Reyhan

Paginya, semua sedang sarapan. Reva datang paling terakhir ke ruang makan. "Pagi pah, pagi mah, pagi oma, pagi Rifa, dan pagi kakakku tersayang.!! Sapa Reva.

"Panjang banget sapaannya Reva."Sahut Dika.

"Iya pah hehehe."

Reva melihat Reyhan menatap dirinya beda dari biasanya. Reva mengira mungkin kakaknya itu marah padanya karena semalam dia sudah mengerjainya.

Semua sudah selesai sarapan, kecuali Reva dan Reyhan. Reyhan sudah selesai, tapi dia sengaja menunggu Reva. Dia tidak melepaskan pandanganya dari Reva, membuat Reva sedikit Risih. Reva berusaha menggoda kakak tirinya, tapi Reyhan tetap bergeming. Dia tetap menatap Reva dengan tatapan yang sama.

Reva segera mengakhiri sarapan paginya, karena tidak nyaman dengan tatapan Reyhan. "Aku duluan ya kak." Ujar Reva, lalu beranjak meninggalkan Reyhan.Tapi Reyhan segera mencekal tangannya. Dia berdiri lalu berjalan, tanpa melepaskan tangan Reva.

"Kakak akan mengantarkan kamu." Ucap Reyhan.

"Nggak usah kak, aku dijemput kak Dilan kok."

"Enggak...dia nggak akan datang, aku sudah menelepon nya tadi." Jawab Reyhan.

Reva akhirnya diantarkan Reyhan.

Sepanjang jalan Reyhan diam. Dia melajukan kendaraannya dengan kecepatan tinggi, membuat Reva ketakutan. Reva semakin yakin, Reyhan benar-benar marah padanya.

Dia berulang kali meminta maaf pada Reyhan, tapi Reyhan tidak menghiraukannya, dan malah semakin menambah kecepatan mobilnya.

"Kak Reyhan, maafin aku kak!! Aku hanya bercanda. Aku mohon jangan marah, dan jangan kebut-kebutan kayak gini. Inget kak, sebentar lagi kakak akan menikah, kalau terjadi apa-apa sama kita gimana?. Aku juga ingin menikah. Aku mohon kakak maafin aku, dan udah marahnya. Aku janji deh nggak bakalan ngerjain kakak lagi." Cicit Reva, disela-sela ketakutannya.

Reyhan ingin sekali tertawa melihat wajah Reva yang ketakutan juga semua ucapannya.

Reyhan tidak marah pada Reva, dia hanya ingin membalas perbuatan adiknya tadi malam.

"Aku mohon kak, kurangi kecepatan mobilnya. Aku nggak mau mati kak, aku mohon! Maafin aku. Aku cuma bercanda, jangan marah."

Reyhan mengurangi kecepatan mobilnya, karena sudah tidak kuat ingin tertawa.

"Kakak sudah nggak marah kan?." Tanya Reva, saat Reyhan sudah melajukan mobil dengan kecepatan normal.

"Marah? Siapa yang marah?." Tanya Reyhan.

"Kakak beneran nggak marah sama aku?."

"Enggak. Siapa bilang aku marah sama kamu?."

"Lalu kenapa dari tadi kakak diemin aku?."

"Aku hanya bercanda." Jawab Reyhan, terkekeh.

"Iiih kak Reyhan nyebelin."

"Kan kamu yang ngajarin." Jawab Reyhan. Mereka berdua tertawa, sampai akhirnya Reva sampai di kampusnya.

. .

🌻🌻🌻🌻🌻🌻

Hari pernikahan Reyhan dan Rachel pun tiba.

Rachel sudah di makeup. Dia nampak cantik dalam balutan kebaya putih, yang dipadukan dengan kain batik motif sido mukti. Rambutnya disanggul khas jawa, dengan paes di dahinya. Rasa gugup ia rasakan saat ini.

Sedangkan saat ini, Reyhan sedang menunggu calon istrinya dimeja akad. Reyhan pun tidak kalah gugup dari Rachel. Pak penghulu sudah duduk ditempatnya. Pak Anggara menjadi saksi dari pihak Reyhan, dan yang menjadi saksi dari pihak Rachel adalah pamannya. Mereka sedang menunggu Arnes, yang tadi minta ijin ke toilet sebentar.

Setelah 30 menit menunggu, akhirnya Arnes kembali ke meja akad.

"Apa sudah bisa dimulai?." Tanya pak penghulu.

"Sebentar pak, ada yang mau saya sampaikan." Jawab Arnes.

"Oh silahkan pak."

"Sebelumnya saya mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada Reyhan dan semua keluarga besarnya. Saya sangat menyesal harus mengatakan ini.Tapi saya tetap harus mengatakannya. Dengan berat hati, saya ingin membatalkan pernikahan putri saya dengan Reyhan."

Duarrr.......Bagaikan suara petir menggelegar pagi itu, saat Reyhan dan keluarganya mendengar ucapan Arnes. Reyhan berusaha meyakinkan pendengarannya, kalau-kalau dia salah dengar, namun ternyata apa yang dia dengar itu benar. Calon mertuanya ingin membatalkan pernikahannya dengan Rachel.

