Sinopsis:
Dulu, ia adalah seorang jenderal setia yang hidup dan mati di medan perang. Tak pernah terpikir olehnya, jiwanya akan terbangun dalam tubuh penguasa paling ditakuti — Kaisar Tiran, Ethan Lazarus Gilardio.
Kejam, tanpa belas kasihan, dan dibenci rakyatnya, sang Kaisar ditakdirkan untuk hancur. Namun kini, dengan hati seorang prajurit dan kebijaksanaan seorang panglima, ia harus menapaki jalan kekuasaan dan intrik sebagai pemimpin sebuah kekaisaran.
Namun tantangan terbesarnya bukanlah takhta itu sendiri, melainkan wanita yang duduk diam di sisinya — sang Permaisuri, istri yang lama diabaikan dan tak pernah dicintai.
Dihantui oleh dosa-dosa sang Kaisar dan digerakkan oleh kehormatannya sendiri, sang jenderal yang terlahir kembali bersumpah untuk melindunginya, merebut hatinya, dan menulis ulang takdir sang tiran.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Paman Viin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.9
Didalam ruang kerja Viscount, Ethan membaca sebuah laporan yang diserahkan Viscount Barry padanya.
Sebuah laporan yang Ethan perintahkan langsung pada Viscount Barry. Ternyata, Viscount Barry merupakan salah satu anggota Pasukan Bulan Sabit.
Ia bertugas mengawasi Ibu Suri dari balik bayangan.
"Dua orang sialan mencoba bermain-main denganku." Ucap Ethan.
"Benar, Tuan. Ibu Suri mencoba memaksa anda menerima Selir dari pihak Dewan Kiri." Sahut Viscount Barry.
"Kau tahu, Barry?? Menghadapi Permaisuri saja membuat kepalaku hampir pecah. Lalu mereka akan menyodorkan jalang kehadapanku??" Ejek Ethan.
"Anda sebaiknya berhati-hati, Tuan. Marquis Lotso telah melakukan banyak kesalahan namun selalu biasa lolos dari hukum." Saran Viscount Barry.
"Aku tahu apa yang aku lakukan, Barry. Tetap awasi kelakuan dua manusia sialan itu. Cari bukti kuat yang bisa menyeret mereka ke tiang gantungan!!" Titah Ethan.
"Baik, Tuan." Angguk Viscount Barry.
Tok Tok
Pintu ruang kerja diketuk.
"Masuk!!" Teriak Viscount Barry.
Pintu terbuka dan masuklah Viscountess Lila dan putrinya lalu disusul wanita cantik memakai pakaian bak pedagang pendatang.
Rambutnya digelung ke atas. Menampilkan leher jenjang putih bersihnya.
Ethan sempat tertegun beberapa saat. Viscount Barry dan Viscountess Lila sempat saling pandang dan tersenyum saat melihat Ethan tertegun.
"Apa jelek, Yang Mulia??" Tanya Jesselyn.
Ethan tersadar dan menepuk pipinya saat mendengar pertanyaan Jesselyn.
"Ah ah tidak!! Kau cantik. Tapi....."
Ethan berdiri dan gerakan cepat menarik pedang di pinggangnya lalu mengayunkannya ke arah Jesselyn.
Sringggg
Jesselyn dan semua orang menutup mata serta ada yang berteriak menutup mulutnya. Jesselyn membuka matanya perlahan dan melihat ia tak terluka sama sekali.
Namun rambutnya kembali tergerai dengan indah. Viscount Barry, Viscountess Lila dan putrinya pun mengelus dada menghela napas lega.
Ethan hanya memotong gelung rambut yang mengikat rambut Jesselyn.
"Aku tak mau milikku dipandang seseorang!" Ucap Ethan dingin.
Viscountess Lila segera menunduk meminta maaf. Jesselyn pun hanya tertegun. Baru kali ini ia merasa dimiliki oleh Kaisar.
"Viscountess! Apa kau memiliki sebuah payung wanita??" Tanya Ethan.
"Punya, Yang Mulia. Biar pelayan yang ambilkan." Jawab Viscountess Lila lalu menyuruh seorang Pelayan mengambilkan hal yang diminta Ethan.
Viscount Barry mengkode semua yang ada diruang kerja keluar agar tak mengganggu kedua orang paling tinggi di Kekaisaran ini.
Mereka semua mengangguk dan perlahan keluar dari ruang kerja. Ethan lalu menuju balkon dan menatap jauh keluar.
Jesselyn mendekat dan bertanya,
"Apa anda hanya ingin melihat keadaan Kekaisaran, Yang Mulia??" Tanya Jesselyn.
"Benar. Rasanya dibenci rakyat sendiri membuatku aneh. Seperti ada yang mengganggu pikiranku." Jawab Ethan.
"Baru kali ini anda memikirkan rakyat, Yang Mulia." Ungkap Jesselyn.
"Apa kau tahu, Permaisuri?? Terkadang aku hanya ingin hidup menjadi penggembala dan petani. Jauh dari keramaian dan hidup nyaman." Ucap Ethan.
"Tapi tanpa kekuasaan anda bisa kapan saja tergilas, Yang Mulia. Beberapa kemajuan sepertinya telah anda lakukan, Yang Mulia. Dari mulai mengawasi para bangsawan dan pejabat. Memotong pajak dan lainnya." Sahut Jesselyn.
Ethan hanya tersenyum dan memandang jauh. Pikirannya mengelana jauh entah kemana.
"Walaupun begitu, Kekaisaran ini adalah pohon yang berbuah pahit. Sekalipun kita pupuk dengan pupuk yang mahal atau mencangkoknya, buahnya tetap pahit. Kita harus memotongnya sampai ke akar dan menanam benih baru yang berbuah manis." Ungkap Ethan.
Ethan berbalik dan mendekat lalu menggenggam kedua tangan Jesselyn. Ia mendekatkan wajahnya lalu berkata,
"Walaupun kita belum saling mencintai, aku minta tetap temani aku karena hanya kau yang bisa aku percaya."
Jesselyn menganggukkan kepalanya dan tersenyum. Bibir keduanya perlahan mendekat. Mereka memejamkan matanya dan semakin memajukan bibirnya hingga ketukan pintu membuyarkan suasananya.