarak. Menempel dengan erat.

"Seperti ini?"

"Ya, Nona, seperti ini."

"Oke."

Tangan Merzi mengelus tangan panjang dan besar Ebha. Kepalanya miring diatas dada lelaki itu.

"Ebha."

"Ada apa, Nona?"

"Ebha setuju ya menjadi kekasih Merzi."

Mendengar kalimat Merzi itu Ebha terdiam memikirkan jawaban yang pas. "Saya …. tidak tahu, Nona." Bahunya diusap Merzi.

"Kalau Merzi cium mau tidak?"

"Kenapa bertanya? Nona sudah sering mencium tangan saya bahkan wajah saya."

"Maksud Merzi cium bibir. Seperti yang Ebha lakukan tadi."

"Itu … bibir kita tak langsung bersentuhan, Nona. Tidak bisa dikatakan berciuman."

Merzi mengangkat kepalanya dan melihat Ebha. "Ebha sepertinya seorang kisser. Berapa banyak perempuan yang sudah Ebha cium?"

Pertanyaan Merzi begitu pribadi. Haruskah dia menjawab jujur?

"Pertanyaan nona Merzi semakin melantur."

"Jawab saja."

"Itu terlalu pribadi, Nona."

"Lalu, apa masalahnya?"

Ebha mendesah berat dalam hati. "Maaf, tapi saya tidak ingin menjawabnya."

"Pelit sekali!" Merzi menyebikkan bibir kembali menidurkan kepala diatas dada Ebha.

"Nona tidak mengantuk?"

"Jam berapa sekarang, Ebha?"

Ebha mengangkat tangan kirinya memeriksa jam. "Sekitar tiga puluh menit lagi pukul sepuluh malam."

"Hmm, baiklah." Merzi menyelinapkan wajahnya ke leher Ebha. "Jadilah kekasih Merzi, Ebha." Perlahan mata gadis itu terpejam. Elusan ditangan Ebha semakin melambat.

Sedangkan Ebha hanya bisa berbaring kaku. Apakah dia akan berakhir tidur di ranjang yang sama dengan sang nona?

...****************...

Entah pukul berapa sekarang. Ebha merasakan kantong kemihnya penuh lalu tubuhnya seperti dihimpit benda tak berat tapi mampu membuat sedikit sesak. Hingga perlahan bertanya terbuka dan langsung menatap atap diatas matanya.

Bukankah ini kamar nona Merzi?

Lalu dia tersadar dan menunduk melihat sosok yang masih berbaring tengkurap diatas badannya. Ya, Ebha ingat. Setelah tak mendengar suara Merzi dan elusan tangan gadis itupun berhenti, dia juga ikut memejamkan mata. Hembusan napas Merzi yang menerpa lehernya membuatnya tergoda untuk ikut menyusul sang nona ke alam mimpi.

Bodoh! Bisa-bisa kau tertidur disini. Ah, jam berapa sekarang?

Pukul dua tepat setelah Ebha melihat jam tangannya. Dia menunduk lagi dan melihat Merzi yang terlelap.

"Nona tidur begitu nyenyak." Tangan Ebha melingkari pinggang dan punggung Merzi. Lelaki itu perlahan memiringkan tubuh membuat tubuh Merzi ikut miring. Merzi menggeliat dan itu membuat Ebha lebih hati-hati meletakkan sang nona diatas kasur.

"Hmm…." Gumam Merzi mendorong tangan Ebha yang memegang punggungnya.

Ebha menarik tangannya dan beralih menepuk-nepuk pelan bahu Merzi. "Ssttt. Tidurlah."

Setelah Merzi berbaring diatas kasur, Ebha sepelan mungkin turun dari tempat tidur sambil terus mengawasi tidur Merzi.

"Huft…." Lega Ebha setelah kakinya menapak lantai dengan sempurna.

Sebelum pergi Ebha meletakkan bantal dibawah kepala Merzi dengan lembut. Lalu menutup tubuh sang nona dengan selimut hingga bahu.

"Mimpi indah, Nona. Saya pergi dulu." Ebha memakai kaosnya lalu berjalan ke walk in closet untuk mengambil sweater-nya.

Sekali lagi sebelum pergi, Ebha mendekati Merzi dan mengusap kening sang nona yang tertutup beberapa helai rambut putihnya.

"Kamu cantik mengalahkan bidadari surga, Marjeta." Bisik Ebha diakhiri kecupan singkat disamping pelipis Merzi.

Gejolak ingin menyentuh dan mencium Merzi itu semakin keluar dan tak dapat ditahannya. Apalagi setelah nona mudanya beberapa kali mengatakan suka dan memintanya menjadi kekasih juga keinginan untuk mencium bibirnya.

Ebha lah yang beruntung bukan Merzi.

Lorong lantai dua sepi dan sunyi. Yang bersuara hanyalah derap langkah Ebha. Jam-jam segini adalah waktu puncak tidur manusia. Sedang nyenyak-nyenyaknya terlelap.

Ebha menuruni tangga dengan cepat. Kantong kemihnya semakin sesak dan minta dikeluarkan.

Tiba di pintu masuk ke lorong kamar-kamar pekerja dia melihat pekerja perempuan yang keluar dari kamarnya. Ebha tak ingin menyapa tapi perempuan itu segera menyadari kehadirannya.

"Ebha? Dari mana kau?" Perempuan itu mengintip ke belakang tubuh Ebha. "Rumah utama?"

"Ya."

"Apa yang kau lakukan disana malam-malam begini? Menemui nona Merzi?"

"Kau terlalu banyak bertanya, Nana. Aku duluan. Dah!" Ebha melongos pergi.

Nana mengernyitkan kening dan melihat Ebha yang berlari menuju kamarnya.

"Hem. Mencurigakan." Gumam Nana mengusap dagunya. "Aku akan menceritakannya pada bibi Liney nanti."

Tugas Nana adalah merapikan kamar Merzi. Termasuk mencuci dan menyetrika pakaian sang nona muda. Dia bekerja berdua dengan pekerja perempuan lainnya yang seusia dengannya. Namanya adalah Nella. Dan temannya itu sedang tidur dikamar yang sama.

Dari dulu mereka berteman dan bekerja di kediaman Oldrich juga bersamaan setelah lulus SMA. Berasal dari keluarga yang serba kekurangan membuat keduanya harus mengubur mimpi. Dan bekerja di kediaman Oldrich menyenangkan karena tuan dan nyonya-nya yang ramah.

Nana memeluk tubuhnya karena tiba-tiba angin bertiup kencang. "Ah, dinginnya. Sebaiknya aku mengambil kardigan dulu." Pikirnya kembali masuk ke kamar.

Sedangkan di kamar Ebha, lelaki itu kini sudah berbaring diatas tempat tidur. Lampu kamar telah dimatikan membuat sekelilingnya gelap, tapi matanya belum kembali terpejam. Memikirkan hari esok yang akan dijalani.

"Apakah nona Merzi akan diantar paman Lym kembali?" Helaan napas Ebha terdengar kuat. "Semoga saja tidak. Aku ingin dia memegang tanganku ketika sedang menyetir seperti sebelumnya."

"Ck, oh Marjeta!"

1
_senpai_kim
Gemes banget, deh!
Diana
Aduh, kelar baca cerita ini berasa kaya kelar perang. Keren banget! 👏🏼
ASH
Saya merasa seperti telah menjalani petualangan sendiri.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!