Queen memilih memendam perasaannya pada Safir, karena tidak ingin merusak hubungan persahabatan mereka berdua. Queen pikir, selama ini Safir juga memiliki perasaan yang sama seperti dirinya. Perasaan itu semakin bersemi di hati Queen karena sikap Safir yang begitu perhatian terhadap dirinya. Meskipun perhatian tersebut tidak terang-terangan di tunjukkan oleh safir karena sikapnya yang pendiam dan juga dingin. Namun, siapa yang bisa menduga jika setelah mereka lulus kuliah, Safir datang ke rumah untuk melamar. Bukan Queen yang di lamar oleh Safir, tapi Divya. Bagaimana kisah selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nia masykur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 9 Rencana Pernikahan
Setelah dikejutkan dengan hubungan lama Safir dan Divya. Kini semua orang dikejutkan dengan pengakuan Safir dan Divya yang telah mempersiapkan segalanya. Nampaknya Keduanya sangat yakin bahwa hubungan mereka memang akan direstui oleh kedua keluarga dan mereka segera melangsungkan akad nikah.
"Safir, Divya. Jadi kapan kalian siap menikah?" tanya Hendri. Dia menatap lekat kedua anaknya dan calon menantunya.
"Secepatnya, Om."
"Secepatnya, Pa."
Sangat lugas dan percaya diri. Keduanya menjawab secara bersamaan tanpa terdengar keraguan sedikit pun.
"Semua persiapan pernikahan sudah kami siapkan. Tinggal hari penentuan karena harus mendapat restu dari dua keluarga dulu," tutur Divya membuat semua orang semakin terkejut.
"Jadi kalian sudah menyiapkan semuanya?" tanya Zantisya yang lagi-lagi kaget dengan kelakuan anaknya.
“Iya Bun. Maaf kalau kita tidak berdiskusi dulu dan ini membuat semua orang terkejut. Karena Safir dan Divya memang tidak ingin menyusahkan semuanya,” jelas Safir.
"Mama, Papa."
"Tidak apa-apa. Kalian sudah dewasa dan kalian juga berhak membuat dan merencanakan apapun yang kalian inginkan untuk kebahagiaan kalian sendiri," meski hati Reina kembali terguncang. Namun, Reina kembali memahami dua orang yang telah saling jatuh cinta.
'Jahat,' gumam Queen.
Queen bisa mengerti jika Safir tidak peka terhadapnya. Queen bisa mengerti jika memang Divya adalah pilihan hati Safir. Mau tidak mau, Queen akan ikhlas karena wanita yang Safir cintai adalah Divya. Tapi sekarang Queen benar-benar kecewa pada Safir. Apa arti persahabatan mereka? Apa arti kerja sama yang mereka lakukan selama ini. Kalau ternyata, soal sebesar ini, Queen sama sekali tidak mengerti.
Jika ini bukan acara keluarga, Queen akan memilih untuk segera pergi. Sejak tadi, yang bisa dilakukan Queen hanyalah menunduk dan bermain dengan tangannya sendiri.
"Jadi kapan kalian siap menikah?" tanya Arjuno.
"Satu bulan lagi," jawab Safir dan Divya dengan sangat yakin.
Semua orang hanya bisa bernapas pasrah dan memahami kehendak keduanya.
"Jadi, apa yang belum kalian persiapkan? Agar kami sekeluarga bisa cepat memenuhi kekurangannya?" tanya Hendri, selaku pemilik acara utama pernikahan nanti.
“Hanya tinggal gedung pernikahan dan juga berkas pernikahan yang belum kami lakukan Om,” kata Safir.
"Oke. Semuanya akan segera kami selesaikan dan sekarang kita harus menentukan tanggal pernikahan."
Setelah semuanya dibahas.Tanggal pernikahan pun telah diputuskan, kini semua orang dipersilakan pergi ke ruang tengah untuk menikmati hidangan utama yang telah disiapkan. Semuanya mengobrol sambil menikmati menu yang terlihat begitu lezat.
Meski seluruh keluarga terkejut dengan keputusan tersebut, tampaknya kini semua orang sudah paham sepenuhnya.Terlihat jelas dari wajah-wajah bahagia yang terpancar di wajah seluruh keluarga yang sedang berkumpul. Tanpa ada satupun yang mengerti jika ada hati yang terluka dan menangis sejak tadi.
Untuk menunjukkan bahwa dia baik-baik saja, Queen bahkan ikut makan walau terasa hambar di mulutnya, karena Queen pun malas tersenyum dan menanggapi pertanyaan yang diberikan padanya. Hingga saatnya, Queen dan Safir mengambil makanan pada waktu yang bersamaan. Membuat mereka yang sebenarnya duduk saling berhadapan dan berseberangan menjadi lebih dekat. Pada saat yang sama, mereka berdua saling memandang.
“Itu Pedas,” kata Safir seperti biasa saat mereka makan bersama. Karena sekarang Queen mau mengambil ayam suir cabe hijau. Jika Safir telah berbicara seperti itu, berarti Queen dilarang untuk memakan makanan tersebut. Karena Safir tahu, Queen bisa sakit perut jika memaksakan diri untuk makan makanan pedas. "Ku bilang ini pedas, Queen. Kamu bisa sakit perut. Besok kita ada janji ketemu klien," kata Safir sambil mengambil mangkok dengan paksa.
