NovelToon NovelToon
Satu Atap Dua Rumah

Satu Atap Dua Rumah

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan rahasia / Wanita Karir / Keluarga / Poligami / CEO / Selingkuh
Popularitas:5.9k
Nilai: 5
Nama Author: zenun smith

Zara adalah gambaran istri idaman. Ia menghadapi keseharian dengan sikap tenang, mengurus rumah, dan menunggu kepulangan suaminya, Erick, yang dikenal sibuk dan sangat jarang berada di rumah.

Orang-orang di sekitar Zara kasihan dan menghujat Erick sebagai suami buruk yang tidak berperasaan karena perlakuannya terhadap Zara. Mereka heran mengapa Zara tidak pernah marah atau menuntut perhatian, seakan-akan ia menikmati ketidakpedulian suaminya.

Bahkan, Zara hanya tersenyum menanggapi gosip jika suaminya selingkuh. Ia tetap baik, tenang, dan tidak terusik. Karena dibalik itu, sesungguhnya...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sebucin Itukah Dia Padaku? Batin Emily

Erick mengembuskan napas panjang, lalu Tanpa berkata-kata, ia menyerahkan ponsel miliknya kepada Emily. Emily sempat menatap raut wajah Erick sejenak saat menerima benda itu, dan ia hanya mendapati ekspresi yang datar, biasa saja. Dengan ponsel di tangan, Emily pun melangkah masuk ke kamarnya.

Begitu pintu kamar tertutup, Erick menarik napas lega. Sebenarnya ia memiliki dua ponsel, dan yang baru saja ia berikan kepada Emily adalah ponsel bersih yang benar-benar kosong dari segala jejak atau komunikasi yang berhubungan dengan Zara.

Erick bergegas meninggalkan tempat itu, khawatir Emily akan memanggilnya kembali. Ia mencari tempat yang cukup jauh dari kamar Emily, sebuah lokasi yang dianggap aman untuk segera mengirim pesan ke Zara. Satu pesan terkirim. Erick menunggu balasan dengan cemas, tetapi detik demi detik berlalu, tidak ada respons.

Satu menit.

Dua menit.

Masa iya di situasi genting begini aku harus menelepon? pikirnya. Namun, kegusarannya semakin memuncak karena pesan tidak kunjung dibalas. Khawatir terjadi sesuatu pada Zara, Erick akhirnya memutuskan untuk menelepon. Panggilannya tidak diangkat. Kekhawatiran Erick semakin menjadi-jadi. Ia mencoba berulang kali, tetapi hasilnya tetap sama, Zara tidak mengangkat teleponnya. Biasanya, wanita itu akan selalu siaga dan merespons cepat pesan atau panggilan darinya.

Erick mondar-mandir di dalam toilet, kegelisahannya kian tak tertahankan, dan terus mencoba menghubungi Zara. Tanpa sadar, ia keluar dari toilet, masih dengan ponsel kedua menempel di telinganya. Ia benar-benar lupa bahwa rumah itu dilengkapi CCTV. Jika ponselnya sedang disita oleh Emily, bagaimana mungkin ia bisa menggunakan ponsel?

Tindakannya pasti akan terekam. Namun, dalam situasi cemas memikirkan Zara, detail sekecil itu terlewatkan sepenuhnya oleh Erick.

Sementara itu di dalam kamar, Emily bersiap menelusuri isi ponsel Erick yang baru ia terima. Begitu layar dibuka, sebuah permintaan sandi terpampang di hadapannya.

Emily merasa bodoh. Ia sangat ceroboh, meminta ponsel tanpa menanyakan kata sandi. Sudah pasti ponsel seseorang dikunci dengan pola atau sandi rahasia.

Ia lantas berniat menelepon Erick untuk menanyakan sandinya. Dan lagi-lagi ia merasa bodoh. Ponsel Erick yang seharusnya ia gunakan untuk menghubungi Erick, sedang berada di tangannya. Terus ngapain ditelepon coba?!

Emily berdecak kesal. Mau tidak mau ia harus keluar kamar dan mencari keberadaan Erick.

