NovelToon NovelToon
Ikhlasku Mencintaimu

Ikhlasku Mencintaimu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:55.3k
Nilai: 5
Nama Author: fieThaa

Ketika di bangku SMA, Gaffi Anggasta Wiguna dan Bulan Noora selalu berjalan berdampingan layaknya sepasang kekasih yang penuh dengan keserasian. Di balik kedekatan yang mengatasnamakan pertemanan, tersembunyi rasa yang tak pernah terungkapkan. Bukan tak memiliki keberanian, melainkan Bulan Tengah mengejar seseorang. Anggasta memilih jalan sunyi, memendam dan mencoba tetap setia mendampingi sampai kebahagiaan itu benar-benar datang menghampiri perempuan yang sudah membuatnya jatuh hati. Barulah dirinya mundur pelan-pelan sambil mencoba untuk mengikhlaskan seseorang yang tak bisa dia genggam.

Lima tahun berlalu, takdir seakan sengaja mempertemukan mereka kembali. Masihkah cinta itu di hati Anggasta? Atau hanya bayang-bayang yang pernah tinggal dalam diam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

9. Titik Terlelah

Melangkah pergi dari restoran Jepang dan memberikan pesanannya kepada karyawan di sana. Rasa laparnya telah hilang berganti dengan rasa lelah yang semakin menjalar. Seringnya Bulan membuang napas untuk mengatur hati serta emosi. Juga memaksa bibirnya untuk tersenyum walaupun matanya begitu panas.

Bukan ke rumah, melainkan ke sebuah hunian yang sudah berbeda dibandingkan empat tahun yang lalu. Menekan bel yang ada di dekat pintu.

"Bulan!"

Begitu antusias penghuni rumah itu menyambutnya. Serta pelukan hangat selalu diberikan di saat dirinya datang. Sudah dianggap seperti anak sendiri oleh seorang wanita yang begitu baik.

"Selamat ulang tahun, Ibu."

Wanita yang tak lain adalah ibunda Haidar terdiam mendengar ucapan selamat dari bibir calon menantunya. Pasalnya, baru lusa hari berkurang usianya. Wajah yang nampak kebingungan dibalas dengan sebuah senyuman dan paper bag sudah diberikan.

"Sengaja aku ucapin lebih awal takutnya aku sibuk lusa nanti."

Raut kebingungan itupun pudar. Berganti dengan senyuman kebahagiaan. Kembali wanita itu memeluk tubuh Bulan. Dadanya begitu sakit ketika dipeluk oleh wanita yang telah melahirkan lelaki yang dia cintai, tapi tak pernah mencintai dirinya.

"Kenapa ke sini sendirian? Haidar mana?" Biasanya Bulan akan datang ke rumah tersebut bersama sang putra.

"Sepertinya dia ada pertemuan penting, Bu." Ya, pertemuan dengan seorang wanita yang dipanggil dengan panggilan sayang.

Ibunda Haidar hanya mengangguk pelan. Dia tahu bagaimana Haidar jika sudah bekerja. Wanita itu mulai merasa ada yang aneh dari mimik wajah Bulan. Tak seperti biasanya.

"Ada apa, Nak?" Walaupun bukan ibu kandung, instingnya begitu kuat.

Bulan mencoba mengatur napas sebelum berbicara. Menatap ibunda Haidar dengan sangat dalam. Bulan mulai membuka tasnya. Lalu, mengambil benda bulat dan menyerahkannya kepada ibunda Haidar. Wanita itu begitu terkejut.

"A-apa maksudnya?"

"Aku tidak pantas bersanding dengan Mas Haidar, Bu. Dia terlalu baik untuk aku."

Ibunda Haidar menggeleng dengan pelan. Dan Bulan mulai meraih tangan wanita yang sudah menunjukkan wajah yang berbeda. Terdengar suara langkah orang yang sedikit berlari. Dan bentakan pun terdengar sangat jelas.

"Maksudnya apa, Kak?"

Adik Haidar menunjukkan sebuah foto mesra di mana Bulan berpelukan mesra dengan seorang lelaki. Bukan hanya itu, ada juga foto di mana dia tertidur di dalam pelukan lelaki yang sama.

"Kakak khianatin Mas Haidar?" Suara Hera sudah sedikit meninggi.

