NovelToon NovelToon
Air Mata Istri Yang Diabaikan

Air Mata Istri Yang Diabaikan

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Selingkuh / Penyesalan Suami / Tukar Pasangan
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: fadelisa dedeh setyowati

Ratna yang tidak bisa hamil menjebak suaminya sendiri untuk tidur dengan seorang wanita yang tak lain adalah adik tirinya.

ia ingin balas dendam dengan adik tirinya yang telah merenggut kebahagiaannya.

akankah Ratna berhasil? atau malah dia yang semakin terpuruk?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fadelisa dedeh setyowati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Air Mata Istri Yang Diabaikan 9

“Halo, Ratna ... bisakah kita bertemu?” ucap Andini di seberang telpon

“Oh hai Andini, aku ingin ... tapi aku sedang sibuk menyiapkan pesta ulang tahun pernikahanku,” jawab Ratna dengan suara sedikit sumbang karena perhatiannya terbagi.

Ada jeda sesaat sebelum Andini menjawab pernyataan Ratna, “Ohh ... jadi kamu sibuk yaa, baiklah gapapa. Maaf mengganggumu,”

“Tidak ko, hanya waktunya kurang pas ya.” Imbuh Ratna

“Silahkan lanjutkan, kalau begitu aku tutup telponnya ya,” Andini berniat menutup saat Ratna mengatakan untuk tidak lupa bahwa ia harus datang besok ke acara ulang tahun pernikahan Ratna dan Bagas.

Andini hanya mengangguk tanpa menjawab dan mematikan telponnya.

Hatinya gamang.

Sepanjang perjalanan pulang pikirannya bercabang. Haruskah ia menemui Ratna sekarang dan mengatakan semua?

Tapi untuk apa ia melakukannya? Menghapus perasaan bersalah? Atau mencari pembenaran?

Lalu, jika ia sanggup mengatakannya akankah semua menjadi lebih baik? Tidak, apakah ia sanggup mengakui semua? Mengatakan telah tidur dengan suami orang atau ... diam memendam semuanya sendirian.

Andini merasa tubuhnya membungkuk menahan beban yang dipikulnya sendirian. Bayangan Bagas yang memaksanya tutup mulut dan kemurnian hati Ratna yang membuatnya tak tega menghasilkan perasaan sesak dalam dadanya.

Kenapa ia harus berada di posisi yang begitu rumit.

Malam ini Andini duduk di tepi ranjangnya, lampu kamar sengaja ia matikan. Ia memejamkan mata tapi yang muncul adalah potongan ingatan pagi itu.

Terbangun bersama pria yang tak dikenalnya. Pagi itu untuk pertama kali ia terbangun dengan keheningan yang menyakitkan.

Malam ini Andini harus memutuskan, pesta besok bisa menjadi kesempatannya bicara atau menjadi awal dari bencana.

...

Paginya Andini terbangun dengan mata sedikit bengkak karena kurang tidur. Semalaman ia memikirkan keputusan apa yang harus ia buat. Apakah diam membisu atau angkat bicara.

Ia berangkat kerja dengan bimbang, malam nanti adalah pesta ulang tahun pernikahan Ratna dan Bagas, tapi ia belum menyiapkan apapun.

Tapi bagaimana bisa ia menyiapkan gaun untuk dirinya dan kado untuk ulang tahun jika hatinya diliputi kecemasan seperti sekarang?

“Kalau aku jujur, Ratna pasti terluka ... tapi kalau aku diam, selamanya Ratna akan hidup dalam kebohongan dan kepalsuan.” Bisik Andini lirih.

Ia membayangkan jika ia yang berada di posisi Ratna. Apa yang akan dia lakukan? Andini tidak berani.

Tiba-tiba ponselnya berdering, mengagetkannya dari lamunannya. Ia melirik siapa yang menelponnya.

Ratna!

Andini menatap lama. Getaran handphonenya seirama dengan tangannya yang entah kenapa ikut bergetar.

Jari-jarinya gemetar hendak menyentuh tombol hijau. Tapi sekian lama sampai ponselnya berhenti berdering tangannya tak kunjung menerima panggilan itu.

Ia membiarkannya berhenti dan sunyi kembali menguasai ruangan.

Andini berdiri, melangkah mondar-mandir di lantai ruang kerjanya. Setiap langkahnya terasa berat, seakan bumi menahan keputusan yang harus diambilnya.

Awalnya ia ingin menelepon balik Ratna tapi kemudian nama Bagas muncul di layar, Andini mengusap layar hijau, “Ya halo.”

