Anggi Saraswati adalah seorang ibu muda dari 3 anak. Awal mula pernikahan mereka bahagia, memiliki suami yang baik,mapan,dan tampan merupakan sebuah karunia terbesar baginya di tengah kesedihannya sebagai yatim piatu penghuni panti.
Tapi sayang, kebahagiaan itu tak bertahan lama,perlahan sikap suami tercintanya berubah terlebih saat ia telah naik jabatan menjadi manajer di pusat perbelanjaan ternama di kotanya . Caci maki dan bentakan seakan jadi makanannya sehari-hari. Pengabaian bukan hanya ia yang dapatkan, tapi juga anak-anaknya,membuatnya makin terluka.
Akankah ia terus bertahan ?
Atau ia akan memilih melepaskan?
S2 menceritakan kisah cinta saudara kembar Anggi beserta beberapa cast di dalamnya dengan beragam konflik yang dijamin menarik.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch.8 Bertemu Diwangga
"Bang,nanti kalau mama telat jemputnya, kayak biasa tunggu di perpustakaan aja ya!" pesan Anggi pada Damar
"Baik, ma." ucap Damar lalu ia mencium punggung tangan Anggi takzim. Anggi sangat bahagia melihat anaknya tumbuh menjadi anak yang baik, santun,dan soleh.
"Assalamualaikum."
"Wa'alaikum salam." balasnya. Lalu Anggi melajukan motornya kembali membelah jalanan menuju kantor pengadilan agama.
Namun sayang ,baru separuh perjalanan tiba-tiba ban motor Anggi pecah.
"Astaghfirullah." ucapnya saat motornya sedikit oleng. Anggi pun segera menepikan motornya ke tempat yang aman.
"Ma ,napa ma motol ma?" tanya Kevin
"Ban motornya pecah, sayang." Lalu Anggi turun dari motornya untuk memeriksa bannya.
Anggi pun meminta anaknya ikut turun dan duduk di bangku bawah pohon dekat motorku ditepikan. Mata Anggi kesana kemari berharap melihat bengkel untuk segera mengganti ban motornya, tapi sayang sejauh mata memandang ia tak melihat bengkel. Akhirnya,dengan terpaksa ia mendorong motor tersebut dengan kedua anak kembarnya duduk di atas motor.
"Mama tapek?" tanya Karin dengan nada cadelnya saat melihat peluh mengalir di dahi Anggi.
"Nggak kok sayang." jawab Anggi dengan tersenyum.
"Mama ,haus." rengek Kevin.
Untunglah seperti sudah kebiasaan, setiap bepergian Anggi selalu membawa botol air minum. Jadi ia tak perlu mencari-cari warung untuk membeli air minum.
Setelah memberi minum Kevin, Anggi kembali menjalankan motornya.
Namun tak lama kemudian, terdengar suara klakson mobil yang ditekan beberapa kali, Anggi pikir itu untuk orang lain ,tapi ternyata mobil itu menepi mendekati motor Anggi.
Anggi mengernyit heran sebab ia merasa tak mengenal mobil yang nomor platnya cantik menurut Anggi, AN 66 A.
Tak lama kemudian, turun seorang pria yang berumur sekitar 30'an yang sangat tampan dan gagah dengan kulit putih ,rahang tegas, dan janggut tipis yang menambah kadar ketampanannya dari dalam mobil itu membuat Anggi tambah bingung siapakah gerangan.
"Maaf, Anda siapa ya? Mengapa berhenti di depan kami? Apa kami ada salah?" cecar Anggi penasaran.
Lalu pria itu pun tersenyum. Senyumnya sangat manis ,membuat Anggi sedikit terperangah. 'Astagfirullah.' ucapnya dalam hati. Biar pun saat ini ia akan menggugat cerai suaminya, tapi bagaimana pun statusnya masih seorang istri jadi tak pantas memuji pria lain.
"Mmm... perkenalan, saya Diwangga Yudhistira, putra bu Sofi. Anda kenal bukan dengan mama saya?" ucapnya lembut
Anggi terperangah, bagaimana pria itu bisa mengenalinya ,dia saja belum pernah bertemu pria ini sebelumnya.
