Bidadari Untuk Zayn
Malam itu gelap, hanya cahaya dari lampu jalan yang menerangi aspal hitam yang berkilau. Angin malam berhembus kencang, menggerakkan rambut yang terurai dari helm mereka yang telah dipakai.
Jalanan sepi, tetapi di ujung sana, suara deru mesin mulai terdengar, semakin dekat. Geng motor Black Phoenix berkumpul, sepeda motor mereka mengelilingi tempat start di pinggir jalan. Beradu dengan Geng Venom Riders.
Kedua geng ini tidak pernah akur dalam hal apapun, selalu saja bersaing menunjukkan siapa yang paling hebat di antara mereka.
Zayn berdiri paling depan, matanya menatap tajam ke arah lawan-lawannya. Wajahnya dingin, seperti biasa, tanpa ekspresi. Tangannya menggenggam erat setang motor, jari-jarinya yang kekar menggenggam gas seakan siap meledak.
"Jangan kasih ampun, bro," kata Ryu, sambil menatap Zayn dengan senyuman penuh tantangan.
Axel, yang berdiri di samping mereka, melirik dengan tatapan tajam, "tunjukkan siapa yang paling hebat bro."
Zayn hanya mengangguk, kemudian menarik napas dalam-dalam. Mesin motor dihidupkan, mengeluarkan suara bergemuruh yang menggema di malam yang sunyi.
Di sampingnya adalah geng lawan, ketua geng motor Venom Riders, Aldrich Varen.
"Bantai mereka, tunjukin siapa Venom Riders," ujar Ares kepada Aldrich Varen.
"Tiga... dua... satu...!"
Tanpa peringatan lebih lanjut, gas diputar penuh. Semua motor meluncur, menyapu jalanan dengan kecepatan yang memecah keheningan malam. Zayn memimpin, diikuti Aldrich, mereka saling bersaing sengit.
Suara motor yang menderu itu menggema hingga ke setiap sudut jalan, seperti jejak petir yang membelah malam.
Asap knalpot mengepul tebal. Mereka melewati tikungan tajam tanpa sedikit pun mengurangi kecepatan. Zayn merasakan sensasi dingin menyentuh wajahnya, matanya tetap fokus ke depan. "Jangan sampai kalah," gumamnya dalam hati, menambah kecepatan motornya.
Aldrich tidak mau kalah. Dengan keterampilan balap yang luar biasa, dia menyalip Zayn di sebuah tikungan. Wajahnya penuh percaya diri, tangannya tetap kokoh memegang setang.
Namun, Zayn tahu dia harus lebih berhati-hati. Momen itu adalah detik-detik berbahaya yang bisa merubah semuanya.
Tiba-tiba, suara klakson keras dari belakang. Ryu sudah menempel ketat di mereka, siap memanfaatkan setiap celah untuk mendahului. Saling kejar-kejaran semakin ketat, mereka seperti bayangan yang saling mengejar dalam gelap.
Jalanan semakin sempit. Mereka harus memilih dengan hati-hati kapan harus menambah kecepatan dan kapan harus mengerem. Zayn menghindari rintangan yang muncul mendekat.
Hanya ada dua pilihan yaitu menang atau kalah. Geng mereka sudah terbiasa dengan risiko seperti ini, tapi malam ini rasanya lebih mencekam. Namun sayang, tak jauh di depan, lampu mobil polisi terlihat, semakin mendekat dengan cepat. Mereka harus cepat mencari jalan keluar.
"Jangan sampai ketahuan!" seru Zayn, memutar motornya dengan cekatan untuk menghindari patroli polisi yang mulai melintas.
Asap knalpot mengepul lebih tebal saat mereka berbelok tajam, melintasi gang sempit yang hanya bisa dilewati dengan motor. Ryu hampir terjatuh saat melintasi jalan yang licin, tetapi dengan instingnya yang tajam, dia berhasil menjaga keseimbangan.
Suara sirene mulai terdengar di kejauhan, memecah konsentrasi mereka, "ayo! Kita harus keluar dari sini!" Zayn berteriak, memacu motornya lebih cepat lagi, meninggalkan geng yang semakin jauh tertinggal di belakangnya.
Semua orang sudah bubar, sibuk menyelamatkan diri masing-masing dari kejaran polisi.
Semua orang berpencar entah ke mana, sementara Zayn terkepung oleh polisi.
Tangannya erat menggenggam setang motor, tubuhnya condong ke depan, mencoba mengimbangi kecepatan yang semakin liar.
Di belakangnya, lampu mobil polisi berkedip terang, menembus gelapnya malam, “ berhenti! Jangan lari!” suara megafon terdengar lantang, tetapi Zayn tidak peduli. Ia harus kabur.
Di depannya, jalanan berbelok tajam, dan di sisi lain terdapat sebuah perempatan dengan lalu lintas kendaraan yang masih cukup ramai. Dengan kecepatan tinggi, Zayn mencoba bermanuver, tetapi…
“Sial!”
