NovelToon NovelToon
Dinikahi Suami Kembaranku

Dinikahi Suami Kembaranku

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Selingkuh / Pengantin Pengganti / Beda Usia / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: Misstie

Syima dan Syama adalah kembar identik dengan kepribadian yang bertolak belakang. Syama feminim, sementara Syima dikenal sebagai gadis tomboy yang suka melanggar aturan dan kurang berprestasi akademik.

Hari pernikahan berubah menjadi mimpi buruk, saat Syama tiba-tiba menghilang, meninggalkan surat permintaan maaf. Resepsi mewah yang sudah dipersiapkan dan mengundang pejabat negara termasuk presiden, membuat keluarga kedua belah pihak panik. Demi menjaga nama baik, orang tua memutuskan Devanka menikahi Syima sebagai penggantinya.

Syima yang awalnya menolak akhirnya luluh melihat karena kasihan pada kedua orang tuanya. Pernikahan pun dilaksanakan, Devan dan Syima menjalani pernikahan yang sebenarnya.

Namun tiba-tiba Syama kembali dengan membawa sebuah alasan kenapa dia pergi dan kini Syama meminta Devanka kembali padanya.

Apa yang dilakukan Syima dalam mempertahankan rumah tangganya? Atau ia akan kembali mengalah pada kembarannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Misstie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pertemuan tidak ideal

Perjalanan menuju rumah sakit terasa sangat panjang bagi Syama. Devanka mengemudi dengan hati-hati tapi tetap cepat, sesekali melirik Syama yang duduk gelisah di kursi penumpang. Tangannya terus meremas-remas tas, matanya menatap kosong ke jalan raya.

"Tenang, sayang. Pasti Ibu baik-baik saja." Devanka menggenggam tangan Syama.

"Ibu jarang banget sakit, Mas. Apalagi sampai pingsan gini," bisik Syama dengan suara bergetar. "Gimana kalau ada apa-apa?"

"Jangan berpikir yang tidak-tidak. Kita doakan yang terbaik." Devanka mencoba menenangkan, meski dalam hatinya dia juga cemas. Bukan hanya karena kondisi ibu Syama, tapi juga karena dia akan bertemu dengan keluarga kekasihnya untuk pertama kali dalam keadaan genting.

Sesampainya di rumah sakit, mereka langsung menuju ruang rawat inap lantai dua. Dari kejauhan, Syama sudah bisa melihat sosok ayahnya yang berdiri di depan pintu ruangan dengan wajah cemas. Ahmad mengenakan kemeja batik biru yang sedikit kusut, rambutnya yang mulai memutih terlihat berantakan.

"Pak!" panggil Syama sambil berlari menghampiri."Alhamdulillah kamu sudah datang," Ahmad memeluk putrinya sebentar.

Matanya kemudian beralih ke Devanka yang berdiri beberapa langkah di belakang. Alis Ahmad terangkat, menunjukkan kebingungan dan sedikit kecurigaan. "Siapa ini?"

Devanka maju selangkah dan mengulurkan tangannya. "Selamat sore, Pak. Perkenalkan, saya Devanka. Dosen di kampus Syama."

Ahmad menyambut jabatan tangan itu dengan ragu, lalu menatap Syama tajam meminta penjelasan lebih detail. "Dosen? Kenapa dosen kamu ikut ke sini, Ma?"

Syama menelan ludah, merasakan tatapan menyelidik ayahnya. "Pak, Mas Devan ini... dia orang yang lagi dekat sama Syama."

"Dekat?" Ahmad terdiam, mengerutkan kening, mencerna informasi itu. Matanya bergantian menatap Syama dan Devanka, dan mulai memahami situasinya. Wajahnya terlihat terkejut, bahkan sedikit syok, tapi kondisi istrinya yang sedang kritis membuatnya tidak bisa mengejar lebih jauh.

"Kebetulan tadi saya sedang bersama Syama ketika Bapak menelepon," Devanka mencoba membantu menjelaskan dengan hati-hati. "Saya tidak bisa membiarkan Syama ke sini sendirian dalam kondisi seperti ini."

"Kita bahas itu nanti," kata Ahmad akhirnya dengan nada datar. "Sekarang yang penting Ibu dulu."

