Adiba (18) gadis sederhana melanjutkan study di Ponorogo. Dia gadis dari keluarga sederhana tanpa kemewahan. Karena kegeniussan ia mampu menamatkan pendidikan sekolah menengah atas di usia 15 tahun. Kini dia kuliah di IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Ponorogo sembari mondok di Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo.
Hal mengejutkan terjadi ketika terjadi kesalahan fatal, Adiba harus berurusan dengan Dosen sekaligus Gus di Pesantren. Karena sebuah sebab Adiba dan Gus yang diam-diam dicintai terpaksa menikah.
Cinta Adiba sangat tulus untuk Zaviyar, tetapi tidak untuk Gus Zaviyar. Sang Suami awalnya memiliki tunangan dan kurang 2 bulan lagi menikah. Adiba merasa ciut akan kekalutan hati karena Zaviyar masih terlihat peduli pada matan tunangan. Sang gadis kecil harus ekstra sabar demi meluluhkan dan menjadi atensi utama, Suaminya.
Mampukah Adiba menaklukkan hati Gus yang terkenal, dingin, pendiam dan tegas? Akankah Adiba mampu bertahan pada bahtera rumah tangga tanpa cinta dari Suaminya? Bisakah Adiba membalut luka dengan senyum manis? Mampukah Adiba meluluhkan hati Zaviyar dengan ketulusan cintanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rose_Crystal 030199, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BCZA - Pagi yang Manis!
Afraz ganti baju dengan pakaian santai. Kaus lengan pendek itu membungkus tubuh proporsional Afraz. Lengan kekar menonjol memperlihatkan otot sempurna. Apa lagi urat lengan terlihat sangat keren. Afraz biasa kalau di apartemen memakai pakaian sederhana atau pakaian biasa saja tanpa lengan panjang.
Dengan telaten Afraz masak untuk mereka berdua. Jika di ingat kemarin malam Afraz dan Cyra tidak makan nasi. Bahkan keduanya belum melakukan hubungan sakral layaknya Suami dan Istri. Memikirkan itu Afraz jadi merasa bersalah telah menghardik Cyra kemarin. Matanya mengarah ke dinding melihat jam. Sekarang jam 6 dan gadis pendek panggilan kesayangan belum muncul.
Semua selesai, Afraz mengambil kertas dan menulis dan memasang semua nama jenis bumbu seperti merica, ketumbar, kemiri dan lain-lain. Sungguh Afraz merasa bersalah atas tindakannya tadi malam.
Setelah semua selesai, Afraz berlalu menuju kamar pribadi. Dia mandi setelah itu mengajak Istrinya makan. Dalam guyuran shower ia teringat tadi malam. Mereka tidak tidur satu kamar akibat pertengkaran pertama di malam pertama. Lucu sekali mengingat itu sampai Afraz memilih langsung menyambar handuk siap-siap ganti
Tepat setengah tujuh Cyra keluar dengan penampilan seperti biasa. Dia memakai busana muslim warna biru muda. Wajah manis tampak anggun, tetapi lihat matanya sembap. Cyra melihat ke sekeliling ruangan tidak menemukan Afraz.
"Di mana, Gus es itu," lirih Cyra.
"Mencariku?" todong Afraz dari arah belakang.
Nyaris Cyra terlonjak dari pencarian lalu tersenyum semanis mungkin walau hatinya sangat sakit. Dengan enteng dia mengulurkan tangan berniat salaman. Pokoknya hari ini ia mau kurus tata boga supaya Suaminya tidak meremehkan dirinya. Cyra memang lemah masak, setidaknya mulai sekarang akan usaha keras.
Afraz diam saja tanpa mau menjabat tangan Cyra. Dengan teliti ia menatap penampilan Istrinya yang sudah rapi. Mau ke mana gadis pendek ini? Afraz tidak tahu Cyra mau ke mana pergi sepagi ini?
