Kehidupan Aira yang mulanya penuh bahagia tiba-tiba mulai terbalik sejak papanya menikah lagi.
Lukanya diiris kian dalam dari orang terkasihnya. Malvino Algara, pacarnya itu ternyata palsu.
" Pa ... Aira butuh papa. "
" Angel juga butuh papa. Dia ngga punya papa yang menyayanginya, Aira. "
****
" Vin ... Aku sakit liat kamu sama dia. "
" Ngga usah lebai. Dulu lo udah dapat semuanya. Jangan berpikir kalo semuanya harus berpusat ke lo, Ra. "
" Kenapa kamu berubah? "
" Berubah? Gue ngga berubah. Ini gue yang sesungguhnya. Ekspetasi lo aja yang berlebihan. "
****
" Ra ... Apapun yang terjadi. Gue tetap ada disamping lo. "
" Makasih, Alin. "
****
" Putusin. Jangan paksain hubungan kalian. Malvino itu brengsek. Lupain. Banyak cowok yang tulus suka sama lo. Gue bakal lindungin lo."
" Makasih, Rean. "
****
" Alvin ... Aku cape. Kalau aku pergi dari kamu. Kamu bakal kehilangan ngga? "
" Engga sama sekali. "
" Termasuk kalo aku mati? "
" Hm. Itu lebih bagus. "
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sutia Pristika Sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kabar dari papa
2 minggu kemudian ....
" Ra , Ra .. Aira."
Lengkingan itu terdengar dari luar kelas. Seorang gadis tergopoh-gopoh muncul dari balik pintu. Rambutnya yang di kuncir satu itu bergerak seirama dengan langkah kakinya.
Aira yang baru saja hendak bangkit dari kursi mengurungkan niatnya. Rencananya, ia mau ke perpustakaan sebentar.
" Apaan sih, Lin? " Tanyanya.
" Hehe ... Good morning my bestfriend. " Jawab gadis yang baru datang tadi sambil nyengir.
" Huft ... Good morning, Alina Puspita Sari. " Balas Aira lagi dengan geraman kecil.
Ya, gadis itu adalah Alina. Sahabat baiknya Aira. Cantik juga. Tapi, gaya nya tomboi. Dia ini selalu jadi tameng atau pelindung Aira. Mereka memang sudah bersahabat sedari kecil.
" Gue minta penjelasan dari lo. Kenapa tadi pagi lo ga bareng gue? Lo ninggalin gue. Kan semalem lo bilang, katanya mau kesekolah bareng hari ini. " Ujar Alina mengomel tanpa putus seperti knalpot motor.
" Wait ... Oke , lo tenang dulu. Untuk itu gue minta maaf deh. Tadinya emang gue udah siap-siap berangkat ke rumah lo. Tapi --- "
" Tapi ??? Tapi nya apa? " Sambung Alina cepat.
Dahinya bahkan maju ke depan. Kepalanya sedikit di dongakkan. Lucunya. Huh! Gemes deh, Lin. Aira bahkan belum sempat menyelesaikan ucapannya.
" Tapi, pas gue masuk mobil. Alvin udah ada di luar gerbang rumah gue. "
Aira sedikit mengecil kan volume suaranya saat menyebut nama 'Alvin'. Ia melihat ke arah sahabat di depannya yang juga bersedekap dada menatap serius ke dia.
" Jadi, kesimpulannya lo ga jadi ke sekolah bareng gue, karena elo udah dijemput Malvino lebih dulu? "
" Hehe .. Iya, Lin. I'm so sorry. Gue janji ga bakal kayak gini lagi. " Kata Aira , menyodorkan jari kelingkingnya di hadapan Alina.
Alina memutar bola matanya malas. Namun, tak urung ikut mengulurkan jari kelingking nya juga ke Aira. Kedua kelingking itu pun saling terpaut.
" Ya udah deh. Lo terlalu imut buat di amuk. "
" Oh my god . Makasih banyak, besti. "
Mata Aira berbinar-binar ria. Digoyangkannya kelingking mereka ke kanan dan kiri. Sesekali sebelah tangannya mengibaskan rambut seperti iklan shampo.
" Tuh, tuh liat. Kesenangan kan lo? " Ujar Alina
" Iya dong. Pastinya .... " Jawab Aira lagi dengan muka songong.
" Emang rese ya sahabat gue yang satu ini. Harusnya gue masih ngambek sama lo. "
" Well, lo mana bisa ngambek lama-lama sama gue. Kan lo sayang banget sama gue, bener ga? " Tanya Aira meledek.
