NovelToon NovelToon
Pembalasan Anak Korban Pelakor

Pembalasan Anak Korban Pelakor

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Pelakor / Cerai / Keluarga / Balas dendam pengganti / Balas Dendam
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Tiga Dara

"Aku akan menghancurkan semua yang dia hancurkan hari ini."
Begitulah sumpah yang terucap dari bibir Primordia, yang biasa dipanggil Prima, di depan makam ibunya. Prima siang itu, ditengah hujan lebat menangis bersimpuh di depan gundukan tanah yang masih merah, tempat pembaringan terakhir ibunya, Asri Amarta, yang meninggal terkena serangan jantung. Betapa tidak, rumah tangga yang sudah ia bangun lebih dari 17 tahun harus hancur gara-gara perempuan ambisius, yang tak hanya merebut ayahnya dari tangan ibunya, tetapi juga mengambil seluruh aset yang mereka miliki.
Prima, dengan kebencian yang bergemuruh di dalam dadanya, bertekad menguatkan diri untuk bangkit dan membalaskan dendamnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiga Dara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kesepakatan Seisi Rumah.

Dokter Hadi menempelkan ujung stetoskop di dada Anita yang terbaring lemah di atas kasurnya. Beliau adalah dokter keluarga Anita yang selalu siap kapan pun mendapat panggilan untuk datang ke rumahnya.

"Tarik nafas dalam, hembuskan perlahan. Ulangi lagi nyonya."

Anita mengikuti instruksi dokter Hadi yang sedang memeriksanya.

"Apanya sudah sering mengalami pingsan seperti ini?"

"Tidak dok, Ini baru pertama kalinya saya pingsan."

"Tadi Nyonya bilang semalam nyonya mimisan .Apa Nyonya sering mengalami itu sebelumnya?"

"Iya dok, beberapa hari sebelumnya juga saya pernah mengeluarkan darah dari hidung. Tapi tidak banyak dok."

"Apa Nyonya juga demam atau pusing?"

"Tidak Dok, saya tidak demam. Hanya memang sedikit pusing hari ini. Saya juga heran dok, akhir-akhir ini saya merasa gampang sekali capek dan badan saya lemah. Sebetulnya pagi ini saya mau datang ke rumah sakit dokter tapi saya keburu pingsan duluan di rumah."

"Apa Tuan Pram tahu masalah ini nyonya?"

"Tiak dok, suami saya sedang ada di Swiss. Mungkin masih satu minggu lebih di sana. Jadi saya belum menceritakan apa-apa dengan suami saya. Apakah keadaan saya serius dok?"

"Saya belum bisa menyimpulkan apa-apa nyonya. Yang saya lihat hari ini nyonya hanya kecapean dan kurang istirahat. Tapi saya tetap akan mengambil sampel darah Nyonya untuk saya periksa di lab."

"Baik dok, silahkan."

"Hari ini saya tidak membawa peralatan untuk mengambil darah. Tapi saya sudah perintahkan perawat untuk datang kemari mengambil sampel darah."

"Baik Dok. Terimakasih. Kalau boleh saya minta tolong, tolong dokter jangan ceritakan ini dulu kepada suami saya, sampai saya tahu betul apa yang terjadi dengan saya. Paling tidak sampai hasil darah saya keluar."

Dokter Hadi menghela nafas berat. Ia memang sudah yakin bahwa ada sesuatu yang serius yang sedang dialami oleh Nyonya Anita. Tetapi ia belum bisa menyampaikan apa-apa sampai ia melihat sendiri hasil laboratorium cek darah Anita.

"Baiklah nyonya. Saya akan menuruti permintaan Nyinya. Tapi kalau hasil lab sudah keluar dan memang ada hal yang serius, saya harap Nyonya tidak menutupi ini dari tuan Pram."

Anita mengangguk setuju. Dokter Hadi lantas berpamitan dan hanya meresepkan vitamin saja kepada Anita.

"Itu kok tumben Asih, ada dokter Hadi datang. Memangnya Nyonya sakit ya?"

"Saya ndak tahu bi. Nyonya cuma minta tolong saya untuk menelponkan dokter Hadi, ya saya manut saja."

Asih yang sedang membantu bi Karti masak di dapur, berusaha untuk menghindari kontak mata dengan bi Karti. Ia tak berani menatap mata bi Karti karena ia sadar diri, Asih bukan orang yang pandai berbohong.

"Eh ,Sih. Kamu sadar nggak sih kalau nyonya akhir-akhir ini keliatannya beda?"

"Beda gimana bi?"

"Ya beda aja. Badannya lemes, agak kurusan. Trus pucet."

"Ya karena nyonya Anita itu capek bi, pekerjaannya banyak. Nyonya kan mau meluncurkan kantor desain interior, jadi Nyonya sering begadang."

"Asih, Asih! Sini!"

Pak Yusuf memanggil Asih dari pintu dapur.

"Ada apa Pak Yusuf?"

"Kamu diminta Nyonya beliin vitamin. Ini resepnya yang dikasih sama dokter Hadi, ayo tak anterin."

