Raya yang baru saja melakukan ujian nasional, mendapatkan musibah saat akan datang ke tempat tinggal temannya. Kesuciannya direnggut oleh pria tak dikenal. Raya memutuskan untuk melaporkannya ke polisi. Bukannya keadilan yang dia dapatkan, namun ancaman. Tidak hanya sampai di situ saja, dia dinyatakan hamil akibat insiden itu. Lagi-lagi bukannya keadilan yang dia dapatkan, namun perlakuan buruk yang dia terima.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ROZE, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10 Waktu Yang Berlalu
Waktu berlalu.
Entah mereka telah benar-benar melupakan masa lalu, atau menguburnya rapat-rapat dan seolah pikun.
Eriza semakin sibuk dengan kuliahnya, dan berganti teman meski tak seakrab dengan Raya.
Bu Mirna sibuk dengan anak-anak panti yang datang dan pergi silih berganti.
Dokter Bian yang semakin sibuk dengan rumah sakit bertaraf internasional miliknya.
Jenia, perempuan sosialita yang kalem, yang hanya peduli dengan anak laki-lakinya meski mereka jarang bertemu.
Justin yang arogan dengan perusahaan yang semakin berkembang di tangan Keanu.
Keanu yang mendirikan banyak perusahaan bari di luar perusahaan Ainsley.
Raya yang semakin terkenal di kalangan kampus karena prestasi yang dia peroleh.
Meskipun masih sebagai mahasiswa semester tiga, tapi dia sudah direktur oleh perusahaan yang cukup besar, membuat para seniornya merasa iri. Apalagi Raya bisa izin di waktu-waktu tertentu.
Tidak banyak yang tahu kalau Raya mengambil dua jurusan sekaligus. Yaitu jurusan hukum dan teknik. Raya ingin menjadi seorang pengacara yang membela kaum perempuan, terutama mereka yang ada di kalangan masyarakat ekonomi bawah.
Jangan sampai lagi ada Raya-Raya lainnya.
Tadinya, dia hampir menyerah. Menyerah hidup, menyerah untuk tidak mengambil keputusan ini. Namun seseorang menyemangati dirinya.
Cita-cita saja tidak bisa diraih, bagaimana mau bisa sukses?
Begini saja sudah menyerah, bagaimana mau membantu orang banyak?
Diri sendiri saja tidak mau mengubah nasib, bagaimana mau menjadi lebih baik?
Raya pun tadinya ingin melepaskan mimpinya menjadi seorang arsitek. Tidak mudah mengambil dua jurusan sekaligus. Tapi lagi-lagi dia tidak mau menyerah kepada takdir.
Dengan bimbingan dosen-dosen yang baik kepadanya, dia bisa melewati ini selama satu tahun lebih berkuliah. Menjadikan dia mahasiswi kesayangan di fakultas teknik dan hukum.
"Kalau aku jadi kamu, kepalaku pasti sudah pecah," ucap Livia.
"Bagaimana bisa kamu melakukannya? Aku pikir, sebelum semester satu berakhir, kamu sudah menyerah," ucapnya lagi.
"Aku punya ambisi yang besar. Ambisi untuk menjadi orang sukses, yang tidak bisa direndahkan. Ini masalah membagi pikiran dan waktu."
"Coba lihat kantong hitam di matamu. Kamu sudah seperti zombie. Ayo, makan yang banyak. Aku traktir."
Raya memang butuh makan saat ini. Dia tidak akan menolak traktiran Livia, karena sedang membutuhkan banyak uang.
Sebenarnya apa yang kamu kejar, Aya?
"Bagaimana bisa kamu membagi waktu kamu? Kamu kuliah dua jurusan, belum lagi bekerja."
"Ada yang membantu mengatur jadwalku. Aku bisa ambil kelas online, dan ini sudah dibicarakan. Mungkin pertimbangannya, karena IPK-ku selalu tinggi."
"Saat hami, ibu kamu makan apa, ya? Bisa sampai memiliki anak secerdas ini? Aku yakin, kalau kamu punya anak, pasti akan sama jeniusnya."
Raya langsung terdiam.
Ibunya makan apa?
Dia saja tidak tahu bagaimana rupa ibunya.
Kalau dia punya anak?
"Heh, malah melamun. Cepat habiskan, kamu sebentar lagi ada jam kuliah."
"Kamu hapal sekali dengan jadwalku."
"Jadwal kamu lebih padat dari pimpinan negara."
Raya tertawa pelan mendengar perkataan Livia.