Cyra mendengkus sebal karena Afraz tidak mau membalas jabat tangannya. Ia mendekat dan langsung mendongak ke atask Tatapan itu begitu tajam tanpa peduli di depannya adalah Suaminya. Masa bodoh Afraz tidak menghargainya maka jangan salahkan Cyra bersikap berani.
"Saya mau izin kursus!" tegas Cyra.
Afraz menyengit mendengar perkataan Cyra. Gadis pendek ini mau kursus apa? Krena penasaran akhirnya pertanyaan tercetus. Afraz juga akan mempertimbangkan kursus Cyra jika masuk akal.
"Kursus apa?"
"Tata boga, bukannya Gus bidang saya tidak bisa apa-apa karena saya manja dan sebagainya. Maka dari itu saya mau kursus masak!"
"...."
Afraz diam tanpa menjawab perkataan Cyra. Apa sebegitu menyakitkan perkataannya sehingga membuat Cyra terluka? Baiklah dia mengaku salah pada gadis pendek. Afraz akan mengawali hari baru bersama Cyra setidaknya mulai membuka lembaran baru.
"Selama satu bulan saya akan kursus. Hanya 3 jam tidak lebih."
"Tidak bisa."
"Kenapa? Bukanya Gus sendiri yang bilang saya gadis manja mana tahu dapur. Maka dari itu biar saya tahu harus kursus."
Cyra tidak habis pikir dengan jalan pikiran Afraz. Bisa tua mendadak jika terus bersama Suaminya. Demi apa coba Suaminya ini begitu dingin minta siraman rohani. Cyra ingin menggetok kepala Afraz, tetapi takut dosa.
"Tidak ya tidak."
"Gus ... sejatinya mau Gus apa?"
"Tidak ada."
"Astaghfirullah, Cyra kamu sabar menghadapi orang macam begini. Saya tetap mau kursus!"
"Apa Anda tidak pernah mengaji? Apa perlu saya beri tahu tentang tata kerama seorang, Istri?"
Cyra membisu mendengar perkataan Afraz yang datar tanpa makna. Wajah tampan Suaminya masih saja lempeng tanpa ekspresi. Datar sekali, dasar papan tripleks. Cyra jadi mau mencakar wajah Afraz yang datarnya minta ampun.
"Saya tahu, maaf. Tetapi, saya hanya ingin kursus supaya bisa masak," lirih Cyra.
"Abaikan itu, sekarang makan nanti bahas kursusmu!"
"Tetapi, Gus ... baiklah."
Cyra mengikuti Afraz ke ruang makan. Dia menyengit ada makanan sudah terhidang. Oo, ia pikir makanan di meja pesanan Suaminya. Kasihan sekali Suaminya ini makan harus pesan. Miris juga uang Afraz setiap hari buat beli makanan. Cyra harus kursus supaya Suaminya bisa hemat.
Afraz sudah duduk anteng sembari menatap Cyra yang berdiri sembari menatap makanan. Apa masakan dia aneh? Sepertinya sih tidak karena masakan ini biasa saja. Afraz jadi heran kenapa Cyra tetap membisu tanpa mau duduk.
"Saya masak sendiri saja," ujar Cyra.
Afraz menyengit mendengar perkataan Cyra. Apa Istrinya tidak suka dengan masakan yang terhidang? Sepertinya ia masak tidak ada yang salah? Apa Cyra tidak suka ikan? Afraz jadi penasaran sendiri apa keinginan Cyra.
Cyra mengupas bawang merah dan putih. Dia mencuci bawang lalu siap mengiris bawang merah. Ia akan berusaha masak seadanya walau nantinya dapat ejekan. Cyra akan tunjukan pada Afraz bisa masak tanpa kecuali.
Afraz diam belum menyentuh makanan. Dia ingin lihat makanan apa yang bisa di buat Cyra. Menatap intens tubuh mungil Istrinya penuh arti. Seolah menelisik tubuh Istrinya yang sangat mungil menggemaskan.