"Maaf."

Satu kata balasan yang lemah dengan kepala yang menunduk dalam seperti menjawab sergahan yang terlontar. Ibunda Haidar mulai melepaskan tangan Bulan yang tengah menggenggam tangannya.

"Aku bukan perempuan baik, Bu. Dan aku tidak pantas bersanding dengan Mas Haidar."

"WANITA MURAH SEPERTI KAMU EMANG ENGGAK PANTAS UNTUK KAKAK AKU! LEBIH BAIK KAMU PERGI DAN JANGAN PERNAH TEMUI KAKAK AKU LAGI!"

Hera mulai menarik tangan Bulan agar keluar dari rumahnya. Sebelum pergi Bulan tersenyum ke arah ibunda Haidar.

"Terimakasih atas kasih sayangnya, Bu. Maafkan aku."

Air mata Bulan pun menetes setelah berkata seperti itu. Juga ibunda Haidar yang sudah menahan tangis. Sedangkan Hera sudah menarik kasar tangan perempuan yang mencintai kakaknya. Mendorongnya dengan kuat ketika pintu sudah dia buka.

"Jangan injakan kaki kamu ke rumah ini lagi!"

Bulan tersenyum mendengarnya. Menatap wajah Hera sebentar. Lalu, meninggalkan rumah yang pernah memberikan kehangatan untuknya. Tak ada niatan untuk memesan ojek online atau menggunakan kendaraan umum. Ingin menikmati kesakitan dengan menyusuri jalan diiringi gerimis yang berubah menjadi hujan.

Tak dia pedulikan tubuh yang sudah basah. Tak dia pedulikan tubuhnya yang sudah sangat kedinginan. Kakinya terus melangkah walaupun banyak orang yang berteriak agar dirinya berteduh sejenak. Tetesan air hujan mewakili air matanya yang sudah surut.

"Bulan!"

Sang mama begitu terkejut ketika melihat putrinya sudah begitu pucat dengan tubuh yang begitu basah.

Tak banyak bertanya, wanita itu segera mengambil handuk untuk Bulan gunakan. Tak dipedulikan lantai yang basah karena tetesan air dari tubuh sang putri.

"Mandi pakai air hangat. Mama bikinin susu hangat dan makanan yang berkuah, ya."

Tubuhnya sudah tak mampu merasakan apapun. Kini, berdiri di bawah shower yang menyala. Kembali air mengguyur tubuhnya. Usiran dari adik Haidar tak membuatnya sakit hati. Begitu juga dengan ucapan kasar yang keluar karena inilah skenario yang Bulan ciptakan.

Setengah jam berlalu, barulah Bulan keluar dari kamar mandi. Bibirnya sudah bergetar dan membiru. Untung saja sang mama masuk ke kamar tepat waktu.

"Bulan!"

Susu hangat segera diberikan kepada sang putri tercinta. Wajah cemas begitu kentara.

"Habiskan, Sayang."

Bulan mengikuti apa yang diperintahkan oleh sang mama. Selama ini dia menjelma menjadi anak yang begitu patuh. Apalagi setelah sang ayah tiada. Tujuan hidupnya adalah membahagiakan orang tua satu-satunya..

Dipandangnya wajah Bulan yang masih pucat. Digenggamnya tangan Bulan hingga tatapan Bulan kini tertuju padanya.

"Apa yang sebenarnya sudah terjadi?"

Tetiba mata Bulan memerah dan air mata pun meleleh begitu saja. Sang mama begitu terkejut. Apalagi Bulan kini sudah bersimpuh di depan sang mama yang terduduk di pinggiran tempat tidurnya.

"Maafkan Bulan, Ma." Suara itu sangat bergetar.

"Ijinkan Bulan untuk menyerah."

Wanita itu menyuruhnya untuk menegakkan kepala. Hati ibu mana yang tak sakit melihat anak yang dilahirkan menangis sedih seperti ini. Dihapusnya air mata yang sudah membasahi wajah. Perlahan Bulan mengangkat jari jemari bagian kiri. Menunjukkan jika sudah tak ada lagi cincin emas putih yang melingkar di jari manisnya.

