NovelToon NovelToon
Return

Return

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / Cintamanis / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:870
Nilai: 5
Nama Author: AiMila

Radella Hafsah dan Delan Pratama memutuskan mengakhiri pernikahan mereka tepat pada satu tahun pernikahan mereka. Pernikahan dari perjodohan kedua orangtua mereka yang tidak bisa ditolak, tapi saat dijalani tidak ada kecocokan sama sekali pada mereka berdua. Alasan yang lain adalah, karena mereka juga memiliki kekasih hati masing-masing.
Namun, saat berpisah keduanya seakan saling mencari kembali seakan mulai terbiasa dengan kehadiran masing-masing. Lantas, bagaimana kisah mereka selanjutnya? Apakah terus berjalan berbeda arah atau malah saling berjalan mendekat dan akhirnya kembali bersama lagi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AiMila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tidur Larut

"Tentu saja kamu bahagia malam ini. Kekasihmu baru melamarmu? Apa Kamu ingin segera kita berpisah dengan semestinya?"

Senyuman manis itu langsung sirna begitu mendengar balasan Delan, perempuan itu menatap terkejut dan berpikir bagaimana pria itu tahu soal Reno yang melamarnya barusan. Radella juga teringat, dirinya berbelok dan duduk di sini karena dilema dengan lamaran Reno yang terlalu mendadak baginya, hingga Delan datang dan membuatnya lupa sejenak hal tersebut. Tidak disangka, pria itu mengetahui dan malah bertanya yang mengingatkannya lagi.

"Kamu tahu?" tanya Radella tanpa mengalihkan tatapan dari Delan.

Sedangkan, pria itu masih menatap lurus ke depan, ke arah jalanan lenggang yang terlihat lebih damai sebelum besok kembali ramai. Delan mengembuskan napas pelan, mencoba menghalau perasaan sakit saat melihat Radella bersama kekasihnya. Perasaan yang seharusnya tidak boleh ada, karena mereka sudah berjanji ingin berpisah agar bisa serius dengan kekasih masing-masing.

Radella sudah berada di tahap itu, tahap menjalani hubungan ke jenjang serius dengan kekasihnya. Parahnya, dia malah terjebak dalam kenangan sederhana yang tercipta setiap hari. Apalagi, dia berada di tempat yang menciptakan kenangan itu, yaitu rumahnya sendiri.

Setiap waktu, setiap sudut selalu terlihat Radella dengan segala aktivitas dan kebiasaannya. Setiap waktu selalu ada saja momen yang menjadi begitu berharga saat mereka mulai akan berjalan masing-masing. Delan bahkan beberapa hari terakhir lebih sering pulang ke rumah orangtuanya agar tidak selalu terpikirkan tentang Radella.

"Iya," jawab Delan singkat. "Selamat ya, akhirnya yang Kamu inginkan bisa segera terwujud," sambungnya berusaha keras agar tetap terdengar santai.

Delan mengutuk jantungnya yang langsung terasa sesak, bukan ini keinginannya saat akan berpisah dengan Radella. Mereka sudah memiliki kekasih masing-masing, tidak seharusnya dia merasakan sakit saat melihat Radella bersama kekasihnya. Dia juga sering jalan bersama Tantri, dan dirinya juga tetap menikmati. Harusnya, dia juga mulai membicarakan hal serius kepada Tantri untuk membuktikan kalau perasaannya tetap sama kepada Tantri.

Dalam hati Radella mendesis kesal saat Delan mengucapkan selamat dengan begitu santainya. Dirinya sedari tadi terpikirkan kenangan mereka saat masih bersama, tapi pria itu malah dengan santai dan terlihat ingin sekali segera menyiapkan perpisahan mereka. Radella juga mengumpati perasaannya yang tiba-tiba mendung hanya karena Delan.

"Terimakasih," balas Radella ketus.

Tentu saja respon yang jauh dari perkiraan Delan, Radella terlihat tidak suka saat dirinya berucap demikian. "Ada apa dengan wajahmu?" Delan memilih bertanya, tidak peduli kalau terlihat begitu penasaran dengan Radella.

"Memangnya kenapa dengan wajahku?" Radella mengerang, tidak seharusnya dia bersikap seperti ini. Harusnya dia bisa bersikap santai seperti Delan, dan membalas ucapan Delan dengan ceria.

"Lupakan saja. Ayo balik, sudah jam setengah sepuluh!" ajak Delan. Pria itu masih mengingat dan hafal betul kalau perempuan di sampingnya tidak bisa tidur terlalu larut.

"Kenapa buru-buru, sih? Apa pacarmu menyuruh segera pulang?" balas Radella.

Delan terkejut, begitu pula Radella yang langsung salah tingkah sendiri. Bibirnya tidak bisa ditahan dan sekarang dia merasa seperti seseorang yang cemburu dengan pasangannya. Dia ingin segera menghilang karena begitu malu, tapi Delan malah terkekeh setelah beberapa detik hanya terdiam.

"Kenapa sampai berpikir ke sana?" balas Delan setelah tertawa kecil. "Sebenarnya aku juga masih menikmati di sini dengamu. Tapi, aku tahu Kamu tidak bisa tidur larut. Belum lagi Bunda dan Ayah pasti juga khawatir anak sulungnya belum pulang."