Mungil, pendek dan imut itulah Cyra. Afraz baru kali ini memperhatikan Cyra intens. Dalam benaknya Istrinya itu sangat pendek dan rata. Afraz tidak habis pikir kenapa bisa menikahi gadis sependek Cyra?
Kamu belum tahu, Afraz betapa indah lekuk tubuh Cyra di balik pakaian kebesaran yang selalu dipakai. Yang pasti gadis ini memiliki kesempurnaan walau badan begitu kecil mungil.
Mata besar Cyra berembun karena kepedasan. Dia tidak bisa mengiris bawang merah dengan benar alhasil jari telunjuk teriris dalam. Sontak saja Cyra memekik akibat pisau melukai jarinya.
"Argh," pekik Cyra kesakitan.
Afraz langsung berdiri dan menghampiri Cyra. Setelah di dekat dia menarik jari telunjuk Istrinya dan memasukkan dalam mulutnya. Ia hisap darah lalu meludah di wastafel. Afraz kembali melakukan itu agar luka Cyra tidak kenapa-napa.
Cyra menegang tatkala tangan kirinya terangkat dan jari telunjuk di hisap Afraz. Wajah putihnya merona merah mendapat perlakuan romantis Suaminya. Detak jantung terasa berlari maraton. Cyra bersemu akan tindakan Afraz begitu manis.
Afraz meludah di wastafel lalu menghidupkannya keran. Ia mencuci tangan Cyra dan membawa ke kursi. Dia menengok kotak P3k ada di tempat semula. Afraz akan ambil untuk membalut luka Cyra.
"Tunggu, aku obati lukamu!" walau ekspresi datar tetapi nada suara sedikit panik.
Cyra terdiam dengan wajah bersemu. Apa yang harus dia lakukan jika jantung tidak mau berhenti berdegup keras? Ia meremang merasakan telapak tangan besar Suaminya melingkupi tangannya. Cyra tidak bisa berkata apa-apa akan tindakan Afraz sangatlah manis.
Afraz membalut luka Cyra dengan rapi, lalu matanya menajam. Demi apa gadis ini merepotkan sekali. Belum apa-apa sudah membuat khawatir. Jelas ingat Afraz sudah janji akan bertanggung jawab atas Cyra. Harus menjaga sepenuh hati supaya menghasilkan hubungan sakral.
"Apa kamu mau cari perhatian? Sebenarnya mau mengiris bawang atau mengiris jari? Jika tidak bisa mengiris bawang tidak usah sok mengiris."
Afraz merutuki diri karena mulutnya tidak pernah bisa berkata manis. Sejatinya bukan itu yang ingin diucapkan. Tetapi, apa daya ia terlalu dingin untuk berkata manis. Afraz tidak mampu berkata layaknya penjaga menggapai cinta.
Cyra langsung menarik kasar tangannya yang di genggam Afraz. Dia sudah terbang dan jatuh ke jurang. Nikmat mana lagi yang didustakan sampai membuat pedih. Dasar Afraz tidak punya perasaan sampai rasanya Cyra mau menangis saja.
"Apa salahnya usaha? Maka dari itu biar saya bisa izinkan kursus. Saya tidak mau cari perhatian dengan, Anda. Minggir saya mau kursus!"
Cyra menahan tangis dan berusaha kuat. Memang dia tidak bisa apa-apa soal memasak. Tetapi, tadi kecelakaan karena tidak sengaja. Mana mau mencari perhatian dengan kutub utara. Sudah dia lelah lagian perutnya sedikit sakit, pasalnya ini hari pertama Cyra menstruasi.
Afraz berdiri tegak sembari menatap tajam Cyra. Gadis di depannya mudah sekali emosi. Iya, Afraz akui kesalahan lisan sangat fatal. Dia sadar Istrinya masih kecil makanya kurang bisa mengendalikan emosi. Afraz langsung mencekal lengan Cyra saat sang Istri hendak berlalu.
