Ketika takdir merenggut cintanya, Kania kembali diuji dengan kenyataa kalau dia harus menikah dengan pria yang tidak dikenal. Mampukah Kania menjalani pernikahan dengan Suami Pengganti, di mana dia hanya dijadikan sebagai penyelamat nama baik keluarga suaminya.
Kebahagiaan yang dia harapkan akan diraih seiring waktu, ternoda dengan kenyataan dan masa lalu orangtuanya serta keluarga Hadi Putra.
===
Kunjungi IG author : dtyas_dtyas
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sangkar Emas
Kania dan Elvan sudah berada dalam mobil menuju kediaman orangtua Elvan. Selama perjalanan, Kania hanya menatap keluar jendela. Hidupnya sudah tidak sebebas sebelumnya, saat ini dia sudah menjadi menantu keluarga Hadi Putra.
Lagi-lagi Kania tercengang, rumah yang mereka tuju mungkin bisa disebut dengan mansion. Wajar saja kalau pria di sebelah Kania menghina sampai sedemikian rupa.
Mobil sudah berhenti, Kania akan membuka pintu tapi sudah dilakukan oleh pengawal atau pekerja yang ada di sana. Entahlah, Kania melihat terlalu banyak pekerja. tadi di dalam mobil, dikemudikan oleh bodyguard Elvan dan satu orang lainnya. Di sini malah lebih banyak lagi.
Mungkin beginilah pekerjaan Abang, batin Kania.
Elvan sudah berjalan cepat dan meninggalkan Kania yang bingung harus ke mana.
“Mari Nona, saya antar.”
“Seharusnya kalian tetap di hotel.”
Kania menghentikan langkahnya, suara Yuda ayah mertuanya sangat jelas.
“Untuk apa aku di sana, kami bukan menikah karena cinta lalu bergembira dengan status ini,” sahut Elvan.
“Nak, jangan begitu. Mami yakin nanti kalian bisa saling menyayangi.”
Kania bingung antara akan bergabung di ruangan tersebut atau tidak, yang sedang dibicarakan adalah dia dan Elvan.
“Tidak, di sini hanya ada Alexa Mih,” ujar Elvan.
“Terserah kalian, Mami pusing.”
Tidak lama kemudian hening dan Kania masih berdiri tidak jauh dari pintu.
“Kania, sayang. Kamu sudah di sini?” tanya Nela.
“Iya tante.”
“Eh jangan panggil tante dong, Mami,” titahnya.
Kania hanya tersenyum, bagaimana mungkin dia akan mengikuti Elvan memanggil Mami. Dia tidak berharap banyak atau terlihat diantara anggota keluarga itu. Hanya menunggu setahun, seperti yang disampaikan Elvan.
“Ayo,” ajak Nela menarik tangan Kania. “Kita ngopi-ngopi cantik.”
Nela mengajak Kania ke gazebo tidak jauh dari kolam renang lalu meminta pelayan membuat cappucino iced untuk Kania dan Espresso untuk dirinya.
“Kania kamu tidak usah sungkan ya, kamu sudah menjadi bagian dari keluarga ini. Jadi berhak menikmati statusmu dan bebas berkeliaran di sini.”
Nela dan Kania larut dalam obrolan mereka, walaupun lebih banyak Nela yang bicara. Kania hanya tertawa atau menjawab seperlunya saja.
“Ternyata kalian disini?” tanya Yuda. “Ayo, sayang. Nanti kita telat,” ajak Yuda.
“Ah, Kania kamu boleh ke kamar. Cek saja di walk in closet apa kebutuhan kamu yang belum ada.” Wanita itu lagi-lagi memerintah sambil tersenyum.
Kania memandang Ayah dan Ibu mertuanya yang terlihat serasi dan saling mencintai.
Abang, denganmu aku pasti bahagia. walaupun kita hanya tinggal di rumah yang sangat sederhana. Bukan di sini, aku seperti terpenjara, batin Kania.
“Nona, saya Lim. Anggota keluarga di rumah ini memanggil saya Pak Lim. Nona pun boleh memanggil saya begitu. Mari saya antar ke kamar!”
Pak Lim menjelaskan ruangan-ruangan yang mereka lewati, Kania mencoba mengingat. Bisa dibayangkan kalau dia lupa denah rumah itu, masa harus tersesat ketika berada di dalam rumah.
“Ini kamar Nona dan Tuan Elvan.”
“Saya satu kamar dengan tuan Elvan?”
“Tentu saja, kalian sudah menikah.”
Kania pun membuka pintu dan tidak menyangka kamar tersebut cukup luas. Setelah memastikan pintu tertutup Kania akan duduk di sofa tapi ada Elvan di sana sedang menghubungi seseorang. Melihat kehadiran Kania, pria itu berdiri masih dengan tangan menahan ponsel yang menempel di telinga.
“Kamu tenang saja, ini tidak akan lama. Kita pasti akan bisa bersama lagi,” ujar Elvan yang berada di balkon.
“Iya sayang, aku tidak akan menyentuhnya. Lagi pula melihatnya tidak ada minat sama sekali.”
Kania mengernyitkan dahinya mendengar pembicaraan Elvan. Pria itu sudah mengakhiri pembicaraannya dan duduk di salah satu sofa.
“Dengar ya, kita suami istri tapi urus saja kehidupan masing-masing. Artinya kamu tidak perlu ikut campur kehidupanku, begitupun sebaliknya. Kamu bebas melakukan apa saja selama tidak menghina keluarga ini dan mencoreng nama baik sebagai suamimu.” Penuturan Elvan benar-benar menghina status dan hubungan pernikahan di antara mereka.
“Kita tetap satu kamar, tapi jangan harap aku akan menyentuhmu.” Elvan melirik Kania lalu tersenyum sinis. “Pakaian dan kebutuhanmu lainnya ada di sana.” Elvan menunjuk pintu yang ada di dalam kamar tersebut.
“Jangan asal membuat status atau pernyataan di media sosial. Saat ini kamu pasti dalam pencarian para pencari berita. Mami sudah menyiapkan kamu untuk belajar bahasa asing, kepribadian dan kelas lainnya. Sebaiknya kamu ikuti, bisa bermanfaat ketika kita berpisah nanti.”
Elvan beranjak dari sofa dan berhenti saat tangannya sudah berada di handle pintu.
“Aku akan ke ruang gym, tidak usah menyusul ke sana dan tidak perlu percaya diri karena aku memberitahumu agar kamu tidak berada di tempat yang sama denganku.”
Brak.
“Hahh, jangan percaya diri? Dia minta aku jangan percaya diri sedangkan dia terlalu percaya diri kalau aku akan mengekor langkahnya. Wajahnya boleh tampan, tapi attitudenya buruk.”
Kania pun menuju ruangan yang tadi di tunjuk oleh Elvan. Melihat beberapa lemari kaca yang isinya bisa terlihat jelas mana milik Kania dan Elvan. Kania lagi-langi tercengang karena ada lemari khusus berisi berbagai jenis tas dan alas kaki.
“Ya Tuhan,” pekik Kania melihat isi lemari lainnya. mulai dari setelan resmi, dress, gaun, piyama dan setelan rumahan tertata rapi di gantungan dan tumpukan. Bahkan ada juga beberapa lingerie yang semuanya disiapkan oleh Nela.
“Ini terlalu berlebihan. Aku seperti burung dalam sangkar emas.”