Mereka kemudian masuk ke dalam ruangan. Di sana, Syima duduk di kursi samping ranjang ibunya yang tengah tertidur, dengan mata sembab dan merah. Dia menoleh pada Syama dan Devanka yang mulai berjalan mendekat.

"Ibu gimana?" tanya Syama langsung menghampiri ranjang.

"Dokter masih menunggu hasil lab lengkap," jawab Syima dengan suara serak.

Syama duduk di sisi lain ranjang, memegang tangan ibunya yang dingin. Devanka berdiri di samping Syama seperti seorang pengawal.

Sedangkan Ahmad yang berdiri di ujung ranjang sesekali melirik Devanka dengan tatapan yang sulit diartikan. Syima pun memperhatikan kehadiran dosennya dengan ekspresi datar.

"Pas kamu datang, ibu sudah pingsan?" tanya Syama ingin tahu lebih jelas.

"Iya. Aku datang, Ibu udah pingsan di ruang TV." Syima mengusap kedua matanya yang kembali berair. Pemandangan itu tidak luput dari perhatian Devanka. Baru beberapa jam yang lalu gadis yang tengah menangis itu, meninggalkan ruang bimbingan untuk menantangnya.

Tidak lama kemudian, seorang dokter bersama seorang suster masuk ke ruangan dengan beberapa lembar kertas di tangannya. Wajahnya terlihat serius.

"Keluarga Ibu Dewi?" tanya dokter.

"Iya, Dok. Saya suaminya," Ahmad maju ke depan.

"Saya dokter Hartono."

Ahmad mengangguk. Syama dan Syima saling menatap dengan cemas. "Dari hasil pemeriksaan, Ibu Dewi kemungkinan terkena kanker payudara. Untuk memastikannya, Ibu Dewi harus menjalani biopsi."

Keheningan mencekam langsung menyelimuti ruangan. Wajah Ahmad langsung memucat. Syama dan Syima terdiam dengan mata terbelalak, tidak sanggup mencerna informasi yang baru saja mereka dengar.

"Kanker?" bisik Syima dengan suara bergetar.

Dokter mengangguk pelan. "Itu penyebab Ibu Dewi sering terlihat lemas belakangan ini. Dan untuk memastikannya, kami akan mengambil sampel jaringan untuk diperiksa."

Terdengar Syama langsung menangis terisak, memegang tangan ibunya yang masih tertidur. Syima sendiri hanya menatap kosong dokter yang masih menjelaskan, telinganya berdenging tidak mampu menerima informasi lainnya.

Menyaksikan kekasihnya menangis, Devanka ingin memeluk Syama, tapi dia sadar posisinya masih asing di keluarga ini. Jadi dia hanya mampu membelai bahu Syama, berusaha memberikan dukungan.

Sekitar satu jam kemudian, Dewi perlahan membuka mata. Begitu membuka mata Dewi langsung melihat air mata yang mengalir di pipi Syima tanpa bisa dicegah.

"Syima kenapa nangis?" tanya Dewi. Suaranya yang lemah langsung membuat Ahmad dan Syama menghampiri ranjang. Syima sendiri hanya menggeleng dan mengusap air matanya.

"Alhamdulillah Ibu udah bangun. Kalau gitu aku keluar dulu ya, mau nyari makanan." Syima segera bangkit kekuar ruangan, tanpa menghiraukan tatapan tajam Ahmad.

Dewi mencoba duduk dibantu Ahmad. Matanya kemudian tertuju pada Devanka yang berdiri di samping Syama "Siapa ini?" tanyanya dengan nada lembut.

Syama melirik ayahnya sebentar, lalu mengambil napas dalam. "Ini Mas Devan. Dia... dia pacar Syama."

Mata Dewi langsung berbinar meski dalam keadaan lemah. "Pacar?" Dia menatap Devanka dengan senyum. "Sini, sini mendekat."

Devanka mendekati ranjang dengan hati-hati. "Selamat sore, Bu. Saya Devanka."

"Ya Tuhan, tampan sekali," kata Dewi sambil tersenyum lebar. "Pantas Syama jarang di rumah tiap Sabtu Minggu. Ternyata lagi pacaran."