"Kalau tak salah nama kamu Anggi kan? Oh kamu pasti heran dari mana saya kenal kamu? Saya mengenali kalian dari melihat anak-anak kamu. Mama pernah foto mereka dan posting di story' WhatsAppnya jadi saya mengenali kalian dari foto yang mama ambil. Mama juga sempat cerita sedikit tentang kamu." ucap Diwangga
Anggi hanya ber'oh ria saja. "Oh ya, saya Anggi Saraswati. Maaf, saya permisi dulu. Saya ada keperluan soalnya." ucap Anggi
Anggi baru saja hendak beranjak dari tempatnya, kembali mendorong motornya ,seruan Diwangga menghentikan langkahnya.
"Butuh bantuan?" tawar Diwangga
"Ah, makasih tuan! Nanti merepotkan." Anggi merasa sungkan karena ia baru mengenal Diwangga
"Tapi motor kamu kan bannya pecah. Kayaknya bengkel jauh deh dari sini, nanti kasihan anak-anak kamu kalo kelamaan di jalan. Mereka pasti letih." ucap Diwangga.
Anggi nampak berfikir haruskah ia menerima bantuan Diwangga.
"Memangnya kamu mau kemana?" tanya Diwangga lagi
Anggi menggigit bibir bawahnya, bingung mau memberi tahu atau tidak.
"Nggi?" tegur Diwangga saat melihat Anggi melamun
"Saya mau ke pengadilan agama, tuan." ucap Anggi lirih
Sejenak Diwangga tertegun mendengar penuturan Anggi.
"Mmm.. kamu bisa ikut saya di mobil. Kantor saya juga di tak jauh dari pengadilan agama , bagaimana?" tawar Diwangga
"Tapi bagaimana dengan motor saya?"
"Saya bisa minta tolong pak Tanto ,sopir saya bawa ke bengkel."
"Tapi apa nggak merepotkan?"
"Nggak kok. Bagaimana? Kasihan anak kamu lho." Anggi lalu menoleh ke arah Karin dan Kevin yang memang tampak sudah lelah dan mengantuk
"Baiklah."
Lalu Diwangga segera minta sopirnya, pak Tanto untuk membawa motornya ke bengkel. Diwangga pun segera membuka kan pintu belakang dan membantu Anggi menidurkan anak kembarnya di kursi belakang. Sedangkan Anggi duduk di kursi depan , samping kemudi. Setelah semuanya sudah masuk , Diwangga segera melajukan mobilnya.
Terjadi keheningan sesaat di mobil sebab Anggi yang tak tau harus memulai membicarakan apa. Lalu Diwangga pun berinisiatif memecah keheningan dengan membuka percakapan.
"Maaf, kalau boleh tau kamu mau ngapain ke kantor pengadilan agama?"
Anggi menunduk sambil menautkan kedua tangannya. "Mau mengajukan gugatan cerai,tuan." jawabnya pelan
"Hah? Kamu serius?" dan Anggi hanya mengangguk tanda mengiyakan
"Kamu butuh bantuan? Kebetulan saya pengacara." Diwangga menawarkan Anggi bantuan tapi Anggi menolak karena ia fikir membayar seorang pengacara pasti mahal
"Nggak usah ,tuan. Terima kasih."
"Kenapa?"
"Kenapa apanya?" Anggi menoleh ke arah Diwangga
"Kenapa nggak mau?"
"Pasti bayaran tuan mahal, saya nggak punya uang." ucap Anggi jujur yang membuat Diwangga tergelak mendengar penuturan Anggi
"Aku ikhlas kok bantu kamu. Nggak perlu bayar. Lagian dengan aku turun tangan, prosesnya pasti akan lebih cepat selesai. Oh ya, kalau kamu mau bayar, bayar aja dengan sering-sering ajak anak-anak kamu main ke rumah, temenin mama aku, pasti dia seneng." Oh ya, satu lagi, tolong jangan panggil saya tuan. Saya bukan majikan kamu." ucap Diwangga panjang lebar tapi santai membuat Anggi melongo karenanya
"Ba-baik tu eh mas." jawab Anggi gagap. "Bener mas nggak ngerepotin?" tanya Anggi lagi memastikan dan Diwangga kembali mengangguk tanda mengiyakan
"Bagaimana kalau kamu ikut saya ke kantor dulu. Saya mau memeriksa berkas-berkas kamu dan alasan mengapa kamu mengajukan gugatan cerai pada suamimu?" Anggi pun mengiyakan berharap semua dapat ia selesaikan dengan lancar dan cepat tanpa hambatan
Setibanya Anggi di kantor Diwangga, mereka segera turun dari mobil. Karena Karin dan Kevin tertidur di mobil, jadilah Diwangga membantu menggendong Kevin , sedangkan Anggi menggendong Karin.
