Bukan bacaan untuk bocil.
Setiap manusia terlahir sebagai pemeran utama dalam hidupnya.
Namun tidak dengan seorang gadis cantik bernama Vania Sarasvati. Sejak kecil ia selalu hidup dalam bayang-bayang sang kakak.
"Lihat kakakmu, dia bisa kuliah di universitas ternama dan mendapatkan beasiswa. kau harus bisa seperti dia!"
"Contoh kakakmu, dia memiliki suami tampan, kaya dan berasal keluarga ternama. kau tidak boleh kalah darinya!"
Vania terbiasa menirukan apa yang sang kakak lakukan. Hingga dalam urusan asmarapun Vania jatuh cinta pada mantan kekasih kakaknya sendiri.
Akankah Vania menemukan jati diri dalam hidupnya? Atau ia akan menjadi bayangan sang kakak selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alisha Chanel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
"2 Milyar...?" Vania mengulang ucapan sang mama sembari membayangkan seberapa banyak uang 2 Milyar itu.
"Uang 2 Milyar itu sebanyak apa mah?" Tanya Vania dengan ekspresi wajah yang nampak berpikir keras.
"Mana mama tahu Vania!" Balas Sarah sembari menggedikan bahu. Pasalnya Lisa memberikan uang tersebut pada Sarah dalam bentuk uang digital.
"Aku mana punya uang sebanyak itu mah. Seandainya apartemen ini dijual saja, harganya tidak akan semahal itu." Lirih Vania dengan wajah sendunya.
"Haissshh kau ini! Kau bilang akan mengembalikan semua uang tante Lisa." Kesal Sarah sembari menjewer telinga Vania lagi.
"Aw, sakit mah." Vania meringis kesakitan.
"Lalu bagaimana nasib mama sekarang? Mama tidak mau berakhir di balik jeruji besi Vania!" Pekik Sarah seraya membayangkan dirinya sedang menggunakan seragam orange seperti narapidana yang sering ia lihat di acara berita yang tayang di televisi.
"Tidaaaakkk!!!" Teriak Sarah histeris. Membayangkannya saja sudah membuat bulu kuduk Sarah merinding. Sarah tak bisa membayangkan jika semua itu benar-benar terjadi kepadanya.
"Mama tenang dulu ya, kita cari dulu solusinya sama-sama." Vania mencoba menenangkan sang mama.
"Bagaimana kalau kita jual saja restoran sea food milik mama." Usul Vania dengan senyuman yang mengembang di wajah cantiknya. Namun sepersekian detik kemudian senyum itu berubah jadi rintih kesakitan.
"Enak saja! Restoran itu adalah hadiah dari kakakmu Vania! Mama tidak mungkin menjualnya. Lagipula dari sanalah sumber penghasilan keluarga kita setelah ayahmu tidak bisa bekerja lagi." Teriak Sarah sembari menjewer telinga Vania yang menjadi favoritnya sekarang.
"Aw sakit mah..." Vania mengusap telinganya yang terlihat memerah akibat ulah sang mama.
"Mama juga sih! Masa uang 2 Milyar bisa habis dalam waktu 1 bulan? Memangnya mama kemanakan uang sebanyak itu?" Vania menatap tajam sang mama dengan wajah kesalnya.
"Tentu saja semua uang itu sudah mama gunakan untuk biaya sewa gedung, catering dan membeli gaun serta pakaian adat yang akan kau kenakan untuk acara lamaran besok Vania! Dan Asal kau tahu saja ya, mama memesan pakaian untukmu dari seorang designer ternama dengan harga ratusan juta dan bayar di muka!" Beritahu Sarah dengan wajah yang tak kalah kesal dari sang putri.
"Sedangkan sisanya..." Sarah berhenti sejenak sembari menelan Salivanya dalam-dalam.
"Mama gunakan untuk biaya pembangunan cabang restoran sea food milik mama di kawasan BSD." Lanjut Sarah dengan nada bicara yang lebih pelan.
"Astaga mama...!" Vania hanya bisa menghela napas beratnya saja.
Setelah itu hening, kedua wanita berbeda generasi itu tampak tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing.