Semua yang hadir disana tampak sangat terkejut, tak terkecuali tante Jeje dan keluarga besarnya. Arnes meminta maaf dan meminta pak penghulu juga semua tamu meninggalkan gedung

Dika yang emosi langsung menghampiri Arnes, dan menarik beskap yang dipakainya. "Apa maksudnya semua ini?. Anda ingin mempermalukan keluarga saya?." Tanya Dika dengan penuh emosi.

"Maafkan saya dokter Dika. Saya tidak bermaksud mempermalukan keluarga anda. Disini bukan hanya anda yang malu, tapi juga keluarga saya.Tapi itu lebih baik, dari pada pernikahan ini terjadi."

"Apa maksud anda?."

"Saya sudah tahu segalanya tentang Reyhan. Saya sudah tahu, kalau ibu kandung Reyhan adalah seorang pembunuh. Saya tidak mau anak saya mempunyai suami anak seorang pembunuh." Jawab Arnes, membuat Dika semakin emosi, dan Dika melayangkan bogem mentah ke pipi Arnes, hingga dia tersungkur.

Dika kembali menghampiri Arnes dan sepertinya dia ingin menghajarnya lagi, namun pak Anggara menghalanginya. Adu mulut pun terjadi antara Dika dan Arnes.

"Cukup...hentikan.!!" Teriak Reyhan. "Kenapa om lakukan ini pada saya dan keluarga saya om?.Bukankah dari awal, saya sudah mengatakan tentang ibu saya? Kenapa waktu itu om bilang, kalau om mengerti, dan sekarang om seenaknya membatalkan pernikahan ini, karena saya anak seorang pembunuh. Kalau memang om tidak menginginkan saya menjadi menantu om, kenapa tidak membatalkan pernikahan ini dari sebelumnya. Kenapa harus seperti ini om?." Tanya Reyhan. Suaranya bergetar menahan amarah.

"Maafkan om Reyhan. Waktu itu om belum tahu semuanya. Om hanya tahu tentang mama kamu dari apa yang kamu ceritakan. Sekarang om sudah tahu semuanya.Ternyata mama kamu bukan hanya seorang pembunuh, tapi dia juga bukan perempuan baik-baik. Om tidak mau anak om mempunyai mertua wanita seperti itu." Jawab Arnes.

Bagaikan disambar petir, dada Reyhan sungguh terasa sakit, mendengar jawaban Arnes. "Cukup om.!! Cukup. Saya tahu mama saya memang bukan perempuan baik-baik.Tapi saya tidak terima om menghina mama saya seperti itu. Bagaimanapun juga, dia tetap orang yang telah mengandung dan melahirkan saya.Tanpa dia, saya tidak mungkin lahir ke dunia ini. Saya juga tidak pernah memilih lahir dari perempuan seperti apa. Kalau saya bisa memilih, lebih baik saya tidak pernah dilahirkan ke dunia ini." Jawab Reyhan, suaranya berat menahan sesak dan amarah di dadanya, lalu pergi meninggalkan gedung pernikahan dengan hati yang teramat sakit, dan hancur.

Isma, bu Nur dan semua keluarga Reyhan yang masih ada disana menangis menyaksikan semua kejadian itu. Bu Andini menyuruh suster Heni membawa bu Nur pergi, bersama pak Dadi. Isma menyusul Reyhan, dia ingin menenangkannya.Tapi Reyhan mengatakan kalau dia ingin sendiri.

Isma meminta Dimas menemani Reyhan. Isma takut Reyhan melakukan hal yang tidak-tidak. Reyhan naik mobil Dimas, lalu meninggalkan gedung.

Dika semakin emosi. Dia ingin menghajar calon besannya lagi, namun pak Anggara kembali menahannya.

"Syahrul bawa adikmu." Perintah pak Anggara. Dika berontak, saat pak Syahrul membawanya. Rangga membantu pak Syahrul memegangi Dika, dan membawanya keluar dari sana. Semua keluarga Hartanto meninggalkan gedung, kecuali pak Anggara.

"Urusan kita belum selesai. Saya tidak terima, anda mempermalukan keluarga kami seperti ini. Anda harus membayar mahal penghinaan ini." Ucap Pak Anggara, penuh penekanan lalu dia pun pergi dari sana.

Arnes membubarkan bala wartawan yang mulai berdatangan. Dia membubarkan semua yang ada digedung, termasuk pihak wedding organizer.

Tante Jeny masih terpaku ditempatnya, menatap tajam pada suaminya. Dia ingin sekali menanyakan kenapa suaminya melakukan hal itu.Tapi bibirnya terasa kelu. Hanya air mata yang bisa mewakili apa yang dirasakannya saat ini, dan Arnes mengerti.

Tante Jeny dan Arnes sudah tahu dari awal tentang Reyhan, tapi mereka tidak mempermasalahkannya. Dan sekarang Arnes membatalkan pernikahan anak mereka, tepat dihari pernikahannya. Jeny mengerti kemarahan keluarga Reyhan. Dia sangat malu dan merasa bersalah pada mereka.

Dan Rachel.. ya Rachel, dia tidak bisa membayangkan perasaan Rachel saat ini. Jeny pergi ke ruang makeup menemui anaknya.