Namun ternyata,apa yang dilakukan Diwangga membuat para karyawan berbisik-bisik mempertanyakan siapa yang datang bersama Diwangga dan anak siapa yang Diwangga gendong.
"Hei, sini! Liat tuh Pak Diwang datang sama siapa tuh? Terus yang digendong pak Diwang itu siapa? " ujar salah satu karyawan dibkantor Diwangga
"Mungkin itu istri dan anaknya."
"Ngaco. Pak Diwang itu masih single tau. "
"Lah jadi siapa donk? Cantik sih tapi penampilannya lusuh banget. "
"Hush,udah balik kerja lagi! Tuh, pak Robin, asisten pak Diwangga udah melotot ke arah kita."
Kantor Diwangga terdiri atas 5 lantai dan ruang kerja Diwangga ada di lantai teratas. Anggi dan Diwangga telah memasuki lift menuju ke lantai 5, setibanya di sana Diwangga segera mempersilakan Anggi masuk ke ruang kerjanya. Lalu Anggi dan Diwangga menidurkan Kevin dan Karin di sebuah sofa bed di ruangan itu.
Setelah itu, mereka pun mulai membahas tentang rencana gugatan cerai yang akan dilayangkan Anggi pada suaminya. Anggi menunjukkan bukti-bukti yang menunjukkan kalau Adam telah berselingkuh baik itu berupa foto maupun riwayat chat. Anggi juga telah menyiapkan foto-foto bukti kekerasan yang Adam lakukan padanya. Bahkan ia juga menunjukkan sebuah video kekerasan yang dilakukan Adam padanya. Video itu diambil oleh Damar secara diam-diam. Damar yang ntah dapat inisiatif dari mana melakukan itu lalu memberitahukannya kepada Anggi. Anggi pun sebenarnya terkejut,ternyata anaknya melihat apa yang dilakukan suaminya itu padanya.
Tampak rahang Diwangga mengeras saat melihat video itu. Tatapan matanya nyalang menyiratkan amarah. 'Dasar pecund*ng. Beraninya kasar pada perempuan.' geramnya dalam hati
Sedangkan Anggi, tampak menunduk. Wajahnya sendu. Sebenarnya ia malu membuka aib rumah tangganya pada orang lain. Tapi mau bagaimana lagi,ini diperlukan untuk memperlancar proses perceraiannya. Makin cepat makin baik pikirnya.
"Buktinya sangat akurat. Aku rasa tak butuh waktu lama agar surat cerai kalian segera keluar. Nanti aku akan urus semuanya. Kalau suratnya sudah keluar, nanti saya kasih kabar ke kamu. Oh ya, bisa tinggalkan nomor yang bisa saya hubungi?" tanya Diwangga seraya menyerahkan ponselnya.
Anggi mengangguk dan mengambil ponsel Diwangga. Lalu ia mengetik deretan angka nomor ponselnya. Setelah selesai,ia mengembalikan ponsel itu pada Diwangga.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan hampir pukul 10. Anggi ingin pamit menjemput Damar, motornya pun sudah selesai diganti ban dan sekarang sudah terparkir di tempat parkir kantor Diwangga. Anggi pun minta izin Diwangga untuk segera pulang dan menjemput Damar. Awalnya Diwangga menawarkan diri untuk mengantar, tapi Anggi menolak. Ia sudah terlalu banyak merepotkan Diwangga. Ia tak ingin seperti benalu yang tak tahu diri.
"Saya permisi dulu,mas. Sekali lagi terima kasih atas bantuannya. Semoga Allah membalas kebaikan mas Diwangga." ucap Anggi tulus.
"Aamiin. Sama-sama. Hati-hati di jalan." ucap Diwangga saat mengantar Anggi menuju tempat parkir.
aku malah suka karakternya Stefani ibunya nata coco 😁
keibuan banget sabar banget 🥰
yang ada dendam merenggut jiwa dan hati diri
bukann tambah bahagia yang ada tambah menderita oleh dendam itu sendiri