Setelah enam tahun menjalani hubungan jarak jauh, Raka dan Viola kembali dipertemukan. Namun cinta tak selalu berjalan mulus, mereka harus menghadapi tantangan dan rintangan yang menguji kekuatan cinta mereka.
Apakah cinta mereka akan tetap kuat dan bertahan, ataukah jarak akan kembali memisahkan mereka selamanya?
"Nggak ada yang berubah. Love only for you, Viola. Hanya kamu..." ~Raka.
🍁🍁🍁
Novel ini merupakan Sequel dari novel yang berjudul 'Sumpah, I Love You'. Selamat menyimak dan jangan lupa tinggalkan jejak. 😇😇😇
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fajar Riyanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9 : LOFY
Ini adalah hari ketiga Viola berada di London, dan besok dia harus sudah kembali ke Jakarta. Ada pekerjaan yang menuntutnya untuk cepat pulang, apalagi Dian sudah menelfonnya kemarin, mengatakan kalau bos mereka marah-marah dan meminta Viola untuk segera kembali bekerja.
Selesai menyisir rambutnya, Viola bergegas bangun dari depan meja rias, melangkahkan kakinya ke arah ranjang dimana ada kopernya yang masih terbuka diatas sana.
Sebuah kotak kecil yang dibungkus dengan kertas kado berwarna biru muda dia ambil dari dalam koper. Itu adalah hadiah ulang tahun yang belum sempat dia berikan.
Pandangannya kini beralih pada cincin perak yang tersemat di jari manisnya, cincin pemberian dari Raka saat ulang tahunnya yang kedelapan belas tahun dulu. Bahkan saat itu dia sampai menghindari Raka seharian karena usianya yang bertambah satu tahun, dia merasa malu dan insecure karena usianya jauh lebih tua dari Raka.
Ketika dia sedang asyik melamun, pintu kamar diketuk dari luar. Dengan masih memegang bungkusan kado ditangannya, Viola membuka pintu. Sebuah senyuman hangat terlihat dari wajah rupawan ketika dia membuka pintu itu setengahnya, Raka sudah berdiri di hadapannya sekarang.
Raka menatap bungkusan kado yang dipegang oleh Viola. "Apa itu?"
"Heeeh..." Viola terkesiap, menatap bungkusan yang sedang dia pegang. "Ini kado, buat kamu." jawabnya mengulurkan kado tersebut.
"Makasih." Raka menerima kado itu dari tangan Viola. "Boleh aku buka sekarang?"
Viola mengangguk. Sebenarnya ulang tahun Raka adalah sebulan yang lalu, itulah sebabnya Viola sengaja menyusulnya ke London hanya untuk memberikan hadiah itu.
Sebuah jam tangan dengan strap kulit berwarna cokelat tua terpampang begitu kotak itu dibuka. Raka tersenyum dan mengeluarkan jam tangan tersebut dari tempatnya.
"Aku memberikan jam tangan itu supaya kamu tahu, jika waktu yang kita habiskan bersama sangat berharga bagiku." matanya mulai berkaca-kaca. "Aku akan selalu ada disana Raka, menunggu kamu pulang."
Matanya ikut mengembun, Raka meletakkan jam tangan itu di atas rak, meraih lengan Viola dan menarik tubuh gadis itu kedalam pelukannya, mendekapnya erat. "Aku nggak akan ngebiarin kamu menunggu lebih lama lagi. Aku pasti pulang Vio, untuk kamu."
Untuk beberapa saat mereka masih berpelukan, sampai hati mereka terasa sedikit lebih tenang. Saling melepaskan pelukan, saling menatap dalam diam.
"Untuk keberangkatan kamu besok sudah aku siapkan semuanya." diusapnya air mata yang menetes di wajah kekasihnya. "Kamu masih mau nunggu aku sekali lagi kan?"
Viola mengangguk pelan, "Always Raka... Aku selalu ada disana."
-
-
-
Tangan mereka saling menggenggam erat saat sedang duduk di ruang tunggu bandara. Viola duduk dengan menyenderkan kepalanya pada bahu Raka. Tidak ada obrolan selain pikiran yang sedang berkecamuk. Untuk kesekian kalinya mereka akan dipisahkan oleh jarak dan waktu.
Sekarang Raka tahu bagaimana rasanya mengantarkan kepergian orang terkasih. Mungkin seperti ini yang dirasakan oleh Viola selama enam tahun ini. Itulah sebabnya selama dua tahun terakhir dia sengaja memilih untuk tidak pulang. Selain tidak tega melihat wajah Viola yang murung setiap ikut mengantar ke bandara, dia juga harus merancang masa depan demi kelanjutan hubungan mereka berdua.
"Raka." panggil Viola, membuka obrolan.
"Hemmm," jawabnya singkat, menoleh sedikit.
"Jadi, siapa yang sudah jatuh cinta duluan?"
Diam. Semakin dia eratkan genggamannya pada tangan gadisnya, "Sepertinya kamu, Vio."
