Shinamura Haruki, seorang siswa SMA kelas dua berusia 16 tahun, baru saja mengalami patah hati terburuk. Empat bulan lalu, cintanya ditolak saat malam Natal. Dalam kesedihan, ia memutuskan untuk membeli kopi sebelum pulang, tapi takdir berkata lain. Ia malah ditabrak oleh Aozora Rin, gadis teman satu sekolahnya. Bagaimana pertemuan tak terduga ini akan mengubah kisah cinta mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Abdulpro, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Titik Mula
Sudah beberapa minggu berlalu sejak Rin dan Haruki tak sengaja bertemu saat belanja, sebuah momen singkat yang tanpa mereka sadari menjadi titik awal kedekatan. Haruki, seorang pemuda pendiam yang kaku, kini mulai melihat Rin sebagai sosok yang istimewa.
Bulan lalu, ibu Rin sempat bercerita tentang Rin kecil, seorang anak yang sangat pemalu dan penakut.
"Dulu, Rin itu susah sekali bergaul," cerita ibu Rin suatu sore di ruang tamu pada saat mengambil jaket dirumahnya Rin.
"Sampai keluarga Tachibana pindah ke sebelah."
Saat itu, Hana, anak keluarga Tachibana, baru berusia lima tahun. Rin yang masih kecil dan pemalu hanya berani mengintip dari balik pintu saat ibunya menyambut kedatangan Hana dan ibunya. Hana tampak begitu ceria, menenteng bunga matahari kertas yang dibuatnya sendiri.
"Hai manis, namamu siapa?" tanya ibu Rin sambil mencubit pipi Hana yang gembil.
"Nama saya Hana, Tante," jawab Hana dengan suara riang dan penuh percaya diri.
Ibu Rin tersenyum, "Oh, Hana, ya? Cantik namanya. Umurmu berapa, sayang?"
"Lima tahun, Tante!"
Melihat Hana yang begitu ramah, ibu Rin memanggil Rin dari balik pintu.
"Rin, sini sayang. Kenalan sama teman baru."
Rin mendekat dengan langkah ragu, kepalanya menunduk, dan ia bersembunyi di balik rok sang ibu. Hana yang melihat Rin, tersenyum lebar. Ia mengulurkan tangannya dan berkata,
"Hai Rin Aku Hana. Kita sekarang berteman, ya. Ayo main di luar!"
Tanpa ragu, Hana menarik tangan Rin, mengajaknya bermain di halaman rumahnya yang luas.
"Ini rumahku. Kamu boleh datang kapan saja kamu mau," katanya.
Sejak hari itu, dunia Rin berubah. Hana menjadi jembatan yang membantunya keluar dari cangkang. Mereka tak terpisahkan, selalu bersama kemanapun. Terkadang mereka berlarian di pematang sawah, beristirahat di gubuk posko yang sejuk, atau bermain air di sungai yang jernih. Persahabatan mereka tidak hanya menyatukan mereka berdua, tetapi juga keluarga. Kue buatan ibu Rin sering bertukar dengan kacang panggang buatan ibu Hana, mempererat ikatan kekeluargaan mereka.
Mereka tumbuh bersama, dari bangku sekolah dasar hingga SMA, menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan.
Mendengar cerita ini, Haruki tak bisa menahan senyumnya. Jauh di lubuk hatinya, ia merasa hangat. Kemudian, ibu Rin juga memberitahu Haruki bahwa ulang tahun Rin sebentar lagi.
Haruki yang mulai akrab pada sosok Rin, dengan segera mempersiapkan hadiah. Ia telah membelikan sesuatu yang ia pikir akan disukai Rin, jauh sebelum hari-harinya diisi oleh obrolan ringan dengan Rin.
Di sekolah, Rin berusaha memberikan petunjuk kepada Hana dan Aika bahwa hari ulang tahunnya akan datang, tapi usahanya tidak berhasil.
"Rin, kamu kenapa, sih? Kok tingkahnya aneh?" tanya Aika.
Hana menoleh ke arah Rin, matanya membesar penuh makna. Ia menutupi mulutnya, lalu berbisik, "Pasti ini gara-gara Haruki, ya?"
Rin sontak memerah, ia membuang muka. "Ih, mana ada! Tapi... sedikit, sih," ia mengakui sambil tersenyum malu.
Tawa Hana dan Aika pecah, menggoda Rin yang kini tak bisa lagi menyembunyikan perasaannya.
"Ih, kalian! Males ah, aku duluan!" Rin lari menuju kelas dengan wajah yang memerah, malu dan kesal bercampur aduk.
Melihat Rin yang bertingkah aneh, senyum Hana memudar. Ia menatap Aika dengan pandangan kosong.
"Dasar masa remaja, seru banget, ya... Andai saja ada cowok yang suka sama aku."
Aika menepuk punggung Hana, "Sabar. Pasti ada, kok. Nanti juga kamu ketemu yang pas."
Mereka melanjutkan perjalanan menuju kelas, disusul dengan masuknya guru yang memulai pelajaran.
Hingga bel istirahat berbunyi, waktu yang dinanti-nanti semua siswa. Rin yang biasanya ke kantin bersama Hana dan Aika, kini berjalan ke arah Haruki.
"Haruki, ke kantin bareng, yuk?" ajaknya dengan suara lembut.
Haruki terkejut, namun ia mengangguk. Yui dan Renji, dua teman mereka yang penasaran, mengikuti dari belakang. Mereka bersembunyi di balik tong sampah, mengintip dari jauh.
"Yui, efek juara bisa bikin cowok jadi berwibawa, ya?" bisik Renji, matanya tak lepas dari Haruki.