***
***
"Kau itu selalu saja merepotkan mama! Sangat berbeda dengan kakakmu!" Umpat Sarah pada sang putri yang kini sedang mengemudikan mobilnya menuju rumah sang kakak.
Mereka tidak punya pilihan lain selain meminta bantuan pada Khanza dan Albian yang pastinya bisa dengan mudah membantu mereka.
"Lihat kakakmu, hidupnya sangat bahagia sekarang. Punya suami kaya, tampan dan sangat mencintai dia." Ucap Sarah lagi, sedangkan Vania hanya bisa menghela napas beratnya.
Walaupun Vania sudah terbiasa dibandingkan-bandingkan dengan sang kakak, tapi rasanya tetap terasa sesak setiap kali mendengar sang mama mengucapkannya.
Sepanjang perjalanan menuju rumah sang kakak dan kakak iparnya, Vania harus merelakan telinga dan hatinya mendengar ocehan sang mama yang seakan tiada habisnya.
"Hey, kau itu dengar tidak dengan apa yang mama katakan?!" Kesal Sarah karna sedari tadi Vania hanya diam.
"Dengar mah." Jawab Vania.
"Memangnya apa yang mama katakan tadi hah?" Tanya Sarah pula.
"Em, apa ya?" Vania menggaruk kepalanya yang tidak gatal, karna sejujurnya Vania tidak begitu mendengarkan ucapan sang mama yang sudah pasti hanya akan membuatnya sakit hati.
"Aishhh kau ini!" Sarah hendak menjewer telinga Vania lagi, namun urung karna kini mereka sudah sampai tujuan.
"Kau yang harus mengatakan maksud dan tujuan kedatangan kita ke sini pada kakakmu!' Titah Sarah saat mereka sudah ada di halaman rumah mewah milik Albian dan Khanza yang tak ubahnya seperti sebuah istana.
"Iya mah." Pasrah Vania karna ia memang sudah tidak punya pilihan lain.
Kedatangan Sarah dan Vania di sambut ramah oleh beberapa pelayan yang memang sudah mengenal kedua wanita itu dengan sangat baik.
"Anda mau minum apa nyonya?" Tanya pelayan itu pada Sarah dan Vania yang kini sudah duduk di Sofa ruang tamu.
"Teh manis hangat." Ucap Sarah.
"Tidak usah." Ucap Vania.
"Tidak usah mbak, karna kami sedang buru-buru." Ucap Vania dengan ramah pada pelayan itu.
Sarah yang sebenarnya merasa sangat haus, terpaksa menuruti perkataan Vania karna tujuannya datang ke rumah ini bukanlah untuk sekedar meminta minum.
"Kau! cepat panggil putri dan menantuku kemari! Katakan ada hal penting yang ingin kami bicarakan!" Titah Sarah pada seorang pelayan yang berdiri tidak jauh darinya.
"Maaf nyonya, tapi saya tidak berani mengganggu tuan Albian dan nyonya Khanza di jam seperti ini." Ucap pelayan itu sembari menundukan kepalanya.
Semua pelayan di rumah mewah itu tidak ada yang berani mengganggu tuan Albian atau nyonya Khanza di jam-jam seperti ini. Bahkan ketika si kembar membuat ulah pun, sebisa mungkin mereka akan menanganinya sendiri. Jika sudah diluar kemampuan mereka, barulah mereka memberanikan diri meminta bantuan pada nyonya Khanza dengan resiko mereka akan mendapatkan kemarahan dan hukuman berupa potong gaji dari tuan Albian.
"Berani kau membantah perintahku hah!" Hardik Sarah dengan matanya yang membelalak tajam seperti hendak melompat keluar.
"T-tidak berani nyonya." Pelayan itu lari terbirit-birit menuju lantai lima dimana kamar tuan Albian dan nyonya Khanza berada. Saking takutnya pada Sarah, pelayan itu sampai berlari ke lantai lima dengan menggunakan tangga, padahal ada lift di rumah mewah itu.
Huhf...
Sedangkan pelayan lain yang juga ada di ruangan itu hanya bisa menghembuskan napas lega, karna bukan mereka yang disuruh oleh nyonya Sarah untuk memanggil tuan dan nyonya mereka.
Bersambung.
gitu amat sikapnya 😡😡
Gak sabar nunggu moment itu terkuak 👍🤗