“Jangan lupa perjanjian kita,” ucap Bagas di seberang

Andini tidak menjawab ia langsung mematikan telpon begitu saja.

Ia lelah. Hatinya lelah. Pikirannya lelah.

Andini menutup wajahnya dengan kedua tangan, dalam hatinya pertanyaan yang sama berulang-ulang menggema. “Haruskah aku katakan sekarang atau ... biarkan semua tetap tersembunyi?”

...

Ballroom hotel malam itu berkilau dengan cahaya lampu kristal dan chandelier besar yang menggantung megah di langit-langit. Tirai panjang berwarna putih dan emas menjuntai di dinding. Menciptakan nuansa anggun dan mewah sekaligus.

Karpet merah terbentang dari pintu masuk hingga ke pelaminan kecil di depan ruangan dan di atas pelaminan, Ratna dan Bagas duduk berdampingan di kursi berhias ukiran emas, keduanya terlihat sangat serasi. Bak raja dan ratu di malam spesial mereka ini.

Ratna mengenakan bodycon long dress berwarna ungu teratai. Sederhana tapi menampilkan siluet tubuhnya yang anggun dan berisi di tempat yang seharusnya. Pun kulitnya terlihat sempurna tanpa cela dengan warna itu. Sedang Bagas tampil tak kalah tampannya dengan balutan jas biru donker dan dasi.

Meja tamu ditata melingkar dengan taplak satin putih, dihiasi centerpiece bunga mawar putih dan lily segar yang dipadukan dengan kilauan lilin kristal. Gelas wine yang berkilat rapi di setiap meja, sementara para pelayan berseragam hitam putih lalu lalang – menyajikan hidangan pembuka dengan penuh ketelitian.

Di sudut ballroom, sebuah band live memainkan musik jazz ringan. Alunan saksofon berpadu dengan piano menghadirkan suasana elegan yang membuat para tamu larut dalam suasana yang terasa hangat tapi juga lembut.

Para tamu undangan hadir dengan busana terbaik mereka. Gaun panjang berkilauan dan jas formal. Tawa, percakapan, dan suara gelas bersulang memenuhi udara. Menambah suasana akrab di antara para tamu yang berbincang.

Layar di belakang panggung menampilkan kisah kasih Ratna dan Bagas. Perjalanan cinta mereka mulai dari pacaran, pernikahan, liburan hingga aktivitas sehari-hari membuat hadirin terdiam sesaat seolah ikut larut dalam kisah mereka berdua. Tak lupa tepuk tangan yang meriah  juga turut mewarnai.

Puncak acara datang ketika kue ulang tahun bertingkat lima dengan dekorasi bunga fondant putih keemasan didorong masuk. Musik berubah lebih megah dan tamu undangan serentak menyanyikan ucapan selamat ulang tahun pernikahan. Bagas dan Ratna meniup lilin bersama, lalu berpelukan dan berciuman – disambut sorak sorai hangat dari seluruh ruangan.

Malam itu pesta tidak hanya tampak megah tapi juga menyimpan kehangatan seolah cinta keduanya menjadi pusat cahaya di antara gemerlap ballroom yang mewah.

Bagas mengambil mic dan mulai berbicara, “Aku tahu perjalanan kita nggak selalu mulus dek, ada banyak perdebatan, ada air mata juga. Tapi setiap kali aku lihat kamu disisiku ... aku sadar semua itu layak kita jalani sama-sama.”

Ratna menggenggam tangan Bagas lebih erat, senyumnya lembut namun matanya berkaca-kaca, “Aku juga merasa begitu sayang, aku mungkin bukan istri yang sempurna. Tapi aku bersyukur Tuhan pilihkan kamu sebagai suamiku. Aku harap kita bisa seperti ini sampai kita menua bersama.”

Bagas mengecup pipi istrinya, “Aku janji dek, selama aku masih bisa bernapas kamu gak akan sendirian. Aku akan kasih yang terbaik untukmu.”

Mereka berpelukan. Di balik cahaya gemerlap ballroom, cinta mereka terasa jauh lebih berkilau daripada lampu kristal yang menggantung.

Ruangan seketika terasa kian hangat, tawa pelan, tepukan kecil dan pandangan kagum dari para tamu yang membuat momen itu semakin berarti. Yang paling berkesan bukanlah kue lima tingkat ataupun chandelier kristal tapi cinta Bagas dan Ratna yang tampak jelas, sederhana tapi begitu tulus.

Di tengah gemerlap pesta, pintu ballroom kembali terbuka. Andini melangkah masuk dengan gaun biru gelap sederhana, tidak semewah tamu-tamu lainnya, namun cukup anggun. Senyum kecil ia paksakan, meski hatinya masih penuh pergulatan.