"Heeh..." Viola mengangkat kepalanya, bibirnya sedikit menganga. "Kok aku sih? Kamu bilang kamu lihat aku duluan sebelum tragedi kecelakaan yang menimpa kamu dan pak Rahmat waktu itu."
Raka mengangguk. "Iya memang. Tapi kan aku bilang lihat, bukan bilang cinta."
Melihat ekspresi Viola yang mulai nampak bingung dan sedikit kesal, Raka malah semakin ingin menggodanya. "Aku ingat, dulu kamu pernah masuk ke kelas aku saat jam pelajaran sekolah dengan membawa bunga. Bunga itu sebenarnya buat aku kan?"
"Ishh..." Viola mendesis, menarik tangannya dari genggaman Raka.
Raka kembali melanjutkan, "Terus pas dilapangan sekolah. Jika aku nggak nebak duluan, kamu mau bilang i love you sama aku kan?"
"Raka!" Viola memukulkan tangannya pada lengan Raka, rautnya berubah kesal. "Nyebelin banget sih!"
Raka tertawa puas, sengaja memang dia berkata seperti itu untuk mengalihkan perasaan Viola, supaya gadis itu tidak terlalu sedih dengan perpisahan mereka ini.
"Becanda, Cantik. Serius amat sih..." tawanya terhenti, rautnya mulai berubah serius. "Oke, sebagai permintaan maaf, aku punya sesuatu buat kamu."
Namun, Viola sudah terlanjur kesal. Dia melipatkan kedua tangannya di perut, menyenderkan tubuhnya pada kursi dan mengarahkan pandangannya ke arah lain. Hingga, ketika Raka mengeluarkan sesuatu dari dalam saku jaketnya, menunjukkannya tepat di depan wajahnya. Sebuah kalung berliontinkan hati. Viola tertegun melihatnya.
"Ini hadiah buat kamu." Raka menurunkan kalung itu, membuka pengaitnya. "Mau aku pakaikan?"
Viola pasrah, mengangguk pelan, kesalnya perlahan mereda. Dia memutar tubuhnya kesamping, duduk memunggungi Raka, hingga dia merasakan tangan Raka menyentuh kulit lehernya, memasangkan kalung itu disana.
Tangannya menyentuh liontin berbentuk hati yang kini terpasang di lehernya, tersenyum penuh haru. Viola memutar tubuhnya kembali, menatap Raka sebentar lalu memeluknya.
Raka membalas pelukan itu, mengusap-usap punggung Viola lembut. "Jangan nangis ya?"
Viola menggeleng-geleng cepat, merasakan sesak yang sudah sampai di ujung, air mata terbendung yang siap tumpah. Saat pengumuman keberangkatan ke Jakarta terdengar, mereka saling melepaskan pelukan.
"Aku antar," Raka mengusap air mata diwajah Viola, menggenggam tangannya dan membawanya berdiri.
Mereka melangkahkan dalam diam. Ini bukan pertama kalinya mereka harus berpisah di bandara, tapi rasa sedih dan takut kehilangan tetap menghantui. Sekali lagi mereka saling berpelukan sebelum Viola melangkah ke dalam, menuju gerbang keberangkatan.
Raka menyeka air mata di ujung matanya yang belum sempat menetes begitu sosok Viola sudah tidak ada lagi disana. Rasa sepi mulai menghinggapi.
"Tunggu aku, Vio. Aku akan kembali, secepatnya."
...-------...
Langit sudah nampak gelap ketika Viola sudah tiba di Jakarta, dia menyetop taksi yang lewat di sekitar bandara. Taksi itu melaju membawanya untuk pulang sampai kerumah.
Matanya mengedar keluar jendela taksi, menyenderkan tubuhnya pada kursi dengan kepala sedikit menengadah ke atas. Merasakan hatinya kembali kosong. "Nggak terasa waktu cepet banget berlalu. Sekarang aku udah sampai di Jakarta dan jauh dari Raka lagi."
Malam itu jalanan cukup padat, hingga Viola harus berlama-lama didalam taksi. Hampir satu jam lebih perjalanan, taksi yang dia naiki akhirnya berhasil menerobos kemacetan dan membawanya sampai ke arah rumah.
Namun, ketika taksi itu sudah semakin dekat, Viola dibuat panik saat melihat dari kejauhan beberapa orang berbondong menuju ke arah rumahnya. Yang lebih membuatnya terkejut, saat dia melihat ada beberapa orang berseragam polisi juga. Suara sirine mobil polisi terdengar semakin memekak telinga ketika dia turun dari dalam taksi.
"Ada apa ini? Kenapa ada polisi di rumahku?"
...♥️♥️♥️...
.covernya kelar juga akhirnya👏👏
aaah bapak nya Raka pasti ini...
pengen sleding si papa 😠😠😠😠😠
so sweet 😍😍😍😍
sosor terus Raka, tunjukan klo di hati kamu hanya Viola satu satu nya...
kalian udah sama sama dewasa bukan anak SMA lagi yang marahan atau ada masalah malah lari...
hadapi bersama sama... apalagi masalah si Arman itu,selagi Raka gak berpindah hati pasti kamu tetap satu satu nya Vio