NovelToon NovelToon
AKU BUKAN WANITA SHALIHAH

AKU BUKAN WANITA SHALIHAH

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Spiritual / Pernikahan Kilat / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Penyesalan Suami
Popularitas:7.2k
Nilai: 5
Nama Author: ZIZIPEDI

Azam tak pernah menyangka, pernikahan yang ia jalani demi amanah ayahnya akan membawanya pada luka paling dalam. Nayla Azahra—wanita cantik dengan masa lalu kelam—berusaha menjadi istri yang baik, meski hatinya diliputi ketakutan dan penyesalan. Azam mencoba menerima segalanya, hingga satu kebenaran terungkap: Nayla bukan lagi wanita suci.
Rasa hormat dan cinta yang sempat tumbuh berubah menjadi dingin dan hampa. Sementara Nayla, yang tak sanggup menahan tatapan jijik suaminya, memilih pergi. Bukan untuk lari dari kenyataan, melainkan untuk menjemput hidayah di pondok pesantren.

Ini adalah kisah tentang luka, dan pencarian makna taubat. Tentang wanita yang tak lagi ingin dikenal dari masa lalunya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZIZIPEDI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Luka yang Tak Pernah Ia Siapkan

Azam duduk mematung. Tak ada suara, hanya detak jarum jam di dinding yang seolah memekakkan ruang itu. Pandangannya kosong, namun pikirannya gaduh. Kata-kata Nayla menggaung berkali-kali di telinganya, seperti tak mau reda.

“Aku pernah membunuh... darah dagingku sendiri.”

“Bukan sekali, Mas Azam. Tapi dua kali.”

Azam memejamkan mata. Berat. Sesak. Tidak ada satu pun bab kehidupan yang pernah menyiapkannya untuk ini.

Ia mengingat harapan yang dulu ia jaga erat—mengenai seorang istri yang lembut, terjaga, penuh rasa malu, dan tumbuh dalam cahaya iman. Ia mengingat semua doa yang ia panjatkan sejak remaja: memohon agar Allah mempertemukannya dengan perempuan yang suci lahir dan batin.

Dan kini... harapan itu serasa runtuh. Luruh di depan kenyataan yang tak pernah ia bayangkan. Nayla... perempuan yang pernah ia tolak dengan dingin karena luka kecil, kini memberinya pengakuan yang lebih dalam, lebih tajam, lebih menusuk.

Azam berdiri perlahan, menatap jendela yang mengembun. Di luar sana, lampu-lampu jalan redup, berpendar dalam kesepian yang serupa dengan dadanya.

Ia menghela napas panjang.

“Ya Allah... mengapa Engkau mempertemukanku dengan wanita yang justru Engkau uji begitu berat?”

Hatinya berdesir. Bukan karena jijik. Tapi karena takut. Takut tidak mampu menjadi lelaki yang lapang. Takut menghakimi masa lalu seseorang yang kini sedang bertaruh segalanya demi taubatnya.

Dan di sela keraguannya, suara lain datang: suara hening yang muncul dari dasar hatinya.

“Bukankah kamu sendiri pernah berdosa, Azam? Bukan pada tindakan, tapi pada kesombongan. Pada harapan bahwa istrimu harus sempurna sejak awal. Bukankah itu bentuk ketidakikhlasanmu dalam menerima takdir?”

Azam memejamkan mata lagi, menahan perih yang entah dari mana datangnya.

Nayla masih duduk di hadapannya, diam. Tidak meminta maaf, tidak membela diri. Hanya menunggu—karena ia tahu, pengampunan bukan haknya untuk minta, tapi hak Azam untuk beri atau tidak.

Setelah beberapa saat yang terasa seperti selamanya, Azam duduk kembali. Kali ini, dengan tubuh yang lebih tenang, namun wajah yang tetap sulit ditebak.

“Kenapa kamu cerita semua ini sekarang?” tanyanya pelan.

Nayla menatapnya. “Karena aku tak mau menyesatkanmu dengan versi palsu dari diriku. Kalau kau tetap memilihku setelah tahu semua ini, maka aku tahu... itu karena cinta dan keimanan. Tapi kalau tidak, aku tak akan mengutukmu. Aku hanya akan kembali pada Allah, dan mencintaimu dalam diam.”

Azam menatap mata Nayla dalam-dalam. Jiwanya berkecamuk. Tapi di balik itu, sesuatu mulai tumbuh. Sebuah perasaan asing. Bukan kasih sayang, bukan iba, bukan juga nafsu. Tapi rasa hormat.