Matanya langsung tertuju pada Ratna dan Bagas yang berdiri di sisi ballroom. Dari jauh, ia bisa melihat kehangatan yang terpancar dari pasangan itu—senyum tulus, genggaman tangan yang erat, tatapan penuh cinta.

Andini berhenti sejenak. Dadanya terasa sesak. "Bagaimana aku bisa merusak kebahagiaan ini?”

Seorang pelayan menyapanya ramah, menawarkan segelas minuman. Andini menerimanya hanya untuk mengalihkan kegugupan. Matanya tetap tak bisa lepas dari Ratna.

Di meja tamu, beberapa orang mulai memperhatikan kedatangannya. Ada yang tersenyum dan mengangguk kecil. Namun Andini merasa langkahnya berat, seolah setiap mata yang menatap menghakimi rahasia yang ia simpan.

Ratna akhirnya melihat Andini. Wajahnya langsung berbinar, ia melambaikan tangan dengan riang, “Andin! Kamu datang juga!”

Ratna memeluk Andini dan membawanya ke Tengah, Bagas yang melihatnya langsung merasakan ketidaknyamanan.

Andini hanya mampu membalas senyum tipis, sementara di dalam hatinya gejolak semakin kuat.

‘Apa malam ini… aku harus mengatakannya? Atau biarkan ia tetap tersenyum tanpa tahu kebenarannya?

Lampu ballroom berkilau indah, musik lembut terus mengalun, dan semua orang larut dalam kebahagiaan. Tapi di dalam hati Andini, sebuah badai kecil semakin mengamuk, menunggu saatnya pecah.

Setelah beberapa saat bercampur dengan tamu lain, Andini mencoba mencari celah untuk bisa berbicara dengan Ratna. Ia sudah memantapkan hati, meski terasa berat. Namun sebelum sempat mendekat, Bagas menepuk pelan lengannya.

Bagas dengan senyum samar, tapi mata tajam mengamit Andini, “Andin, sebentar ya. Bisa ikut aku ke samping? Ada hal yang mau aku bicarakan.”

Andini terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan. Mereka berjalan melewati kerumunan, menuju sisi ballroom yang lebih sepi, dekat pilar besar berhias bunga. Dari sana, musik pesta terdengar samar, cahaya lampu sedikit redup, dan tamu-tamu tak begitu memperhatikan.

Begitu sampai, Bagas berhenti dan berbalik, ekspresinya berubah serius. Senyum ramah yang ia tunjukkan di depan orang lain lenyap, berganti tatapan tajam yang menusuk.

Bagas dengan suara rendah, tapi  tegas, “Aku tahu kenapa kamu datang ke sini, Andin. Kamu pasti mikir mau bicara sama Ratna, kan?”

Andini menelan ludah, hatinya berdegup kencang, “Bagas, Ratna berhak tahu—”

Bagas langsung memotong, nadanya dingin, “Tidak. Ratna tidak perlu tahu apa pun. Malam ini adalah malam bahagianya, dan aku tidak akan membiarkan kamu merusaknya.”

Andini terdiam, tangannya gemetar memegang gelas. Bagas mendekat sedikit, suaranya makin rendah, nyaris seperti bisikan ancaman.

Bagas melanjutkan, “Jangan buka mulut. Satu kata saja keluar, dan aku pastikan kamu akan menyesal. Paham?”

Tatapan Andini bergetar, campuran marah dan takut. Di balik kaca mata Ratna yang penuh kebahagiaan, tersimpan sosok Bagas yang berbeda—dingin, mengancam, sekaligus menakutkan.

Andini menunduk, menahan air mata. Andini berbisik lirih, “Kamu jahat, Gas ….”

Bagas tidak menjawab. Ia hanya kembali mengenakan senyum palsu, lalu menepuk bahu Andini seolah-olah percakapan tadi hanyalah obrolan ringan.

Belum sempat Bagas melangkah, ia mendengar beberapa tamu yang berteriak menunjuk layar yang menggantung. Beberapa tamu menyebut nama Bagas dengan penuh amarah. Bagas segera menyusul ke ruang Tengah diikuti oleh Andini.

Di ruang Tengah layar di belakang panggung yang seharusnya menampilkan potongan perjalanan cinta Bagas dan Ratna malah menampilkan Bagas yang Tengah tertidur dengan Wanita lain.

Wanita yang dikenal Bagas dan Ratna.

Andini.

Ya, layar menampilkan Bagas yang Tengah tertidur dengan Andini.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!