"Bisa jadi. Tapi kayaknya Rin lagi ngasih kode, deh, ke Haruki," jawab Yui.
Renji menghela napas. "Dasar Haruki, nggak peka banget!"
Sesampainya di kantin, Haruki dan Rin memesan makanan yang sama dan duduk bersebelahan.
"Rin, kalau ada yang mau kamu sampaikan, bilang saja," ucap Haruki, menyadari kegugupan Rin.
"Kamu tahu enggak, besok hari apa?" Rin bertanya, matanya menatap Haruki penuh harap.
Haruki menggaruk kepalanya. "Besok hari ulang tahunmu, kan?"
Rin membelalak, terkejut. "Kok kamu tahu? Apa kamu dengar dari Hana?"
"Bukan. Bulan lalu ibumu memberitahu hari ulang tahunmu," jawab Haruki.
Wajah Rin semakin memerah. "Kalau begitu, kamu mau kasih hadiah apa? Hehe," ia bertanya, nadanya penuh canda, namun matanya memancarkan harapan.
Haruki tersenyum. "Kamu mau minta apa? Kalau tidak terlalu berat, mungkin bisa aku usahakan."
Rin berpikir sejenak, ia menopang dagunya dengan tangan, matanya menatap ke arah lain.
"Kalau begitu... aku mau minta... jalan bareng. Apa kamu tidak keberatan?"
Haruki terkejut, seolah olah tak percaya dengan ucapan yang dilontarkan oleh Rin, namun janji adalah janji.
"Baiklah, kalau itu maumu. Besok pagi kita pergi ke taman kota, gimana? Sekalian refreshing."
"Hore!" seru Rin, matanya berbinar bahagia. "Besok jam delapan, ya!"
Tatapan ceria Rin membuat hati Haruki tersentuh. "Iya," jawabnya lembut, senyumnya tak bisa ia sembunyikan.
Sepulang sekolah, Renji dan Yui menemui Haruki di parkiran. Mereka menatapnya dengan pandangan menggoda.
"Tadi di kantin berdua sama Rin, ngobrolin apa? Bagi ceritanya, dong!" tanya Yui.
Haruki panik. "Eh, bukan apa-apa, kok!"
"Ayolah, bilang saja. Nggak akan disebar, kok!" goda Renji.
Terpojok, Haruki akhirnya menceritakan rencana mereka. "Oh, jadi dia mau dirayakan ulang tahunnya! Kira-kira kasih kado apa ya, Ren?" tanya Yui.
"Nggak tahu, mungkin sesuatu yang simpel," jawab Renji. Ia kemudian bertanya pada Haruki, "Kalau kamu kasih apa?"
Yui menyiku Renji. "Dia kayaknya kasih bunga, kan, Haruki? Hehe."
Haruki sontak memalingkan wajah, menyalakan motornya. "Aku duluan, ya. Dah!"
"Kayaknya kita harus bilang ke Hana," kata Renji. "Dia kan sahabatnya, pasti tahu apa yang Rin suka."
Mereka berdua berjalan mencari Hana dan Aika yang sedang menunggu Rin piket. "Loh, kok kalian belum pulang? Haruki mana?" tanya Hana.
"Dia pulang duluan. Oh iya, kata Haruki besok Rin ulang tahun, kira-kira kasih kado apa, ya?" tanya Yui.
Hana dan Aika akhirnya sadar. "Aduh, kita lupa!" ucap Hana panik. "Mungkin aku kasih buku catatan."
Naomi, teman sekelas Hana, datang bersama Rin sambil membawa buku Hana yang tertinggal. "Hana, ini bukumu! Tadi tertinggal di laci meja."
Wajah Hana langsung memerah. "Naomi... Oh, iya, terima kasih, ya." Aika yang melihat ini, tersenyum kecil. Ia tahu Hana menaruh hati pada Naomi.
"Hai, kalian lagi ngapain?" Rin menghampiri mereka.
"Bukan apa-apa, kok. Yuk, pulang!" Hana mengedipkan mata pada Yui dan Renji, memberi kode agar mereka melanjutkan rencana.
Rin pulang bersama Hana dan Aika, sementara Yui dan Renji pulang berdua. Sampai di rumah, Haruki mencari kotak kado yang sudah ia siapkan jauh-jauh hari. Ia ingin memastikan hadiahnya aman.
"Akhirnya ketemu," bisiknya. "Besok jalan bareng Rin. Kira-kira nanti di sana ngapain aja, ya?"
Haruki membuka internet dan mencari ide kencan. Ia mencatat beberapa ide, seperti makan bersama atau mengunjungi wahana, namun ia mencari yang paling relevan. Ia tidak ingin terlalu berlebihan karena hubungan mereka masih dalam tahap pertemanan.
Tiba-tiba, ada notifikasi pesan dari Yui.
“Oi, besok kamu kasih kado apa buat Rin?”
Haruki membalas, “Ada deh. Oh iya, Hana udah dikasih tahu belum? Kayaknya dia lupa.”
“Udah. Katanya mau kasih buku catatan, balas Yui. Udah, ya, besok kita ke rumah Rin bareng, mungkin sore”.
“Oke, besok aku ke rumahmu. Kita datang bareng-bareng”, balas Haruki.
Mereka pun berencana datang bersama di sore hari. Hana memberitahu Aika dan Naomi. Souta tidak bisa datang karena ada urusan lain. Mereka semua menantikan hari yang spesial untuk Rin.
Sementara itu, Rin mempersiapkan pakaian terbaiknya untuk kencan pertama dengan Haruki. Meskipun ia tahu mereka masih sebatas teman, perasaan spesial yang ia rasakan membuat hatinya berdebar tak sabar menanti hari esok.
(Bersambung…)