NovelToon NovelToon
Bukan Upik Abu

Bukan Upik Abu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Seiring Waktu / Keluarga / Konglomerat berpura-pura miskin / Menyembunyikan Identitas / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:832
Nilai: 5
Nama Author: Ceriwis07

Mereka melihatnya sebagai Upik Abu. Mereka salah besar. Regina adalah CEO muda yang menyimpan rahasia besar. Di rumah mertua, ia menghadapi musuh yang tak terlihat dan cinta yang diuji. Mampukah ia mengungkap kebenaran sebelum terlambat? Ataukan ia akan kehilangan segalanya? Kisah tentang cinta, keluarga, dan rahasia yang bisa mengubah takdir seseorang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ceriwis07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bukan Upik Abu Eps 4

"Loh, Ayah, ini barang punya siapa?" tanya Regina, melihat sang ayah tengah sibuk memesan banyak barang. Di halaman pun sudah banyak barang yang siap dimasukkan ke bagasi mobil. Suara bising aktivitas itu bagai lebah yang berdengung di telinganya.

"Oh... ini Ayah mau kasih ke Bima. Dia mau pulang kampung, Ayah kasih izin sebulan full di kampungnya. Nanti setelah lebaran, baru kembali," ucap sang ayah.

"Hah? Apa?!" berang Regina. Sang ayah hanya bisa mengusap telinga, mendengar teriakan sang anak. Suara Regina memekik, bagai petir di siang bolong.

Regina berjalan cepat ke arah kamarnya. "Kamu kok nggak bilang mau pulang? Awas ya," gumam Regina, hatinya bergejolak bagai ombak di lautan.

Regina berlarian kesana kemari, mencari seseorang yang tak kunjung ia temui. Ia sudah mencarinya di kamar, di ruangan mana pun, bahkan sampai ke setiap sudut, tapi tak ia temui. Sosok Bima menghilang, bagai ditelan bumi.

Bruk... tubuhnya menabrak sesuatu. Tangannya meraba sesuatu yang menabrak keningnya hingga terasa nyeri. Bentuknya kotak-kotak, kokoh, dan keras.

"Sudah pegang-pegangnya?" Suara bariton mengejutkannya.

Regina segera mendongak. "Bima," bisiknya. Ya, Bima lah yang ia tabrak. Bima segera berlalu, meninggalkan Regina di tempat.

"Eh... tunggu," panggil Regina.

Bima menoleh dan menaikkan alisnya. "Apa?" tanyanya.

"Kamu mau kemana?" tanya Regina, setelah mensejajarkan posisinya dengan Bima. "Ayah bilang kamu mau pulang, kok kamu nggak bilang dulu sama aku?" tanya Regina kesal, bibirnya mengerucut bagai buah ceri yang ranum.

Kening Bima bertaut. "Memangnya ada hubungannya dengan kamu, Nona?" ucap Bima heran.

"E-enggak sih, tapi kan aku istri kamu. Kamu harus bilang dong mau kemana," ucap Regina, yang kini tengah memainkan peran sebagai istri. Pipinya merona, bagai bunga mawar yang merekah.

Bima paham. Ia ingin sedikit mengerjai Nona-nya yang sekaligus sudah menjadi istrinya. "Iya, saya mau pulang. Memang kenapa? Nona mau ikut? Nggak kan? Lagi pula, kita bukan suami istri beneran," ucap Bima menahan senyum, matanya berbinar nakal.

"Hah? Apa kamu bilang? Kamu sudah ijab sah ya kemarin, terus Ayah juga sudah kasih restu," ucap Regina tak terima.

"Iya kan cuman saya yang ijab kabul, bukan Nona," ucap Bima, sembari berjalan meninggalkan istrinya dengan rasa kesal. Langkahnya ringan, bagai burung yang terbang bebas.

"Ini nggak bisa dibiarin," ucap Regina, sambil terus membuntuti Bima. Sayup terdengar suara, "Bima mau pulang, pasti di kampungnya banyak cewek-cewek cantiknya," ucap Yanto, supir lain selain Bima.

Telinga Regina bertambah panas. Ia segera mengusap kedua telinganya dan menggelengkan kepalanya, kemudian kembali berjalan mengejar Bima. Amarahnya membara, bagai api yang tak terkendali.

Ia melewati ruang kerja milik sang ayah yang pintunya hanya terbuka sedikit. Ia penasaran. Regina merapatkan telinganya di celah pintu.

"Butuh berapa?" tanya ayah Regina.

"Lima ratus juta," ucap Bima lirih.

Regina melotot mendengar banyaknya rupiah yang diminta oleh sang suami pada ayahnya. Jantungnya berdegup kencang, bagai genderang yang ditabuh.

"Buat apa?" tanya Regina lirih, nyaris tak terdengar.

Ayah Regina mengangguk. Ia mengetikkan sesuatu di ponselnya, dan ting nada uang masuk di rekening Bima.

Tanpa sadar, pintu perlahan terbuka. Regina masih asyik menempelkan telinganya. Kedua pria berbeda umur itu pun heran melihat kelakuannya.

