Kemala adalah seorang wanita mandiri yang masih memiliki suami. Namun karena suami yang sangat pelit ia terpaksa bekerja sambil membawa anak nya yang masih kecil. setiap hari Burhan suaminya hanya memberi uang sebesar 10.000 rupiah beserta uang jajan untuk nya. Selama menikah dengan Burhan ia hanya tahu bahwa Burhan adalah seorang supir truk pengangkut sawit, tanpa ia ketahui suaminya itu adalah manajer di perusahaan kelapa sawit terbesar di kota itu. bagaimana kah kelanjutan rumah tangga Kemala? akan kah badai itu terus menerus datang ataukah akan ada pelangi setelah hujan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uul Dheaven, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 Fitnah
Setelah dua hari istirahat total aku sudah sehat kembali. Selama dua hari Wak nur yang membantu ku mengurus Aska. Aku sangat beruntung memiliki tetangga seperti beliau.
"Mala, rumah haji Badrun sedang di sewakan. Kau pindah lah ke sana Mala. Daripada di sini nyawa mu setiap hari bisa terancam."
"Berapa uang sewa nya sebulan Wak? Kan rumah nya lumayan bagus. Mala takut tidak mampu untuk membayar sewa nya nanti."
" Tenang saja kau Mala, nanti kita tanya sama-sama. Mungkin kalau untuk kau akan ada pengurangan harga."
"Apa iya? Wawak ini ada-ada aja." Ucap ku sambil tertawa.
"Siapa sih yang tidak mengenal kau Mala. Satu RT sini juga udah tahu. Gimana si Burhan dan keluarga nya itu jahat sama kau. Setiap pagi kami sampai pusing saat tahu si Burhan marah-marah. Tiada hari tanpa berteriak."
Aku tertawa geli saat mendengar perkataan Wak nur. Tidak sanggup ku bayangkan gimana para tetangga begitu terganggu dengan suara bang Burhan. Walaupun rumah kami tidak berdekatan, suara Bang Burhan bisa sampai kemanapun.
"Boleh lah Wak nur, daripada uang Mala habis di ambil bang Burhan lagi lebih baik habis karena menyewa rumah. Kalau rezeki nanti bisa Mala usaha nyari lagi."
"Betul itu. Kau juga harus memikirkan si Aska anak mu. Jangan sampai masa depan nya hancur karena ayah nya sendiri."
Kali ini aku sudah bertekad akan pergi dari rumah ini. Sudah lelah rasanya di perbudak oleh mereka. Tubuh ringkih ku sudah sangat lemah jika harus menerima pukulan demi pukulan lagi.
Bermodal uang sisa dari celengan Aska, aku pun tinggal di rumah sewa milik haji Badrun. Beliau tidak memberatkan uang sewa itu kepadaku. Aku bisa membayar setengah nya saja.
"Apa kita akan tinggal di sini Bunda?"
"Iya sayang. Apa Aska mau tinggal di sini dengan Bunda?"
"Mau Bunda. Tapi, apa ayah juga akan tinggal dengan kita?"
"Aska mau nya gimana?"
"Aska cuma mau tinggal berdua dengan Bunda. Aska takut nanti Ayah mukulin Bunda lagi."
"Kita akan tinggal berdua saja sayang di rumah ini. Aska jangan takut karena sekarang kita aman di sini. Lihat saja tetangga kita di sini semuanya baik-baik."
Keesokan harinya aku mulai menjalankan usaha ku dengan membuat beberapa kerajinan tangan.
Ranting kayu di hutan bahkan sabun mandi juga ku jadikan modal ku untuk membuat kerajinan tangan berupa bunga dan tangkai nya.
Hasil keringat ku banyak di promosi kan oleh anak nya Wak nur yang memiliki telepon genggam. Jangan tanya mengapa aku tidak memiliki barang mahal itu. Aku tidak akan sanggup untuk membelinya sekarang.
"Bunda, teman Aska kata nya mau beli hiasan gantung yang Bunda buat. Itu loh bunda yang ada cangkang siput nya."
"Emang teman Aska yang mana?"
"Namanya Om Ramadhan, dia sekarang jadi Guru ngaji di mesjid kita."
Degh...
"Nama itu...." Lirihku sesaat.
"Bunda.. kok diam aja sih."
"Maaf sayang Bunda cuma heran aja, kok Aska bisa berteman dengan orang dewasa."
"Bukan cuma Aska saja kok Bunda, anak-anak yang lainnya juga. Kan Aska udah bilang tadi kalo Om Ramadhan itu Guru ngaji kami."
"Apakah aku terlalu terbawa oleh perasaan ku sendiri?" Gumam ku lagi.
"Kan, bunda melamun lagi."
"Eh, maaf sayang Bunda cuma lagi berpikir aja tadi sebentar. Emang mau gantungan yang seperti apa nak?"
"Itu tu bunda, gantungan kecil-kecil yang terbuat dari siput kecil. Kok bisa jadi se cantik ini sih Bunda siput nya?"
"Kan udah bunda hias supaya siput nya cantik dan bisa di jual."