Alina terbengong dibuatnya. Mulutnya terbuka lebar seiring dengan dengusan kecil. Dan sialnya, semua yang di ucapakan oleh Aira itu benar adanya. Karena, Ia sangat menyayangi sahabat narsisnya ini. Oke, Alina mengaku kalah.
" Kepedean lo. Enggak, yaaa. Gue males aja ngambek lama-lama. " Kilah Alina akhirnya.
" Mmm, si paling ga mau ngaku. "
Alina terkekeh. Melepaskan tautan kelingking mereka. Kemudian, beralih meraih kedua pipi gembul Aira, mengapitnya sampai mulut sahabatnya mengerucut seperti ikan. Disusul dengan cubitan kecil di kedua pipi itu. Mungkin Alina merasa gemas luar biasa ke Aira.
" Hei, hei . Ampun, Lin. Udah, nanti mulut gue jadi panjang." Ujar Aira.
Tangannya menepuk-nepuk lengan Alina. Berusaha menjauhkan wajahnya dari tangan yang mengapit kuat kedua pipinya. Sejurus tawa mereka meledak. Dua tingkah sahabat itu tak membuat semua teman satu kelasnya terganggu. Bahkan, mereka sudah biasa dengan hal ini.
Aksi mereka pun berhenti ketika seorang guru perempuan masuk. Semua aktivitas yang mereka lakukan ikut terhenti. Yang lagi ngerumpi terpaksa harus memutuskan obrolan mereka, cewek-cewek lebai yang lagi kacapan pun mati-matian menyembunyikan alat make up ke tas, sampai ke para cowok-cowok yang lagi asik nge-game di pojok belakang pun langsung sembarang mematikan ponsel. Rutukan dan sumpah serapah tak absen dalam hati mereka. Kesal karena harus log out dari game begitu saja.
" Selamat pagi semuanya. " Sapa awal guru yang sudah duduk di kursi depan.
" Pagi, buk. "
" Buka halaman 83. Baca dan pahami. Hari ini kita ulangan harian. "
Seluruh kelas menjadi riuh. Selalu seperti ini. Ulangan harian mendadak tanpa di kasi tau dari jauh hari.
" Adohhh buk. Kita belum ada persiapan apa-apa ini. " Ujar Aldo, wakil ketua kelas.
" Iya nih buk. Masa tiba-tiba ulangan sih?" Sambung Lucy, cegilnya kelas 12 . Anak orang kaya. Mukanya biasa-biasa aja. Tapi, agak manis dikit. Selalu bawa kipas bulu kemana-mana.
" Makanya ibuk suruh kalian baca dulu di halaman 83 tadi."
" Menyala otak kami buk. " Tambah seseorang dari pojok kanan.
Entah siapa dia. Mukanya ketutup buku. Posisinya, dia duduk dengan menelungkup kan kepalanya di atas meja. Menimpa mukanya dengan buku.
" Waktu kalian membaca 15 menit dari sekarang. " Titah sang guru lantang. Menyapu pandangan ke seisi kelas.
Perintah ini seperti hakim yang melakukan pemutusan di akhir sidang. Tak bisa di bantah dan di ganggu gugat.
Kompak seluruh penghuni kelas terdiam. Dan mulai mengerjakan perintah meski terpaksa. Hanya terdengar suara halaman buku yang dibuka kasar oleh Lucy. Cewek rambut pirang itu merenggut kesal.
Aira dan Alina pun saling berpandangan. Karena mereka duduk sebangku, cara berkomunikasi hanya saling cuil atau senggol-senggolan siku.
***
Suasana di kantin sangat ramai. Seperti biasa Aira dan Alina sudah lebih dulu ada disana. Apalagi setelah lelah selepas ulangan. Sangat menguras tenaga dan otak. Kata mereka.
Dua orang itu duduk di barisan kedua paling kanan. Dekat dengan arah pintu masuk. Sudah tersedia dua mangkuk bekas di meja. Tersisa kuah dan sedikit mie saja di dalam mangkuk cap ayam itu.Tak lupa dua gelas es jeruk nipis yang masih ada setengah.
" Emang bener-bener tuh bu Kasih. Serem amat cuy." Kata Alina
" Iya. Matanya kayak ada lasernya. " Jawab Aira.
" Pokonya, gue mau makan sepuas-puasnya. Makan yang pedas-pedas juga. Biar otak gue jalan lagi. " Ujar Alina lagi. Menyendok sisa kuah warna merah perpaduan hitam itu.
Sungguh. Alina rasa tadi otaknya mau meledak. Bagaimana tidak? Soal yang diberikan oleh bu Kasih seperti soal lomba internasional. Susah semua. Tidak ada pilihan ganda. Mana materi tak nyangkut sama sekali. Sebab, waktu membaca cuma 15 menit. Cuma sekejap.
