Lucianna Forger adalah seorang pelacur di sebuah klub malam. Walaupun hidup sebagai pelacur, Luci tetap memiliki impian untuk mempunyai suami dan anak.
Malam itu ia bertemu dengan Daniel Radcliffe, orang yang dia target menjadi pelanggan selanjutnya. Setelah melalui malam yang panas di rumah Daniel. Ia malah bertemu dengan tiga anak kembar.
Luci baru saja berpikir kalau dia bermalam dengan suami orang lain. Namun nyatanya Daniel adalah seorang duda. Ini memberikan kesempatan Luci untuk mendekati Daniel.
Sulit untuk mendekati Daniel, Luci pun memilih untuk mendekati anak-anaknya terlebih dahulu.
Apakah Daniel bisa menerima Luci dengan latar belakang seorang pelacur?
__________________________________________
Yang penasaran sama ceritanya silahkan baca🙌
[Warning!! konten dewasa]
[Karya ini hanya fantasi authornya, tidak membawa hal apapun yang berkaitan agama dalam novel ini🙌]
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NiSeeRINA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
[PIAIT] Bab 20 : Tetap kalah saing
Saat makanan pedas itu masuk ke dalam mulut mereka, si kembar mulai mengunyah dan menelannya. Rasa pedas tidak langsung terasa di awal, namun saat makanan itu sudah mencapai lambung, sensasi terbakar mulai menyerang.
Devan meremas bibirnya yang mulai terasa terbakar. Rehan mencoba bernapas melalui mulutnya, berharap angin dapat menghilangkan rasa panas di lidahnya. Revan mencengkeram lehernya sendiri yang terasa tercekik oleh rasa pedas yang membara.
"Pedas!!" si kembar mulai berteriak dan menangis, air mata membanjiri pipi mereka. Sopia mulai ketakutan, khawatir terjadi sesuatu pada anak majikannya. Ia mencoba memberikan air kepada anak-anak itu, namun sayang, meski sudah beberapa kali teguk, air itu tidak menghilangkan rasa panas, malah membuat perut mereka kembung.
Air mata mereka tak berhenti mengalir, dan ingus terus mengalir dari hidung mereka. Mata mereka juga terlihat memerah, dan Revan bahkan mencoba menyapu lidahnya dengan jari, berharap rasa pedas itu keluar dari mulutnya.
'Aduh, bagaimana ini?!' batin Sopia dengan panik.
Lucianna datang dari lantai atas dengan tergesa-gesa, setelah mendengar tangisan anak-anak. Ia langsung menghampiri si kembar, dan matanya membelalak melihat kondisi mereka.
Wajah putih mereka memerah, mereka terus menangis dan mencoba menahan mulut mereka agar terbuka karena rasa panas yang membakar bagian dalam mulut mereka. Bibir mereka juga terlihat membengkak.
"Apa yang terjadi pada kalian?!!" tanya Lucianna dengan nada khawatir.
"K-kami makan n-nasi goreng itu, Lu-Luci," jawab Devan dengan sesenggukan. Lucianna menatap ke arah nasi goreng yang ada di meja, amarah mulai berkobar di dalam dirinya.
"Aku sudah bilang padamu untuk tidak memberikannya pada anak-anak!" bentak Lucianna pada Sopia, menatapnya dengan tatapan marah.
"Ma-maaf," jawab Sopia lirih, tertunduk dan mengucek celemek yang ia kenakan dengan jari-jarinya.
Waktu menunjukkan pukul enam, dan para pembantu lain sudah datang. Mereka menghampiri ruang makan setelah mendengar keributan dari sana.
Lucianna pergi ke dapur dan mengambil susu dingin dari kulkas. Ia menuangkan susu itu ke dalam tiga gelas.
"Ayo, minum ini," pinta Lucianna, menyodorkan gelas-gelas susu itu kepada anak-anak.
"Tidak, perut kami sakit," ucap Rehan sambil meremas perutnya.
"Minum sedikit-sedikit saja, biarkan di mulut kalian dulu baru diteguk," bujuk Lucianna. Si kembar yang sudah lelah dengan rasa panas itu akhirnya menuruti Lucianna.
"Kau! Pergi kerjakan pekerjaanmu yang lain!" ucap Lucianna dengan nada tegas. Bukan bermaksud mengusir, tetapi melihat Sopia yang hanya berdiri diam tanpa melakukan apa pun membuatnya muak.
Sopia pergi meninggalkan ruang makan dan bertemu dengan pembantu yang lain.
"Apa yang membuatmu begitu semangat berangkat sepagi ini, Sopia?" tanya Diah dengan nada mengejek, didukung oleh ekspresi wajahnya yang sinis.
"Dia mencoba jadi Luci kedua, hahaha," timpal Irma sambil menggulung tangan dan menggelengkan kepalanya. Tawanya terdengar asam.