Emily mulai mencari. Orang yang dicari sedang sibuk berusaha keras menghubungi Zara. Langkah demi langkah, Emily semakin dekat dengan lokasi Erick. Butuh delapan langkah lagi bagi Emily untuk melihat dengan jelas keberadaan Erick. Mereka hanya terhalang sebuah tembok.

Untungnya, tepat pada moment krusial itu, Emily memanggil namanya.

"Erick!"

Mendengar panggilan itu, Erick refleks menghentikan usahanya menghubungi Zara. Ia segera menyembunyikan ponselnya. Kalau saja Emily tidak memanggil dan langsung muncul di hadapannya, ceritanya pasti akan lain. Emily akan menyaksikan suaminya sedang menelepon padahal ponselnya ada di tangan Emily.

Akhirnya Emily berdiri tepat di hadapan Erick.

"Erick, sandinya apa?"

"Tanggal lahir kamu, Em."

Keheningan melingkupi mereka sesaat. Emily sedikit heran. Ia menduga sandinya pasti tanggal lahir Erick, atau tanggal moment penting mereka, mungkin tanggal pernikahan. Tetapi ini malah tanggal lahirnya Emily. Wanita itu sedikit mengernyit.

Sebucin itukah Erick padaku? batinnya, dan ia pun tertawa dalam hati.

Kenyataannya, Erick menggunakan tanggal lahir Emily untuk ponsel ini agar berbeda dengan ponsel satunya yang khusus ia gunakan untuk berkomunikasi dengan Zara. Ia tak pernah menyangka Emily akan repot-repot memeriksa ponsel umum ini, sebab selama ini Emily selalu enggan mengurusi atau mengulik barang-barang pribadinya.

Setelah mendapatkan sandi, Emily bersiap kembali ke kamar. Namun pandangannya teralih pada sesuatu yang ada di hadapan Erick, itu Rujak Buni. Emily tidak tahu makanan apa itu, sehingga ia kembali mengernyit.

Tadi setelah mengamankan ponsel keduanya, Erick refleks mengambil rujak buah buni yang sempat ia cicipi sebentar sebelum Emily pulang. Biar kelihatan sedang makan, sehingga ia berada di dapur.

"Kau makan apa itu?" tanya Emily penasaran.

"Rujak buni, mau?" Erick menawarkan, bahkan tangannya menggantung di udara, menyodorkan sendok yang penuh dengan rujak buni.

Emily melihat tampilan rujak itu, yang tampak seperti biji-biji di kubangan daraah kental—langsung bergidik ngeri. Ia mengatai Erick aneh karena memakan makanan seperti itu. Tetapi rasa penasaran mengalahkan segalanya.

Erick menawarkan lagi. Kali ini Emily setuju, tetapi hanya mencicipi sedikit dengan sendok yang baru, enggan menggunakan sendok bekas Erick. Emily meringis, lalu cuih, ia meludahkan kembali makanan itu.

"Asam pedas, seperti rasa rujak pada umumnya," komentar Emily, wajahnya sedikit berkerut. "Kamu ini seperti wanita hamil saja, makanannya begini. Jangan-jangan lagi halusinasi pengen banget punya anak, sampai cosplay jadi wanita ngidam," celetuk Emily.

Kali ini Emily tidak sadar bahwa ia merasa bodoh lagi. Dia bilang Erick halusinasi, yang pada kenyataannya Erick tengah mengalami ngidam.

Erick hanya diam, melanjutkan makannya dengan senyuman tipis. Rasa asam, manis, dan pedas dari Rujak Buni terasa pas di lidahnya, seperti menyegarkan kegusarannya yang terpendam.

Emily berlalu sembari bergumam, "Dasar sinting."

Erick tidak peduli. Ia kembali asyik dengan rujak buninya, berusaha menenangkan diri sebelum kembali mencoba menghubungi Zara.

Terus kemanakah Zara sampai sulit dihubungi Erick?

Nyok kita lihat ke TKP.

...***...

Malam itu, persediaan sabun dan bahan makanan untuk mengisi kulkas sudah benar-benar habis. Meski hari sudah larut, kehamilan yang semakin membesar tidak menghentikan niatnya. Tanpa banyak berpikir, Zara mengemudikan mobil menuju supermarket terdekat.

