Putri Daniella menyukai Pangeran Felix dan ingin menikah dengannya. Tapi kehadiran sopir pribadinya Erik Sebastian merubah segalanya. Pemuda desa itu diam-diam mencintai putri Daniella sejak kecil. Seiring waktu, terungkap jika Erik adalah putra mahkota yang sesungguhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunnyku, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia Seperti Malaikat
Di mobil, Daniella memilih duduk di jok depan, di samping Erik, sesuatu yang jarang dia lakukan. Dia merebahkan kepala di jok, memejamkan mata, dan tertidur dalam hitungan menit, napasnya pelan dan teratur.
Erik meliriknya sesekali, wajah Daniella yang damai dalam tidur membuat jantungnya berdegup kencang. Rambut pirangnya yang terlepas dari ikatan jatuh lembut di pipinya, dan Erik harus menahan diri untuk tidak menyentuhnya.
"Dia seperti malaikat," batinnya, hatinya penuh cinta yang tak akan pernah dia ucapkan.
Perjalanan satu jam ke kastil terasa singkat. Sesampainya di istana, Daniella masih tertidur nyenyak.
Erik tak tega membangunkannya, wajahnya begitu damai, bebas dari beban yang tadi malam memenuhi matanya.
Dia menghubungi Pangeran Gustav.
"Maaf, Yang Mulia, saya mengganggu malam-malam. Kami baru sampai. Putri tertidur di mobil. Saya tak tega membangunkannya. Sekarang saya harus bagaimana?" tanyanya, suaranya penuh hormat tapi cemas.
"Oh, Deede tertidur di mobil ya?" jawab Gustav, suaranya hangat dan penuh pengertian.
"Bawa dia masuk ke kamarnya, bopong saja gak apa-apa. Saya yang bertanggung jawab. Nanti ada staf yang menunggu di depan."
"Baik, Yang Mulia, siap saya laksanakan," jawab Erik. Dia mendekati Daniella, jantungnya berdegup tak karuan saat membungkuk, mendekatkan wajahnya ke wajah gadis itu.
Aroma apel dan parfumnya tercium lembut, membuat hatinya meleleh. Dengan hati-hati, dia mengangkat tubuh Daniella, tangannya mendekap punggung dan kaki gadis itu.
Secara refleks, Daniella melingkarkan tangannya di leher Erik, membuat pria itu tersentak, napasnya tersengal sesaat. Tapi dia menguasai diri, menggendongnya dengan lembut, langkahnya pelan menuju koridor kastil yang diterangi obor dinding.
Daniella masih nyenyak, kepalanya bersandar di dada Erik, napasnya hangat menyentuh leher pria itu.
Staf istana, seorang wanita muda bernama Alecia, menunggu di pintu kamar, membantu Erik membaringkan Daniella di tempat tidur. Selimut tebal ditarik hingga menutupi tubuh gadis itu, wajahnya tetap damai.
Erik menatapnya sejenak, hatinya penuh cinta dan kerinduan yang tak akan pernah tersampaikan, lalu berbalik meninggalkan kamar, kembali ke asrama di kompleks Royal Stable, dekat kandang kuda dan kereta kerajaan.
*******
Pagi itu, istana terasa hidup dengan aroma roti panggang dan kopi yang menguar dari dapur. Cahaya matahari musim gugur menyelinap melalui jendela-jendela tinggi, menerangi koridor batu yang dingin.
Putri Daniella masih terlelap di kamarnya, selimut menutupi tubuhnya, wajahnya damai meski ada bayang kelelahan di bawah matanya.
Putri Dania, kakaknya yang berusia 25 tahun, masuk dengan langkah ringan, senyum nakal di wajahnya.
"Hei, putri tidur, bangun cepat! Ayo lihat siapa yang datang!" bisiknya keras di telinga Daniella, mencoba mengguncang adiknya dari dunia mimpi.
Daniella mengerang, menarik selimut lebih tinggi.
"Aku masih ngantuk, jangan ganggu," protesnya, suaranya serak karena tidur yang terputus.
Alecia, staf istana berusia 24 tahun yang cerdas dan hati-hati, berdiri di sudut kamar, tak berani membangunkan sang putri.
Dia tahu Daniella baru terbangun menjelang tengah malam tadi, mandi air hangat, makan malam, dan larut dalam ponselnya, membaca komentar tentang rumor Felix dan Sabrina.
Alecia menduga kesedihan itu yang membuat Daniella begitu lelah, tapi dia tak berani bertanya, takut dianggap lancang.
Dania, dengan sifatnya yang lebih terbuka, tak peduli.
"Ella, ayo bangun! Felix ada di sini, mau ketemu kamu!" katanya, menarik selimut dengan paksa. Daniella membuka mata, hatinya tersentak.
"Felix? Di sini? Tiba-tiba, semua luka kemarin malam, kunang-kunang, cerita Erik, dan rumor Sabrina, menggumpal di dadanya.
Dia duduk perlahan, matanya masih berat, tapi ada api kecil yang menyala, harapan bercampur ketakutan.
Alecia, yang berdiri diam, tahu ada gurat kekecewaan di mata Daniella. Dia pernah melihat putri itu menangis diam-diam, membaca komentar di media sosial tentang Felix dan Sabrina.
Komentar-komentar itu beragam: kelompok feminis mendesak Daniella mengakhiri hubungan, menyebut Felix tak adil.
"Menjalin hubungan dengan pria yang punya wanita lain di hatinya adalah hal yang tidak adil bagi Putri Daniella," tulis seorang mahasiswi.
"Kamu punya hak untuk bahagia, meski bukan dengan pangeran yang bergembira di belakangmu dengan perempuan lain," tambah yang lain.
Sementara pendukung monarki menyebut rumor itu sampah, mendorong Daniella dan Felix tetap bersama.
"Kalian pasangan serasi dan impian semua orang," tulis seorang pria.
Daniella, malam tadi, menghabiskan dua jam membaca komentar-komentar itu, hatinya terombang-ambing antara dukungan dan luka.
Kini, dengan Felix yang datang ke istana mau menemuinya, dia merasa bimbang, antara cinta yang dia kejar sejak kecil dan rasa takut dikhianati.
Dia bangkit perlahan, wajahnya masih pucat, dan berjalan menuju cermin, mencoba mengumpulkan keberanian untuk menghadapi pria yang telah lama menjadi mimpinya, tapi kini juga menjadi sumber sakit hatinya.
Sementara itu, di luar kamar, Erik berdiri di kompleks Royal Stable, menatap langit pagi, hatinya penuh doa agar Daniella menemukan kebahagiaan, meski bukan dengannya.
*******