Jika Raya masuk ke fakultas hukum, maka Livia pulang ke rumah. Berteman dengan Raya membuat hidup Livia lebih teratur. Dia yang tadinya suka malas belajar, kini pulang kuliah, ya pulang, untuk mengerjakan tugas.
Dia memang belum pernah ke rumah Raya. Tidak pernah juga mendengar perempuan itu bercerita tentang dirinya, tapi Livia tahu Raya adalah perempuan biasa-biasa saja, bukan anak orang kaya.
Raya hanya pergi ke ruang dosen sebentar, untuk menyerahkan tugas. Dia merasa beruntung karena bertemu dengan orang-orang yang tepat.
"Kamu bisa datang ke pengadilan untuk melihat persidangan. Di sana kamu bisa belajar secara langsung. Mulai belajar dari kasus-kasus kecil."
"Baik, Bu."
"Nanti akan saya kenalkan kamu dengan beberapa pengacara handal. Belajarlah dari mereka."
Mereka berbicara sambil berjalan. Pembicaraan itu tentu saja didengar oleh beberapa senior yang semakin membuat iri hati. Bagaimana bisa, mahasiswi semester tiga tapi dianak emaskan?
Andai saja mereka tahu bahwa tidak mudah untuk mendapatkan seperti apa yang Raya dapatkan.
"Saya tahu kamu lelah. Memilih salah satu pun, pasti berat. Semangat, ya."
"Iya, Bu. Terima kasih banyak atas bimbingannya."
Setelah itu Raya pergi ke perusahaan tempatnya bekerja. Untung saja dia bekerja di sini, karena gajinya cukup besar daripada bekerja di kafe. Meski ya tetap saja, dia belum bisa sekaya keluarga Ainsley.
"Heh, anak baru. Kamu lihat ini jam berapa? Jangan datang seenaknya saja, dong."
"Maaf, tapi apa yang saya lakukan ini, sudah sesuai kesepakatan antara saya dan pihak perusahaan. Kalau mau protes, kalian bisa mengatakannya ke pihak HRD dan atasan saya."
Raya juga ingin sebenarnya tidak datang ke sini, kalau perlu ongkang-ongkang kaki saja di rumah, tapi tanggung jawabnya begitu besar. Ada hal penting yang harus dia perjuangkan, dan itu tidak mudah.
Raya lalu menuju bagian divisinya. Menyalakan komputer lalu mulai bekerja. Tangannya dengan terampil mengetik, dan memahami apa isi dari ketikan itu.
"Ayo makan siang," ucap seseorang pada orang lainnya.
Raya merebahkan kepalanya di meja. Dia hanya manusia biasa yang punya rasa lelah dan jenuh. Punya perasaan iri pada orang-orang yang bisa menikmati waktu luang mereka. Jalan-jalan ke mall atau makan enak terus-menerus.
Suatu saat nanti, hidupmu akan menjadi lebih baik, Raya. Semangat, banyak yang harus kamu perjuangkan. Jangan sampai semua sia-sia hanya karena rasa lelah.
Raya pergi menuju kantin, memesan makanan yang paling murah.
Malam harinya, Raya membeli banyak kebutuhan makanan. Ada susu dan buah-buahan juga.
"Kamu baru pulang?" tanya Nina.
"Iya, tadi lagi banyak kerjaan. Oya, ini untuk kamu."
"Kamu simpan saja."
Nina menolaknya, karena dia tahu bagaimana keadaan ekonomi Raya. Raya memasukkan buah, sayur dan susu ke dalam kulkas. Gaji di perusahaan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ongkos, kebutuhan kuliah dan membayar sewa rumah. Masih ada sedikit yang bisa dia tabung, kadang gajinya satu bulan habis sama sekali.
Perempuan itu melihat tumpukan baju yang bersih. Dia meringis, pasti Nina yang tadi membantunya mencuci. Perempuan itu mengusap sudut matanya, menahan isak tangis yang akan keluar.
Kalau aku punya orang tua, apa hidupku akan lebih baik dari sekarang?
Di lain tempat
Keanu sedang menikmati makan malamnya yang mewah di salah satu restoran bintang lima. Berbagai jenis makanan dihidangkan di depannya. Seorang perempuan muda yang duduk di hadapannya, terus saja memandangi dirinya. Dia begitu terpesona dengan ketampanan Keanu, yang terlihat dingin.
"Apa kamu sudah memiliki kekasih?"
"Saya bahkan sudah memiliki anak," ucapnya asal.
Ya, anak, andai saja anak itu tidak meninggal saat di dalam perut.