"Nanti Aska mau juga dong Bunda di ajarin."
"Iya sayang, nanti bunda ajarin ya nak."
Semenjak bisnis baru ku laku keras, aku mulai mengumpulkan kulit-kulit keong dan siput pada tanaman warga. Aku beli dari mereka langsung supaya kami sama-sama mendapatkan keuntungan.
Bang Burhan semenjak hari itu memang tidak pernah pulang lagi kerumah, aku pun sudah tidak mau peduli karena aku terlalu sibuk dengan bisnis ku saat ini.
"Wah Mala, makin hari makin cantik saja kau ini." Ucap bik Tuti.
"Betul itu Tini, semenjak dia nggak tinggal dengan Burhan lagi tubuh nya sudah berisi lagi." Wak Nur pun menimpali ucapan Bik Tuti.
Memang semenjak aku pindah ke rumah ini tubuhku semakin terlihat berisi. Aku pun sudah jarang mencari berondolan karena kesibukan ku di bisnis yang baru ini.
Aku juga membeli beberapa cream wajah yang cocok untuk kulit wajah ku. Tidak lupa pewarna bibir yang natural. Hanya pakaian saja yang masih belum aku sesuaikan. Aku masih nyaman dengan baju lusuh ku.
"Mau nyari apa ni Bik Tuti?" Aku pun mengabaikan candaan mereka.
"Begini Mala, aku lagi pengen hiasan dinding yang model lain. Aku punya foto nya."
"Kenapa nggak beli di sana aja Tuti?"
"Mahal Wak nur, mungkin kalau Mala yang buat bisa sedikit lebih murah. Kan lumayan uang nya nggak terpakai banyak. Gimana Mala? Bisa kan kamu buat hiasan dinding yang seperti ini?"
"Mala coba dulu ya bik. Takut nya nanti nggak sesuai. Kan bibik tahu kalau Mala masih belum terlalu pintar."
"Kau tenang aja Mala, kalau berhasil kau buat nanti ku ajak teman-teman arisan ku yang lain untuk membeli kerajinan tangan kau."
"Iya bik, makasih ya sebelum nya udah percaya sama Mala."
"Iya sama-sama. Bibik pamit ya Mala."
Semakin hari semakin bertambah saja orang yang mempercayakan dekorasi rumah nya kepada Kemala. Bahkan sekarang Kemala sudah memiliki telepon genggam seperti orang-orang pada umumnya.
Walaupun bukan ponsel mahal, setidaknya untuk mempromosikan dagangan nya saja itu sudah cukup.
"Mala, kau kan sudah punya handphone, kau buat lah media sosial supaya kau di kenal orang banyak. Nanti barang dagangan kau itu di foto, trus di masukkan ke media sosial. jadi nanti kalau ada orang yang mau pesan, ya orang itu tinggal menghubungi."
"Mala nggak ngerti yang begituan."
"Sini biar si Asih nanti yang wawak suruh buat kan punya mu. Wawak juga nggak tahu Mala! si Asih yang pintar urusan beginian."
Beberapa hari sudah aku menggunakan media sosial untuk kepentingan usaha ku. Disana aku memakai nama Aska anakku. Iseng aku mencari nama bang Burhan, mana tahu ia memiliki hal sosial media juga.
"Burhan Susilo."
Mencari.......
Akun bang Burhan langsung terpampang di depan ku. Sungguh suamiku itu sangat tampan di foto nya.
Ku lihat di dinding sosial media nya yang kebanyakan status galau yang tidak masuk akal. Semakin ke bawah aku semakin di buat tidak percaya.
Begitu mudah nya bang Burhan menjelekkan namaku di sini. Bahkan manusia-manusia yang tidak tahu apa-apa pun ikut menghujat ku.
"Istriku minggat karena uang yang ku berikan tidak lah cukup. Padahal seluruh uang keringat ku sebanyak lima juta rupiah selalu ku berikan untuk nya."
Begitulah kira-kira status yang di tulis di akun milik bang Burhan. Aku tidak percaya, selain pelit dan suka main tangan bang Burhan juga suka mengarang cerita buruk.
"Ganti istri aja bang, situ tampan pasti banyak yang suka."
Ucap salah satu aku bernama Tiwi-Tika. Ku yakin mereka pasti sekongkol menjelekkan nama ku.
Rasanya aku ingin sekali menangis dan berteriak sekencang-kencangnya, namun itu tidak mungkin ku lakukan karena nanti Aska akan bertanya-tanya apa yang terjadi dengan Bunda nya.
Ternyata bukan itu saja fitnah yang di berikan bang Burhan kepadaku. Seluruh status yang ia bagikan semua nya tentang aku. Tidak ada satu pun hal positif di sana.
Ku screenshot seluruh status yang isi nya fitnah itu. Ku simpan baik-baik di galeri handphone ku. Untung saja Asih telah banyak mengajari ku bermain ponsel.
Besok rencananya aku akan kerumah lama ku untuk mengabadikan seluruh harta yang ada di sana. Aku harus punya bukti kuat jika suatu saat nanti bang Burhan mulai bertingkah lagi.