"Aku akan mengatakannya sekarang, Sopia. Kau akan tetap kalah saing dengan Luci," Desi mengingatkan, kata-katanya bagaikan ejekan keras yang menghantam Sopia.
Ketiga pembantu senior itu meninggalkan Sopia sendirian. Lala, teman Sopia, hanya bisa menunduk, tidak ingin terlibat dalam masalah Sopia kali ini. Ia pun ikut pergi bersama pembantu senior yang lain.
Sopia menghentakkan kakinya dengan kesal, berharap lantai ini akan segera runtuh menelan kemarahannya. "Si Luci itu! Dia juga licik. Lihat saja, aku tidak akan menyerah! Jika aku berhasil jadi Nyonya rumah, akan kupaksa para wanita tua itu menjilat kakiku!" gerutunya dalam hati, amarah dan dendam membara di dalam dirinya.
Sementara itu, Lucianna masih kalang kabut dengan keadaan si kembar. Ia dengan sigap mengambil es batu dan tiga mangkuk kecil.
"Ini, masukkan ke dalam mulut kalian. Jika ingin meludah, buang ke mangkuk ini," ucap Lucianna lembut sambil memasukkan satu per satu es batu ke dalam mulut si kembar dan memberikan mereka mangkuk kecil.
Lucianna juga dengan telaten mengelap ingus dan keringat yang membasahi tubuh mereka. Ia mengambil kain dan mengisinya dengan es batu untuk mengompres perut si kembar yang terasa panas.
"Sudah lebih baik?" tanya Lucianna dengan nada khawatir yang masih kentara. Ia mengusap air mata yang mengering di pipi si kembar dengan tisu basah. Mereka menjawabnya dengan anggukan lemah.
Daniel selesai bersiap untuk bekerja dengan kemeja abu-abu dan rompi hitam yang membalut tubuhnya. Ia turun ke bawah sambil menenteng jasnya. Ekspresinya terlihat bingung sekaligus khawatir saat melihat anak-anaknya di ruang makan.
"Ada apa ini?" tanya Daniel, menatap si kembar yang tampak seperti habis berkelahi dan terlihat lelah serta lemas.
"Anak-anak makan nasi goreng buatan Sopia. Nasi gorengnya sangat pedas! Aku sudah bilang untuk memberikannya pada pembantu atau satpam, tapi dia tidak mendengarkan!" ucap Lucianna dengan nada kesal.
Daniel melihat nasi goreng yang masih tersaji di meja. Tanpa ragu, ia melahapnya dengan sekali suap. Benar saja, rasanya begitu pedas, membakar lidah dan tenggorokannya. Daniel segera mengambil tisu dan memuntahkannya.
"Apa yang sebenarnya orang itu pikirkan?!" gumam Daniel dengan nada geram.
Lalu, ia mengecek suhu tubuh si kembar yang naik akibat kepedasan. "Lebih baik hari ini kalian tidak sekolah dulu," putusnya.
"Iya, aku takut terjadi sesuatu pada kalian," ucap Lucianna setuju, masih merasa iba dengan anak-anak.
"Tapi, hari ini ada penilaian, Pa. Kami tidak ingin menyusul," ucap Devan dengan suara lemah. Saudaranya yang lain pun ikut mengiyakan, berusaha menunjukkan jika mereka sudah baik-baik saja.
"Iya, kami sudah lebih baik, kok," timpal Revan, mencoba meyakinkan mereka.
"Huh, baiklah. Tapi nanti jika kalian merasa tidak enak badan, kalian harus memberitahu Bu Guru, agar Bu Guru bisa membawa kalian ke ruang kesehatan, mengerti?" pesan Lucianna dengan nada khawatir.
"Kami mengerti, Luci," jawab si kembar serempak.
Daniel menghela napasnya, ia masih merasa khawatir dengan kondisi anak-anaknya. Namun, ia tetap menyetujui keinginan si kembar dengan pasrah.
"Baiklah, ayo kita harus mandi dan bersiap-siap. Kalian sudah sangat berantakan," ajak Lucianna. Lucianna membantu si kembar turun dari kursi mereka.
"Daniel, kau bisa membuat kopi sendiri, kan? Aku akan membantu si kembar bersiap ke sekolah. Ini sudah telat," ucap Lucianna.
Daniel melihat Lucianna pergi bersama si kembar, meninggalkannya di ruang makan. Bagi Daniel, Lucianna tak pernah ingin melewatkan satu kesempatan kecil pun untuk menarik perhatiannya, seperti secangkir kopi. Ia mengingat saat Lucianna meminta si kembar untuk menunggu agar bisa membuatkan Daniel secangkir kopi. Namun, kali ini Daniel melihat Lucianna lebih memprioritaskan si kembar daripada dirinya.
Sesuatu yang aneh kini sedang bergemuruh di dalam perasaannya. "Apa ini termasuk dalam triknya atau tidak?" gumam Daniel dalam hati, mencoba memahami perubahan sikap Lucianna.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
......Bersambung......
padahal dalam hati 🤭