“Resek banget sih,” ucap Queen. Dia menatap Safir dengan marah.
"Kenapa kalian?" Zantisya dan Reina mengajukan pertanyaan secara bersamaan. Membuat keduanya menoleh, melihat kedua wanita yang sejak tadi duduk bersebelahan.
"Tidak apa-apa, Ma, Bunda," ucap Queen. Dia memilih untuk mengambil ayam mentega, agar mulutnya memiliki sesuatu untuk dilakukan dan tidak ada yang mengajaknya berbicara.
Reina memperhatikan Safir meletakkan mangkuk di tempatnya. Setelah itu Safir pun mengambil ayam mentega yang telah diambil Queen tadi. Reina jadi mengerti mengapa Safir dan Queen bertengkar.
"Safir."
"Ya, Tante."
"Apakah kamu tahu makanan apa yang tidak disukai Divya? Atau makanan apa yang di sukai Divya?" tanya Reina penasaran. Jika memang hubungan Divya dan Safir terjalin sejak lama, bukankah seharusnya keduanya saling memahami.
Pertanyaan Reina membuat semua orang menatap Safir dan Divya yang duduk berdampingan. Kecuali Queen yang sibuk dengan makanan yang ia kunyah. Karena sejak tadi Queen memang tidak perduli dan tidak mau mendengar apa yang sedang di bicarakan semua orang. Ia cukup memikirkan dirinya sendiri agar bisa bertahan mengikuti acara malam ini, sampai nanti para tamu meninggalkan rumah ini.
"Divya tahu makanan kesukaan dan yang tidak di sukai Safir?" tanya Reina penasaran. Ia jadi jengkel sendiri karena Safir tidak langsung menjawab.
"Safir menyukai segala jenis makanan baik yang pedas, maupun yang tidak. Benarkan?" tanya Divya pada Safir.
"Kamu tahu?" wajar jika Safir bertanya demikian. Karena keduanya juga jarang bertemu dan berhubungan setiap hari melalui ponsel saja.
"Aku tahu karena kamu selalu membuat Queen kesal. Queen kalau lagi marah sama kamu tentang pekerjaan, pasti mengatakan banyak hal. Bahkan hal yang tidak pentingpun Queen ucapkan."
"Kenapa jadi membicarakan Queen?" tanyanya karena bingung. Ia menatap Divya dan menunggu jawaban.
"Safir tidak bisa menjawab pertanyaan tadi?" tuntut Reina.
Queen yang merasa di abaikan memilih mengambil buah jeruk. Makanan selanjutnya yang akan membuat mulutnya bekerja lagi.
"Setahu Safir, Divya tidak pemilih dalam jenis makanan. Benarkan?" setelah menjawab pertanyaan Reina, kini Safir menatap Divya.
"Divya memang tidak pemilih dalam jenis makanan. Tapi Divya paling suka dengan makanan seafood. Apalagi jika di panggang. Mama kira kalian sudah saling mengerti hal kebiasaan masing-masing. Karena kalian menyembunyikan hubungan kalian selama ini," ucapan Reina justru membuat Safir dan Divya seperti di remehkan.
"Ma. Bukankah setelah menikah nanti barulah kita memahami sifat asli pasangan kita, karena sudah hidup bersama. Divya rasa hal seperti ini bukanlah masalah besar."
"Memang bukan masalah besar. Tapi aneh saja, hal yang sederhana saja kalian tidak saling mengerti. Padahal kalian berhasil membuat kejutan seperti ini."
"Queen jangan makan terus. Perutmu bisa sakit," ucap Adam.
"Awww ..." ucapan Adam justru di manfaatkan oleh Queen. Kini ia meringis dan menekan perutnya.
"Baru juga di bilang," ucap Adam karena merasa bibirnya belum sempat tertutup setelah mengingatkan Queen.
"Perut Queen sakit. Maaf, Queen ke kamar lebih dulu," ucapnya dan langsung beranjak.
Queen segera lari menaiki anak tangga. Begitu memasuki kamar dan mengunci kamarnya tersebut, air mata Queen langsung luruh. Ia meraih ponselnya dan langsung menuju kamar mandi.
"Hai Queen. Bagaimana acara malam ini?" tanya Vian saat baru saja menerima panggilan video call dari adiknya. "Queen," Vian bingung kenapa air muka Queen sudah siap menangis.
"Kakak, Queen ingin pergi sekarang Kak. Tolong jemput Queen ya Kak," pintanya sambil menangis.
"Ada apa Queen. Cerita sama Kakak."
Seumur hidup Vian, baru kali ini ia melihat Queen menangis sampai seperti ini. Adiknya yang sangat ceria dan selalu menceritakan banyak hal padanya. Padahal sejak tadi, Vian sudah menunggu telfon dari Queen. Ia ingin tahu siapa yang akan menjadi suami Divya. Ia ingin tahu bagaimana kebahagiaan keluarganya saat ini. Tapi apa yang di dapat Vian sekarang.
"Queen."
"Sakit Kakak. Sakit sekali rasanya," ucapnya sambil memukuli dadanya. Queen berharap dirinya bisa bernafas dengan baik, karena sejak tadi ia sudah menahan nyeri dada yang menyesakkan raga.
demo rumah emak guys