"Bu..." Syama merona malu. "Ibu senang sekali akhirnya Syama punya pacar," Dewi menatap Devanka dengan mata berbinar.

"Mas Devan kerja apa?" "Saya dosen, Bu. Kebetulan di kampus Syama," jawab Devanka.

"Wah, dosen. Pinter berarti," Dewi mengangguk-angguk. "Umur berapa?"

"Tiga puluh satu, Bu."

"Pas sekali. Syama memang butuh pasangan yang lebih dewasa."

"Kalian sudah ada rencana menikah?" tanya Dewi dengan antusias yang mengejutkan semua orang.

"Bu!" tegur Syama, wajahnya langsung memerah padam. Devanka sendiri hanya tersenyum canggung.

Ahmad sendiri berdehem keras. "Bu, masih sakit, jangan terlalu banyak bicara."

"Ibu kelewat senang, Pak. Ibu kan pernah cerita, ibu khawatir Syama terlalu serius kuliah," Dewi menatap putrinya dengan sayang. "Ibu jadi lebih tenang sekarang, ada yang menjaga Syama."

"Mas Devan, terima kasih ya sudah sayang sama Syama," kata Dewi tiba-tiba dengan mata berkaca-kaca.

Gestur tubuh Devanka terlihat kikuk, meskipun Dewi terlihat menyukainya, tapi Ahmad di depannya menatapnya tajam.

"Bu, jangan bicara seperti itu?" Syama khawatir.

"Tidak apa-apa. Ibu cuma bersyukur, ke mana-mana ada yang menemani Syama. Syama kan suka pulang malam ada urusan kampus," Dewi tersenyum sambil mengusap air matanya.

Dewi terus bertanya tentang rencana masa depan Syama dan Devanka, sementara Ahmad mulai terlibat pembicaraan meski masih sedikit hati-hati. Sampai tidak terasa waktu telah bergulir menjelang tengah malam. Dewi pun sudah terlelap kembali.

"Pak, saya mau pamit pulang," pamit Devanka.

Ahmad yang sudah mulai terlihat melunak, akhirnya berdiri mendekati Devanka.

"Nak, makasih ya udah mau nemenin sampai selarut ini."

"Tidak apa-apa, Pak. Ini sudah seperti keluarga saya juga," jawab Devanka tulus.

Bibir Ahmad terangkat, tersenyum mendengar jawaban itu. "Iya, sekarang kamu keluarga kami, jangan canggung kalau main kerumah."

Syama menatap Ahmad dengan tatapan tidak percaya. Sifat Ahmad yang keras, luluh begitu saja dalam hitungan jam.

"Terima kasih, Pak."

"Sya, pulang sama Mas'mu ya. Biar bapak yang jaga di sini. Besok siang baru kamu sama Syima yang jaga."

Syama terperanjat dengan panggilan Devanka dari ayahnya. "Mas'mu". Begitu pun Devanka yang tidak mampu menahan senyum lebarnya. Akhirnya dia diterima dengan baik di keluarga kekasihnya, meskipun di situasi yang tidak ideal.

1
Ibvundazaky Ibundazaky
ditunggu up nya thor
Misstie
Ceritanya menarik.. 🥰🥰
muznah jenong
thanks untuk double up Thor.....
love you..../Heart//Heart//Heart//Heart//Heart//Rose//Rose//Rose/
Misstie: Sama-sama Kak...
Makasih udah jadi pembaca setia Syima
🥰🥰
total 1 replies
Randa kencana
ceritanya sangat menarik
muznah jenong
wah gawat pak dosen udah yoblos sebelum hari H..,..
Krisna Flowers
👍
muznah jenong
jangan2 bentar lagi pak Devan bucin lagi
di tunggu gaya bucin pak Devan ....pasti konyol istriya tomboy suami ya kaya kanebo ga ada expresi... di tunggu update selanjutnya thor/Heart//Heart//Heart//Heart//Heart/
Mepica_Elano
Aaaahhh! Begitu seru sampe gak berasa waktu berlalu!
Rizitos Bonitos
Bikin galau.
Rakka
Ngakak banget!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!