Aira terkekeh. Alina ini, kadang lucu sekali. Apalagi saat mengomel begitu. Ia juga setuju dengan ucapan sang sahabat. Kepalanya sempat pusing tadi di kelas. Soal ulangan itu dibuat seperti di luar batas kemampuan. Memang, Aura guru killer itu sangat mengerikan, ya?
Tak berapa lama. Saku seragam Aira bergetar. Getaran yang berasal dari ponselnya. Ia lekas mengambil ponsel tersebut. Ada telepon atas nama " Papa Kyuu❤️ " di layar. Bibirnya otomatis mengulas senyum. Ia menekan ikon hijau bentuk telepon genggam. Kemudian mendekatkan ponsel ke telinga.
" Halo, Papa. "
" Halo, sayang. Kenapa tadi nomor kamu ga aktif? Papa telfon kamu berkali-kali." Jawab suara dari seberang.
" Hehe .. Tadi hp nya Aira matikan, Pa. Soalnya lagi ulangan. "
" Oh, pantesan. Papa kira kamu kenapa-napa. I'm so worried."
" I'm fine, Pa. Makasih ya. Papa selalu khawatirin Aira. Aira happy deh."
" Alhamdulillah kalau gitu, sweety. "
" Iya, pa. Ngomong-ngomong kenapa ni papa call Aira? Ada apa ? "
" Emm ... Papa, papa ... " Suara di sana terdengar gugup.
" Papa? Papa apanya? Lanjutin dong ! " Kata Aira tak sabaran.
" Papa mau ajak kamu dinner malam ini. "
" Dinner ? Dimana, pa? "
" Di cafe biasa. Jam 8. Ada yang mau papa bilang ke kamu."
" Loh? Kenapa harus nanti malem? Kenapa ga bilang langsung aja nanti dirumah? " Aira bertanya lagi. Semakin penasaran.
" Soalnya, papa mungkin ga pulang siang ini. Ada kerja yang harus banget papa selesaikan hari ini. Jadi, nanti habis ngantor papa lansung nyusul kamu ke cafe, ya? " Kata Abimanyu panjang lebar.
" Oo gitu. Iya deh pa. Aira mau. Aira bakal pergi nanti malam. "
" Thanks, princess. Ajak Malvino sekalian. "
" Siap, bos."
" Ya sudah, papa tutup dulu telfonnya. See you tonight. "
" Bye, papa. "
Tut! Telepon di tutup. Alina sudah selesai makan bakso nya tanpa sisa. Kini, badannya sedikit serong ke arah Aira. Jelas, dia dengar semua obrolan ayah dan anak tadi.
" Wait ... Tadi gue dengar, papa lo ngajak dinner. Terus lo disuruh bawak cowok lo. Pertanyaan gue. Si Malvino kemana, nyet?"
Aira menoleh cepat. Otaknya langsung mendikte kata Alina barusan. Benar juga. Tadi sewaktu di kelas, Malvino dan sahabat-sahabatnya itu tak ada. Satu pun tak hadir. Yang bikin heran tuh Si Andrean ikutan juga. Kalau Malvino, dan tiga curut lainnya sih sudah biasa kayak gitu. Menghilang pas jam pelajaran.
" Iya juga. Mereka tadi ga ada di kelas loh .. " Jawab Aira. Matanya kini melihat ke sekeliling kantin.
" Mendingan lo cari sono! Bilang ke dia soal bokap lo yang ngajak dinner malam ini. " Saran Alina
" Bener juga lo. Oke, gue tinggal dulu ya. Makanannya udah gue bayar. Gue traktir hari ini. "
" Wish, oke deh. Gih ! Thank you, yak. "
Aira langsung meninggalkan kantin. Berlalu pergi menuju pintu. Kemudian berbelok ke arah kanan.
Kakinya membawa ke gudang lama. Tempat biasa Malvino dan sahabat-sahabatnya santai atau membolos.
Dan tepat dugaannya. Mereka berlima ada disini. Tampak Malvino yang sedang memangku gitar dengan sebatang rokok di tangan. Si kembar, Jovan dan Jevan sedang makan kuaci. Leo yang rebahan berbantalkan tas, dan Andrean yang sedang fokus membaca buku di pojok kursi tunggal yang memang khusus di sediakan untuknya.
Aira melenguh sejenak. Menggeleng-gelengkan kepalanya. Ternyata mereka lagi asik-asikan disini. Ia membawa langkah ke arah mereka.