Ban belakangnya tergelincir di atas pasir yang tersebar di tikungan! Motor oleng! Ia kehilangan kendali! Dalam hitungan detik, tubuhnya terhempas ke aspal, berguling beberapa kali sebelum akhirnya berhenti di pinggir jalan. Suara gesekan motor dengan aspal memekakkan telinga.
Zayn terdiam sesaat. Kepalanya berdenyut, tangannya terasa perih akibat goresan. Napasnya tersengal, tetapi otaknya bekerja cepat. Ia tidak bisa berhenti di sini. Polisi akan segera menangkapnya!
Dengan panik, ia menoleh ke arah motornya. Motor itu tergeletak di tengah jalan, ringsek di salah satu sisinya, mesin masih menyala dengan suara yang serak. Mustahil ia bisa kabur dengan motor itu lagi.
Tanpa pikir panjang, Zayn berlari.
Ia tidak tahu harus ke mana. Yang ada di pikirannya hanyalah menjauh dari tempat itu secepat mungkin. Ia menyelinap di antara deretan mobil yang berhenti di lampu merah, matanya liar mencari tempat persembunyian. Dan saat itulah ia melihatnya—
Sebuah bus antar kota sedang berhenti di halte, pintunya masih terbuka.
Tanpa berpikir panjang, Zayn bergegas menaikinya. Nafasnya masih tersengal, dadanya naik turun saat ia mencari tempat duduk kosong di bagian belakang. Ia menyembunyikan wajahnya di balik hoodie yang sudah ia kenakan sejak tadi.
Beberapa detik setelah ia duduk, pintu bus tertutup, dan kendaraan itu mulai bergerak. Zayn menoleh ke jendela.
Dari kejauhan, ia melihat dua orang polisi berdiri di dekat motornya yang terbengkalai, menoleh ke segala arah, seolah mencari pemiliknya. Mereka terlambat.
Bus itu melaju… menjauh… dan semakin menjauh dari sepeda motornya.
Zayn menelan salivanya. Setidaknya kehilangan motor tidak seburuk jika dirinya tertangkap polisi. Ia tidak mau ditangkap polisi bukan karena ia khawatir dengan orang tuanya, sebab orang tuanya punya power pasti dengan cepat bisa menyelamatkan dirinya. Tapi, ia harus menjaga harga dirinya dari geng Venom Riders.
Ia menatap jam berwarna hitam yang melingkar di pergelangan tangan kanannya, jarum jam menunjukkan saat ini sudah pukul 1 pagi. Matanya sudah sangat mengantuk, terlebih ia sangat kelelahan karena berkejar kejaran dengan polisi. Ia mencoba memejamkan kedua matanya, sambil bersandar di kursi bus.
Empat jam kemudian.
“Hei, kau turun di mana?” suara kernet bus menggema di telinga Zayn, diiringi dengan sentuhan kasar di bahunya.
Zayn mengerjap, mengusap matanya yang masih terasa berat. Sekelilingnya tampak sunyi. Bangku-bangku bus sudah kosong. Hanya dia yang tersisa.
“Kau turun di mana?” kernet itu bertanya lagi, nada suaranya terdengar tidak sabar.
Zayn dengan malas membuka matanya dan menatap kernet itu dengan kesal karena telah menganggu tidurnya.
"Kau turun di mana anak muda?" tanya kernet itu lagi dengan keras.
"Ahhh berisik banget sih lu, di sini, gua turun di sini," ujar Zayn bangkit dari kursi bus dengan sempoyongan karena menahan kantuk.
Kernet mendecak kesal, “hah! Dasar penumpang aneh. Sudah, turun sana!” ujar kernet mengikuti langkah Zayn dari belakang.
Zayn yang masih setengah sadar turun dari bus. Angin malam menerpa wajahnya begitu dia berdiri di tepi jalan yang lengang.
“Hei, kau belum bayar, kan? Mana ongkosmu?” seru kernet dari ambang pintu bus.
Zayn merogoh dompetnya dengan malas, mengeluarkan selembar uang merah dan menyodorkannya begitu saja. Tanpa menunggu kembalian, dia melangkah pergi, tubuhnya sempoyongan karena kantuk yang masih mendera.
“Kembalianmu!” teriak kernet saat melihat Zayn terus berjalan.
“Ambil saja untukmu!” sahut Zayn tanpa menoleh.
Kernet hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala, "dasar anak jaman sekarang," gumamnya sebelum kembali masuk ke dalam bus.
“Jalan lagi, Pak,” katanya pada sopir, dan bus pun melaju, meninggalkan Zayn yang semakin menjauh, mencari tempat untuk untuk melanjutkan tidurnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Nurhayati Nia
mampir thorr
2025-04-11
0
🌷💚SITI.R💚🌷
ceritay menarik
2025-04-11
1