"vitamin apa obat pak Yusuf?"

Bi Karti yang masih curiga bahwa Anita tidak hanya kecapean berusaha untuk menegaskan apa yang diminta oleh Anita untuk ditebus di apotek.

"vitamin bi, ini lho ada tulisannya. Vi...ta...min..."

Pak Yusuf menggerak-gerakan sebuah kertas kecil berisi resep yang diberikan oleh Pak Hadi untuk ditebus.

"Halah kamu kayak bisa baca tulisan dokter aja pak, pak."

Ketiganya tertawa terkekeh.

"Sudah sana Sih, ditebus vitaminnya biar diantar Pak Yusuf aja biar cepet."

Asih mengangguk. Sia berjalan keluar mengikuti Pak Yusuf yang akan mengantarnya. Sebelum dokter Hadi meninggalkan rumah beliau sempat berpesan kepada Pak Yusuf untuk menjaga Nyonya Anita dengan baik.

"Ada kemungkinan penyakit serius yang diidap oleh Nyonya Anita. Tapi untuk lebih jelasnya, nanti akan ada perawat yang datang untuk mengambil sampel darah. Saya minta tolong sama pak Yusuf untuk menjaga Nyonya Anita baik-baik. Jangan sampai kecapean dan drop lagi itu akan sangat berbahaya untuk Nyonya Anita saat ini."

Pak Yusuf semakin khawatir mendengar pesan dari dokter Hadi yang disampaikan kepadanya. Terlebih lagi saat ini Tuan Pram sedang tidak berada di rumah. Kalau sampai terjadi sesuatu dengan Nyonya Anita, tentu itu akan menjadi tanggung jawabnya sebagai orang kepercayaan tuan Pram.

"Asih dengar. Dokter Hadi tadi pesan sama saya, intinya kita harus jaga Nyonya supaya tidak sampai drop. Dokter Hadi juga curiga ada penyakit serius dengan nyonya. Nanti kalau hasil lab nyonya sudah keluar, kamu harus cari tahu apa isinya. Kalau perlu, fotoin diam-diam. Jangan sampai Nyonya tahu. Terus kamu kasih tau ke saya. takutnya hasilnya serius tapi Nyonya nggak mau cerita sama kita. Kamu ngerti nggak?"

"Duh Pak Yusuf, kok aku malah jadi takut ya, kok ngeri sih."

"Lebih ngeri lagi kalau Nyonya kenapa-kenapa terus kita nggak tahu. Bahaya, nanti Tuan Pram bisa marah besar sama kita. Dikiranya kita nggak bisa jagain nyonya."

"Walah, ada masalah sebesar ini kok kalian malah diem-diam gak mau cerita sama saya toh!"

Mereka berdua terlonjak saat mendengar suara bi Karti yang ternyata diam-diam menguping pembicaraan mereka dari tadi.

"Yang bertanggung jawab di rumah Ini kan saya pak Yusuf. Saya yang paling tua di sini, kok bisa-bisanya ada masalah dengan Nyonya kok kalian malah diem aja ndak mau cerita sama saya!"

Bi Karti kesal dan menghentak-hentakkan kakinya ke lantai begitu tahu bahwa Pak Yusuf dan Asih berencana untuk menyimpan masalah ini.

"Eh, anu bi, anu. Kami itu bukan mau merahasiakan tapi Nyonya sendiri yang minta supaya kami tidak ngomong ke siapa-siapa termasuk ke bi Karti."

Pak Yusuf mencoba untuk menjelaskan bahwa ini memang bukan keinginan dia maupun Asih. Dengan terbata-bata pak Yusuf meminta maaf kepada bi Karti yang sudah terlanjur kesal. Tentu saja pak Yusuf takut bi Karti marah. Kalau bu Karti marah, seisi rumah akan dibuat repot.

"Jangan-jangan Iqbal juga sudah tahu apa yang terjadi?"

Asih dan Pak Yusuf terdiam, mereka hanya menunduk tak berani menjawab.

"Haduh kok keterlaluan sekali sih kalian ini, bisa-bisanya kalian sekongkol."

"Nyonya yang minta bi."

Asih gemetar dan tak berani menatap di Karti yang berkacak pinggang di hadapannya dengan raut wajah yang menakutkan.

"Sekarang kalian harus janji, apapun yang terjadi sama Nyonya kalian harus cerita ke saya. Jangan ada yang ditutup-tutupi. Nyonya itu sudah seperti anak saya sendiri, saya ndak mau terjadi sesuatu dengan Nyonya tapi kok saya nggak ngerti apa-apa. Kalian denger ndak!?"

"Iya Bi."

"Dengar Bi."

"Ya sudah sana pergi ke apotek. Cepetan!"

Pak Yusuf dan Asih berbalik badan lalu berjalan setengah berlari menuju mobil untuk segera pergi ke apotek.

"Nah to, simboknya Iqbal ngamuk."

Ujar pak Yusuf sambil berlari.

***

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!