" Ternyata kalian disini. "
Para manusia-manusia ganteng ini terjengit kaget. Jovan mengelus dadanya. Kakinya bahkan sampai terangkat. Aira ini seperti hantu, tiba-tiba muncul.
" Sayang, kok kamu tau aku ada disini? "
" Tau lah. Gudang ini kan udah jadi markas kamu dan mereka. Jadi, kalo kamu ga ada di kelas. Pasti kamu lagi disini. "
Aira duduk di samping sang pacar. Disambut elusan dari Malvino di puncak kepalanya.
" Kenapa kesini? "
" Tadi tu ulangan, Alvin. Dan kalian berlima bolos. Nilai kalian nol. " Jelas Aira. Kepalanya bersandar di pundak Malvino.
" Apa? Ulangan? Wah, parah. Pasti yang masuk bu Kasih kan? Untung aja kami bolos. Kalo enggak, bisa gila gue habis ulangan. " Sentak Leo tiba-tiba. Kini dia sudah duduk terjaga. Mendengar kata ulangan membuat dia mual.
" Ada-ada aja lo. Kalian berempat udah bawak dampak negatif ke Andre. Tu anak biasanya kan ga pernah bolos. " Cecar Aira.
" Dia sendiri yang mau ikut kesini tadi, Ra. " Jawab Jevan . Tangannya sibuk meraup kulit kuaci untuk dimasukkan dalam bungkusannya.
" Ish , terserah kalian deh. Aku kesini mau bilang sesuatu ke kamu. Malam ini, papa ajak aku sama kamu dinner di luar. Di cafee langganan nya dia. Jam 8. Kamu mau? "
" Wah dinner? Why not, sayang. Aku mau lah. "
" Asik .. Makasih, pacar. "
Kemudian Aira pun berdiri hendak pergi dari situ. Tapi, langkahnya jadi pelan karena celetukan dari belakang.
" Cuma ajak Malvino? Ga ngajak kita sekalian, Ra? " Tanya Leo senyam-senyum.
" Buat apa? Kalian makannya banyak. Bisa habis duit papa gue."
Aira berlari selepas mengatakan itu. Meninggalkan manusia-manusia yang sudah melongo di tempat.
***
Anomali Cafee
Tampak dua orang muda-mudi sudah duduk santai di salah satu meja reservasi. Ada total lima kursi di situ. Aira melihat ke benda kecil yang melingkar indah di tangan. Jarum menunjuk ke angka 8.50 WIB.
Malvino mengangkat tangan ke udara. Memanggil pelayan di cafee itu. Tak lama, pria muda dengan seragam hitam putih datang sambil membawa buku kecil dan sebatang pulpen. Bertanya dan mencatat pesanan Malvino.
Pelayanan di cafee ini sungguh cepat. Buktinya, pesanan mereka sudah tersaji di meja. Dua gelas latte dingin.
Bersamaan dengan itu, masuk lah tiga orang berbeda jenis kelamin. Pandangan pria paruh baya itu mengedar ke segala sudut. Sampai matanya menangkap dua pasangan remaja di meja yang bertuliskan "Reservation". Ia pun menuju ke sana diikuti oleh dua orang asing di belakang.
Aira mendongak mendengar suara kursi bergeser. Itu Abimanyu. Matanya bergulir ke dua orang berjenis kelamin perempuan di samping sang papa. Tiba-tiba otaknya membeku. Lidahnya kelu. Cewek muda itu? Kenapa dia ada disini? Bahkan datang bersama papa. Pertanyaan itu berkecamuk di pikirannya.
" Kalian berdua datang lebih cepat, ya. " Ujar Abimanyu kepada sang anak dan calon menantu.
" Iya, Om. Kita pengen santai-santai aja dulu. " Jawab Malvino.
" Iya ... Iya ... Gimana kalo kita pesan makanan aja dulu ? "
Tawaran itu ia khususkan untuk semua orang di meja. Semuanya setuju kecuali Aira yang mendadak seperti batu. Pandangannya tak beralih dari cewek muda di depan Malvino.
Abimanyu tak terperasan dengan itu. Ia segera memesankan makanan. Seperti tadi, lima menit setelahnya meja warna cokelat muda itu sudah penuh dengan macam-macam makanan.
Tanpa berlama-lama. Masing-masing menyantap makanan itu. Makan malam berlangsung tanpa obrolan.
Sekitar 20 menit. Makan malam pun usai. Abimanyu berdeham canggung.
" Dinner kita udah selesai. Oh iya, sebelum nya. Papa mau kenalin kamu sama Tante Saras dan Angel. Mereka ini .. Mereka adalah calon mama dan adik tiri kamu, sweety ".