Rasa hormat kepada seorang wanita yang sudah sampai di titik terdalam kegelapannya, tapi memilih bangkit dan mengulurkan tangannya sendiri, tak meminta ditarik—hanya menawarkan diri untuk berjalan bersama jika sanggup.

Setelah pengakuan malam itu, Azam tak langsung memberi keputusan. Ia memilih diam. Bukan karena tak peduli, tapi karena terlalu peduli hingga takut berkata salah.

Sejak malam itu, ia menjaga jarak.

Tak lagi menyapa seperti sebelumnya. Tak lagi menoleh meski Nayla ada di sekitarnya. Bahkan, untuk sekadar membalas senyuman pun Azam enggan. Tapi Nayla tak marah. Ia mengerti. Ia tahu, hatinya bukan hanya terluka oleh masa lalu—tapi juga sedang diuji oleh Allah untuk memilih jalan yang penuh tanggung jawab.

Dan Nayla memilih untuk tidak memaksa.

Ia tetap menjalani hari-harinya sebagai mahasiswi yang serius. Tak pernah datang terlambat, tak pernah melewatkan salat, bahkan semakin sering datang ke masjid kampus. Ia memilih menunduk, menjaga diri, dan menjaga hati. Karena Nayla paham, cinta yang benar tak akan datang dengan mengemis.

Sementara itu, Azam gelisah.

Di balik kesibukannya sebagai dosen, pikirannya tak pernah benar-benar tenang. Hatinya bimbang. Antara menerima Nayla seutuhnya dengan segala luka masa lalu, atau pergi dan melanjutkan hidup tanpa beban yang berat.

Akhirnya, pada suatu malam, ia pulang ke rumah sang orang tuanya di Surabaya. Azam Duduk bersila di ruang keluarga yang hangat, dengan secangkir teh jahe yang belum tersentuh, Azam menatap ayahnya yang sedang membaca Alquran.

"Abi," katanya pelan.

Sang Abi mengangkat wajahnya. "Hm?"

"Aku ingin bertanya tentang sesuatu... tentang wanita, tentang masa lalu, dan tentang keputusan."

Abi menutup mushafnya perlahan. "Tentang Nayla?"

Azam mengangguk. "Aku tahu semua... tentang masa lalunya. Semua yang paling kelam sekalipun. Tapi... hatiku bimbang. Aku tidak ingin menghakiminya, Abi. Tapi aku takut kalau keputusanku hanya karena kasihan, bukan cinta yang benar. Aku ingin... keputusan ini benar di hadapan Allah, bukan hanya karena emosi."

Sang Abi menatap Azam dalam diam, lalu tersenyum kecil.

"Azam, kamu selalu ingin istri yang sempurna. Tapi mungkin kamu lupa, bahwa Rasulullah pun menikahi wanita-wanita dengan masa lalu yang berat. Termasuk seorang budak, seorang janda, bahkan yang sebelumnya jauh dari Islam. Namun Rasul tetap menjadi pelindung dan pemimpin bagi mereka. Karena beliau mencintai bukan karena masa lalu, tapi karena keimanan dan keinginan mereka untuk berubah."

Azam terdiam.

"Kalau Nayla sudah memilih jalan taubat, dan kamu masih ragu, tanyakan pada dirimu: apa yang sebenarnya kau cari? Seorang istri yang membuatmu bangga di mata manusia, atau seorang teman yang menuntunmu ke surga, meski dulu berasal dari neraka dunia?"

Air mata menitik diam-diam di sudut mata Azam. Bukan tangis kesedihan, tapi rasa malu. Ia terlalu sibuk membangun citra pasangan idaman, hingga lupa bahwa Allah sering kali menyembunyikan cahaya di balik wajah-wajah yang pernah gelap.

"Terima kasih, Abi..." gumamnya lirih.

Dan di seberang kota, Nayla kembali menulis jurnal malamnya. Sebuah pengakuan sunyi:

“Aku tak akan menagih cinta yang tidak ditakdirkan. Tapi jika Allah mengembalikannya, aku akan menyambut dengan jiwa yang lebih tenang. Bukan sebagai wanita sempurna, tapi sebagai wanita yang sadar pernah berdosa, dan terus ingin bertumbuh dalam taat.”

Doa di Sepertiga Malam.

Hujan turun perlahan malam itu. Mengetuk genting kamar asrama dengan irama yang seakan tahu isi hati Nayla. Sunyi. Hanya sesekali suara isakan yang tertahan terdengar dari sajadah usang di pojok ruangan.

Nayla bersimpuh. Tubuhnya menggigil, entah karena dingin atau karena hati yang teramat lelah menahan luka. Matanya sembab. Tangannya menengadah, gemetar.