Sang ayah memiliki ide untuk mengerjai anak bungsunya. "Di sana kamu akan menikah?" ucap ayah Regina, dengan nada menggoda.

Bima mengerutkan keningnya. Ayah Regina hanya mengangguk, memberi kode. "Iya, Pak. Makanya saya minta izin untuk pulang dan liburan selama satu bulan," ucap Bima meyakinkan, matanya berkedip nakal.

Dok... suara pintu menghantam tembok membuat Regina tersadar. Ia membalikkan tubuhnya, menatap kedua pria di depannya sambil berjalan dan mengusap telinganya yang sakit. Malunya membuncah, bagai balon yang akan pecah.

"Apa kamu mau nikah? Kamu kan sudah nikah sama aku," ucap Regina tak terima. Pandangan Regina menatap pada sang ayah. "Kenapa Ayah biarin dia nikah lagi? Terus kenapa Ayah kasih uang dia buat nikah lagi," ucap Regina marah, tak terasa air matanya lolos begitu saja. Air matanya mengalir deras, bagai sungai yang meluap.

Regina langsung berlari pergi dari ruang kerja ayahnya, menuju ke kamar miliknya di lantai atas. Ia membuka kamar dan langsung merebahkan tubuhnya di kasur, memeluk bantal dan menangis sesenggukan. Tangisnya pecah, bagai badai yang menghantam hatinya.

Kedua pria itu saling pandang. Bima lari kalang kabut, sedangkan sang ayah malah tersenyum menikmati suasana, bagai sutradara yang puas dengan dramanya.

Bima berjalan cepat menyusuri tangga menuju kamar Regina. Benar saja, Regina ada di dalam. Ia menangis dengan posisi tengkurap dan memeluk bantalnya, bahunya berguncang hebat.

Ada rasa aneh yang menjalar di hati Bima kala melihat Regina menangis. Rasa bersalah? Kasihan? Atau sesuatu yang lebih dalam? Bima pun tak paham. Perasaan itu bagai benang kusut yang sulit diurai.

"Nona," panggilnya pada Regina. Wanita itu masih menangis, sembari sesekali memukuli bantal yang ia peluk. Tangisnya pilu, bagai ratapan anak ayam kehilangan induknya.

"Nona mau ikut?" tawar Bima. Mendengar suara di belakangnya, Regina pun membenarkan tubuhnya. Ia duduk, masih sambil menangis dan memeluk bantalnya. Matanya sembab, bagai danau yang diguyur hujan.

"Mau ikut?" tawar Bima lagi.

"Emang boleh? Kamu kan mau nikah, kenapa ajak aku," ketus Regina, suaranya serak karena menangis.

"Itu akalan Ayah, Nona. Saya pulang karena sudah lama saya tidak pulang," ucap Bima menjelaskan.

"Bukan kamu yang mau nikah?" tanya Regina memastikan.

Bima menggeleng. "Aku boleh ikut?" tanya Regina. Bima mengangguk pasti.

"Beneran?" ulang Regina memastikan. Sekali lagi, Bima mengangguk, tapi kali ini agak keras. Melihat anggukan Bima, Regina senang, amat senang, hingga ia berdiri dan berloncatan di ranjangnya. Tak sadar, Bima terjatuh akibat goncangan di ranjang tersebut. Kegembiraannya meledak, bagai kembang api di langit malam.

Bima bangkit dan kembali duduk di pinggiran ranjang. Regina lompat dan memeluk tubuh Bima yang hampir saja keduanya terjengkang jika Bima tidak dengan sigap menahan tubuh mereka dengan kakinya. Pelukannya erat, bagai lilitan akar pohon yang kuat.

Bima merasakan aliran darahnya berdesir cepat. Jantungnya seakan ingin melompat keluar dari dadanya. Regina melepaskan pelukannya. "Terima kasih," ucap Regina tersenyum manis, senyumnya merekah bagai bunga di musim semi. Spontan, Regina mengecup pipi Bima.

Nyessss... hangat nan lembut yang dirasakan saat benda kenyal tersebut menyentuh rahang kokoh milik Bima. Sentuhan itu bagai sengatan listrik yang membuatnya terpaku.

 

Regina turun dari ranjang, meninggalkan Bima yang masih mematung, bagai patung lilin yang terpajang di museum. Ia menurunkan koper dari atas lemari, tapi sayang, kopernya terlalu berat dan terlalu besar untuk dirinya yang hanya semeter kotor itu. Koper itu bagai gunung yang menjulang tinggi di hadapannya.

"Tolong," teriakan Regina menyadarkan Bima yang masih nge-freeze. Ia mengedipkan matanya sejenak, mengumpulkan nyawanya yang tadi terbang entah kemana, lalu ia beranjak dan membantu Regina mengambil koper besar miliknya.

Bukan Upik Abu

jangan lupa tinggalkan jejak di kolom komentar, like mu semangat ku ❤

 

1
🚨🌹maly20🌹🏵️
Bagus banget nih novel, author terus berkarya ya!
Ceriwis: Alhamdulillah 😍 terimakasih ❤️
total 1 replies
Azure
Endingnya puas. 🎉
Ceriwis: Alhamdulillah 😍 kalau kakak puas 😄
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!