Di dalam supermarket, Zara mulai menyusuri lorong-lorong dengan tenang, mengisi troli dengan segala kebutuhan, dimulai dari sayuran segar, daging beku, hingga perlengkapan mandi. Suasana ramai toko memberinya rasa aman. Namun ketenangan itu tiba-tiba terenggut. Saat berbelanja di lorong deterjen yang agak sepi, ia menangkap suara yang janggal. Langkah kaki lain. Bukan langkah pembeli biasa, tapi rasanya langkah itu seperti mengikuti langkahnya.

Jantung Zara mulai berdebar kencang. Untungnya ia segera sadar bahwa ia berada di tengah keramaian supermarket. Ia bisa memanfaatkan keramaian itu. Zara memperlambat langkah, berpura-pura membaca label produk, sambil otaknya memproses strategi darurat. Ia memutuskan untuk tidak keluar dari toko sebelum keadaan benar-benar aman.

Aku harus menghubungi Erick atau setidaknya satpam, batinnya.

Tangannya cepat merogoh tas tangan, mencari ponselnya. Panik mulai menjalar saat jari-jarinya hanya menyentuh dompet dan kunci mobil..

Aduh, lupa bawa HP lagi! serunya dalam hati.

Situasi berubah gawat. Tanpa alat komunikasi, ia terisolasi. Zara memaksa dirinya berpikir jernih di bawah tekanan. Ia harus menemukan cara untuk meminta bantuan tanpa menarik perhatian orang yang mengikutinya.

Dia mencari area dengan banyak karyawan, mungkin kasir atau bagian informasi. Pikirannya berlomba-lomba antara bersembunyi atau menghadapi situasi dengan berani. Setelah beberapa menit mondar-mandir mengamati dengan hati-hati, Zara akhirnya membuat keputusan.

Dia akan keluar sendirian.

Sebuah keputusan yang... bisa dibilang bener bisa dibilang nggak. Sama seperti keputusannya menikah dengan Erick. Bisa di bilang bener, bisa juga tidak. Tergantung situasi dan siapa yang melihat.

.

.

Bersambung.

1
nowitsrain
Kalaupun Zara nggak sama Erick, yang pasti nggak boleh sama kau juga sih Rayhan 😌😌
nowitsrain
Idih idihh
nowitsrain
Kostumnya mana Milaaaaa
〈⎳ FT. Zira
pacar apaan oiii/Curse/
〈⎳ FT. Zira
mila bisa diandalkan disegala situasi ya ternyata
🔵 Muliana
ini pasti akibat stress
🔵 Muliana
apa ini perintah ayah emily?
🔵 Muliana
sesuatu apa? kagum? anda telat
🔵 Muliana
dalam keadaan genting gini aja, kamu masih melindunginya
Dewi Payang
Semiga saja kandunganbya baik² aja...
nowitsrain
Ekhem... permisiiii, mbaknya juga selingkuh tapii
nowitsrain: Tapi aku nggak membenarkan tindakan Erick ya. No no ☝️☝️
total 1 replies
nowitsrain
Kan yang mulai duluan your bos yh..

Yaaa tapi kan hukum di negeri enih bisa dibeli 😌
nowitsrain
Ihhh beraninya keroyokan
nowitsrain
Tumbukkkkk Millll. Hajarrrrr
nowitsrain
Fun fact, makin sebel sama orangnya, akan makin sering dipertemukan.
tinie
hamil muda, punya madu kaya setan
jelas bikin perut keram
aku gak punya madu aja sering keram, gara dongkol hati ini 😁😁😁

jadi curhat nih
🔵 Muliana
dia lupa, kalo dia sendiri aja selingkuh /Facepalm/
🔵 Muliana
bisa jadi keputusan menyembunyikan masalah ini, akan jadi masalah di kemudian hari
🔵 Muliana
reyhan ini mata-mata, atau memang org yang menyukai zara?
〈⎳ FT. Zira
jmbak benerann🤣🤣
Zenun: wkwwkk
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!