Air mata jatuh tak terbendung lagi.

"Ya Allah..." bisiknya pelan, begitu lirih, nyaris tak terdengar.

"Jika cinta yang pernah Kau hadirkan untukku kini menjauh karena dosa-dosaku... aku ridha, ya Rabb. Aku ikhlas..."

Ia menunduk, air matanya membasahi sajadah.

"Aku tahu aku bukan wanita yang pantas dimuliakan. Aku bukan wanita salehah. Aku adalah perempuan yang pernah menodai karunia-Mu, yang pernah menistakan anugerah terbesar-Mu: kehormatan sebagai perempuan..."

Tubuhnya bergetar hebat. Namun ia terus melanjutkan doanya, menyusun kata dengan tangis yang terus mengalir.

"Aku pernah menjadi hamba-Mu yang sangat jauh... terlalu jauh... hingga aku tak tahu arah kiblat, tak tahu mana halal mana haram. Aku tenggelam dalam gelap yang kutimbun sendiri, hingga aku lupa caranya kembali..."

Ia menarik napas panjang, menatap langit-langit kamar yang gelap.

"Dan ketika Kau kirimkan Azam ke hidupku, aku merasa Kau masih mengasihiku. Tapi aku tahu... cinta sebaik itu terlalu mulia untuk perempuan sehancur aku..."

"Ya Allah... jika aku tidak ditakdirkan untuk dicintai di dunia ini, maka ajari lah aku mencintai-Mu dengan sepenuh hati. Jangan biarkan aku bergantung pada cinta manusia lagi..."

"Aku tak ingin meminta Azam kembali jika hatinya bukan untukku. Aku hanya ingin satu hal..."

Tangisnya pecah lagi.

"Ya Rabb, bimbing aku menjadi perempuan yang Kau cintai... meski semua orang menolakku. Ajarkan aku untuk cukup dengan kasih-Mu saja..."

"Dan... jika boleh aku meminta..." suaranya mengecil.

"Jangan cabut rasa ini dari hatiku, ya Allah... biarkan aku mencintainya dalam diam... dalam doaku... dalam sepertiga malamku... karena aku tak tahu, bagaimana caranya mencintai selain dengan cara-Mu..."

Sujudnya lama. Dalam. Hening.

Dan malam itu, langit seakan mendekapnya. Sebab untuk pertama kalinya, Nayla tak lagi meminta dicintai oleh Azam... melainkan cukup ingin dicintai oleh Tuhan yang Maha Menerima Taubat.

1
Julicsjuni Juni
buat Nayla hamil thorr...buat teman hidupnya.. kasian dia
aku juga 15th blm mendapatkan keturunan
Julicsjuni Juni
hati ku,ikhlas ku belum bisa seperti Nayla... astaghfirullah
Iis Megawati
maaf mungkin ada cerita yg kelewat,merekakan dah berpisah berbulan" ga ada nafkah lahir batin dong,dan bukankah itu sudah trmasuk talak 1,yg dmn mereka hrs rujuk/ nikah ulang maaf klo salah/Pray/
Zizi Pedi: Tidak, secara otomatis tidak terhitung cerai dalam hukum Islam hanya karena suami tidak memberikan nafkah lahir dan batin, karena istri yg pergi dari rumah. Perkawinan tetap berlaku hingga ada putusan cerai dari Pengadilan Agama atau jika suami secara sah menceraikan istrinya. Namun, suami yang melalaikan kewajibannya seperti tidak memberikan nafkah lahir dan batin adalah perbuatan yang berdosa dan dapat menjadi alasan bagi istri untuk mengajukan gugatan cerai. Tetapi dalam kasus Azam dan Nayla berbeda, mereka saling mencintai dan tak ada niat untuk bercerai jadi mereka masih sah sebagai suami istri. Dan talak itu yg punya laki2. untuk pertanyaan kk tentang talak 1. Mereka bahkan tidak terhitung talak kk, karena Azan g pernah mengucapkan kata talak. dan untuk rujuk talak 1 Setelah jatuh talak satu, suami dan istri masih bisa rujuk kembali tanpa harus akad ulang selama istri masih dalam masa iddah. Talak satu disebut talak raj'i, yang berarti suami masih berhak merujuk istrinya selama masa iddah. Jika masa iddah telah habis, maka untuk kembali bersama, mereka harus melakukan akad nikah ulang. TAPI SEBAGAI CATATAN (Azam tidak pernah mengucap talak untuk Nayla, jadi mereka masih sah suami istri meski tanpa menikah ulang.)
total 1 replies
R I R I F A
good... semangat up date ny
Zizi Pedi: terima kasih Kk
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!