***

Radella berbaring di kamar, dia baru saja selesai membersihkan diri setelah pulang dikawal Delan dari belakang dengan mobilnya. Setelah satu minggu tidak berbicara dengan Delan, malam ini terasa begitu berbeda saat kembali bertemu dan bisa bersama seperti tadi. Radella bahkan tidak mengingat atau memikirkan jawaban untuk Reno atas lamarannya.

Perempuan itu lebih memilih mengingat momen barusan dengan senyum yang mengembang. Bagaimana Delan begitu tahu tentang dirinya dan kebiasaannya, terutama takaran gula dalam minuman, padahal itu hal yang kecil. Ternyata, satu tahun mereka tinggal bersama tanpa sadar membuat mereka mengetahui kebiasaan dan kesukaan masing-masing.

Radella teringat belum mengambil ponselnya di tas, perempuan itu beranjak di mana tasnya berada. Mengambil ponselnya dan menyalakan data, begitu nyala beberapa motif langsung masuk, paling banyak adalah notif pesan dari Delan. Perempuan itu membukanya sambil berjalan ke arah kasurnya.

Dadanya kembali merasa sesak dan bersalah, saat pesan demi pesan yang dikirim Reno dia baca. Pesan pertama tertulis menanyakan apakah dirinya sudah sampai, dikirim sejak dua jam yang lalu, setengah jam setelah mereka keluar dari restoran. Lalu pesan berikutnya mengatakan, tidak usah buru-buru perihal jawaban atas pernyataan pria itu. Dilanjut dengan pesan, dia tidak ingin terlalu menuntut tapi berharap hubungan keduanya terus lancar hingga waktu di mana mereka bisa sampai ditahan serius.

"Reno," lirihnya dengan nanar. Tidak menyangka, sekarang perasaannya malah begitu rumit. Padahal dalam bayangannya, dirinya dan Delan berpisah dan dia bisa fokus dengan Reno sepenuhnya. Nyatanya, perasaannya malah semakin kacau dan itu malah membuat rasa bersalahnya kepada Reno semakin besar.

"Reno, maafkan aku." Kembali Radella berujar lirih, tangannya juga segera mengetik balasan pesan dari Reno.

"Apa yang harus aku lakukan?" Setelah mengetik balasan, dia segera mematikan teleponnya tanpa menunggu balasan dari Reno, padahal tahu pria itu masih aktif.

Tubuhnya mulai terasa tidak nyaman, saat melihat jam sudah menunjukkan pukul sepuluh lebih. Kepalanya juga mulai pusing, dia kembali teringat saat bersama Delan, pria itu terus mengingatkan dirinya agar segera pulang dan tidur karena mulai malam, dan dirinya tidak bisa tidur terlalu larut. Di tengah rasa pusing dan tidak nyaman tubuhnya, Radella kembali tersenyum hangat, sikap perhatian Delan membuat hatinya senang tanpa bisa dia hindari.

"Selamat malam, Delan," lirih Radella tanpa sadar. Kebiasaan dirinya bersama Delan dulu sebelum tidur, lebih tepatnya saat Radella akan memejamkan mata.

***

Matahari sudah menampakkan diri sedari tadi, tapi Radella belum juga membuka matanya. Keluarganya di bawah menunggu kedatangan sulungnya karena akan bersiap sarapan, tapi sampai jam setengah delapan, Radella belum juga turun. Padahal, jam delapan ayah dan adiknya akan berangkat ke kantor dan kampus.

"Di mana, Radella?" tanya sang ayah.

"Masih di kamar mungkin, Yah. Biar Rasyafa panggil dulu," balas si bungsu.

Rasyafa segera bangkit, kembali ke atas menuju kamar kakaknya. Seperti biasa, pintu tidak terkunci dan Rasyafa langsung masuk begitu saja. Matanya menatap kakanya yang masih tidur dengan kening berkerut. Kakinya segera mendekat, dan tangannya menyentuh lengan Radella berniat membangunkan.

"Tubuhnya panas," gumam Rasyafa kembali menyentuh lengan dan kening Radella.

"Kakak, sakit?" tanya Rasyafa pelan tapi tidak mendapatkan jawaban.

Tidak ingin mengganggu kakaknya karena terlihat kalau Radella tidak enak badan, Rasyafa memilih keluar dan kembali turun. "Bun, sepertinya kak Della sakit. Badannya panas," adu Rasyafa membuat bunda dan ayahnya terkejut.

"Sakit? Bukankah semalam dia baik-baik saja?" sahut sang ayah.

Radella semalam pulang dengan keadaan sudah gelap, dia dibukakan pintu oleh pembantu yang memang menetap di sana. Radella pulang cukup malam, sekitar jam sepuluh kurang. Yang keluarganya tahu, Radella pulang jam delapan seperti apa yang dibilang. Karena, mereka juga tidur lebih awal untuk persiapan kerja pagi.

"Entahlah, Yah. Mungkin kak Della tidur larut semalam, dia mana bisa tidur larut. Pasti besoknya langsung sakit," balas Rasyafa yang hafal begitu dengan kakak satu-satunya.

1
Aini Nurcynkdzaclluew
Aduh, thor bikin jantungku berdetak kencang
AiMila: Tarik napas pelan-pelan, Kak🙏
total 1 replies
Graziela Lima
Aku bisa tunggu thor, tapi tolong update secepatnya.
AiMila: Diusahakan Kak, terimakasih
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!