"Nak--"

"Ijinkan Bulan melepasnya, Ma. Tak selamanya menunggu itu berakhir indah. Sekarang, Bulan menemukan titik terlelah." Setiap kata yang terucap begitu sakit dan mampu dirasakan oleh sang ibu tercinta.

"Papa bukan orang yang pamrih. Papa membantu Mas Haidar pasti ikhlas. Keluarga Mas Haidar tidak perlu lagi merasa berhutang Budi pada Papa dan menyuruh Bulan untuk tetap bersabar. Cinta sendiri itu sangat melelahkan, Ma."

Sang mama berhambur memeluk Bulan. Tangis Bulan pun semakin pecah. Akumulasi dari segala lelah, sakit, sedih baru mampu dia tumpahkan.

"Bulan enggak mau terus memaksakan. Kasihan ke Mas Haidarnya juga, Ma."

Pelukan dari wanita yang melahirkannya terurai. Kembali air mata yang sudah membasahi pipi diseka. Sorot mata sang putri tercinta sama sekali tak berdusta.

"Mama akan mendukung setiap keputusan kamu, Nak." Lengkungan senyum pun terangkat.

"Makasih, Ma. Dan maaf belum bisa buat Mama bahagia."

Sang mama menggeleng dengan cepat, "Kebahagiaan Mama adalah melihat kamu bahagia." Kembali air matanya menetes. Malam ini Bulan seperti tengah menguras air matanya.

Pagi harinya, wanita yang sudah duduk di ruang maka menunjukkan sesuatu kepada Bulan. Foto yang mampu membuat Hera marah. Dan mamanya tahu siapa lelaki bersama Bulan.

"Hanya dengan cara itu Bulan bisa terlepas, Ma."

"Tapi, kamu akan dibenci, Nak. Apalagi kamu sudah dianggap seperti anaknya."

"Enggak apa-apa, Ma," jawabnya dengan seulas senyum dengan mata yang masih begitu sembab.

"Biarkan Ibu dan Hera membenci Bulan, tapi Mama jangan pernah membenci Mas Haidar, ya. Dari awal perasaan Bulan yang salah. Dan harusnya Bulan sadar diri untuk tidak terlalu memaksa. Pada akhirnya, Bulan sendiri yang terluka."

...*** BERSAMBUNG ***...

Mana nih komennya?? Pada pelit banget sih

1
Rahmawati
skrg udah yakin kan? jenooo pinter bgt mancing🤣
Bunda'nya Alfaro Dan Alfira
nah kan kan selir nya jadi mewek loh.
Saadah Rangkuti
aaaaaahhhhh...jadi baper aku thor 🥰🥰🥰🥰
suryani duriah
hadeeh jadi meleyot🤭kalian tuh ya manis bgt😊lanjuuut💪
Amidah Anhar
Masih aja Sik Haidar gangguin Alma, awas ya Thor jangan belok belok 🤣🤣🤣
Sri Lestari
Bang Jeno mah ada aja proyeknya untuk nyatuin duo bucin yang gengsi ,,, semangat selir
Lusi Hariyani
alma cm membentengi diri agar g terluka lg
N I A 🌺🌻🌹
cus lah langsung ijab aja biar haidar sama bulan shak shek shok😂😂😂😂😂
Lusia
hayo lo, gara gara istri tua, si selir nangis dehh... pokoknya istri tua harus tanggu jawab... 🤣🤣🤣🤣🤣
Nurminah
ah akhirnya
mewek
Salim S
kondangan lagi ini mah...makasih istri tua udah membuka mata dan hati alma atas ketulusan gagas...
Ida Lestari
ah.....akhirnya Uda Sling sayang.....momen2 bucin bentar lgi brmunculan nie hehehehehee
lnjut trus Thor
semangat
Tanti Retno Wati
lanjut
Irma Minul
cpet2 kondangan ni🤭🤭🤭🤭
Kasih Sklhqu
yuuuhhh akhirnya si angsa dan Alma saking cinta 😍😍😍
Wiwin Winarsih
gagas adalah obat segala penyakit km alma....
Wiwin Winarsih
istri tua ngadi" minta cium 🤣🤣🤣
Wiwin Winarsih
apa yg gagas ga tau tentang km alma.. semua'y tau yaaa
Wiwin Winarsih
haidar, bulan kalian kepooo kaaaan
Riris
baru sayang alma
apalagi cinta....alma
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!