Cyra berdiri hendak pergi namun tangannya di cekal Afraz. Dia terpaku namun berusaha mengendalikan diri. Ia tepis pelan tangan Suaminya agar melepasnya. Cyra berusaha menatap mata jelaga Afraz walau dalam keadaan sebal.
"Maaf."
Satu kata banyak makna sukses meluncur di lisan Afraz. Dia mengatakan itu dengan tulus. Walau satu kata tetapi mewakili semuanya. Sudah di bilang Afraz pemuda es tidak suka banyak kata.
Cyra membisu mendengar kata maaf Afraz. Apa dia salah dengar kalau Suaminya mengatakan maaf dengan tulus? Cyra berbalik menghadap Afraz berusaha meminta kejelasan.
"Saya tidak dengar," ujar Cyra.
Afraz menarik napas pelan dan menghembus secara teratur. Mungkin mulai hari ini dia akan memulai awal baru. Perlahan mata tajam itu menyorot serius. Afraz tatap dalam Cyra agar tahu apa yang dikatakan itu serius.
Di tatap Afraz begitu dalam membuat Cyra berpaling. Dia sembunyikan wajah meronanya akibat Suaminya. Dasar gurun es tidak mutu berani sekali membuatnya berdegup saat situasi genting. Cyra ingin mendengar satu kata tanpa terasa nyangkut dalam telinga.
"Maaf."
Cyra mengerjap beberapa kali, lalu tertawa aneh. Apa kutub sudah cair? Entahlah lucu sekali melihat Afraz begini. Tawa itu langsung hilang ketika Suaminya menatap tajam. Cyra masih berusaha menahan tawa ketik Afraz protes lewat tatapan mata.
Afraz paling tidak suka di tertawakan. Ia sudah baik minta maaf walau satu kata yaitu maaf. Itu saja penuh usaha mengatakan maaf pada Cyra. Tetapi, cukup bersyukur saat mendengar tawa garing Istrinya. Afraz berharap maafnya di terima Cyra sepenuh hati.
"Ah, maafkan saya. Memang Gus salah apa? Kenapa meminta maaf?"
"Apa perlu saya berkata panjang menjabarkan maaf?"
Afraz paling anti atau lebih tepatnya tidak suka berbicara panjang lebar hanya sebuah maaf. Kalau balah kitab nahwu baru ia akan jabarkan sampai tuntas. Bahkan sampai satu hari penuh juga ayo saja mbalah kitab. Afraz melihat datar gadis ini malah tersenyum.
Cyra tersenyum saja mendengar perkataan Afraz. Dasar pria ini benar-benar kulkas berjalan. Sabar karena Suamimu itu es gurun yang perlu di rebus biar meleleh. Tetapi, jika sampai di rebus bagaimana nasibnya? Masak iya Cyra harus hidup menjanda kan lucu.
"Perlu, biar saya paham Gus minta maaf karena apa."
"Maaf untuk tadi malam dan maaf untuk barusan," ucap Afraz tanpa merubah ekspresi bahkan suaranya tetap datar.
Cyra tidak habis pikir kenapa ada orang macam Afraz? Dia pikir Suaminya akan berkata manis menjelaskan maaf. Ternyata cuma begitu dan harus ia ingat dalam hidup Suaminya tidak bisa menjadi manis karena pria itu pahit. Cyra akan cap Afraz sebagai pria paling pahit bin tripleks bin dingin sama dengan kutub Utara atau balok es tidak bisa cair.
Afraz tetap datar melihat ekspresi Cyra yang melongo. Siapa peduli yang terpenting sudah minta maaf. Ia sudah mengawali hari baru jadi biarkan jadi natural pada waktu berjalan. Afraz terdiam saja tidak peduli Cyra masih betah jadi patung. Dia memilih duduk di bangku untuk melanjutkan sarapan.
ooo
opo
o
mo? ko
o m
m ok