Storm adalah gadis bar-bar dengan kemampuan aneh—selalu gagal dalam ujian, tapi mampu menguasai apa pun hanya dengan sekali melihat.
Ketika meninggal pada tahun 2025, takdir membawanya hidup kembali di tubuh seorang narapidana pada tahun 1980. Tanpa sengaja, ia menyembuhkan kaki seorang jenderal kejam, Lucien Fang, yang kemudian menjadikannya dokter pribadi.
Storm yang tak pernah bisa dikendalikan kini berhadapan dengan pria yang mampu menaklukkannya hanya dengan satu tatapan.
Satu jiwa yang kembali dari kematian. Satu jenderal yang tak mengenal ampun. Ketika kekuatan dan cinta saling beradu, siapa yang akan menaklukkan siapa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
Storm telah tiba di kediaman keluarga Shu, sementara mobil Jenderal Lucien Fang sudah berangkat meninggalkan halaman.
Gadis itu berdiri terpaku di depan rumah besar bergaya klasik, menatap pilar-pilar tinggi dan atap genteng merah tua yang terlihat seperti bangunan dari film sejarah.
“Mulai hari ini aku harus tinggal di sini dan menjalani kehidupan zaman kuno,” gumam Storm sambil menghela napas. “Orang dulu kalau anak gadis harus sopan, harus bisa jaga jarak dengan pria. Tidak ada Nic di sini, pasti hidupku membosankan! Aku rindu papa dan mamaku... Sekarang aku harus memanggil orang asing sebagai papa dan mama, dan punya adik angkat licik itu. Sungguh ironis.”
Dengan langkah setengah malas, Storm pun masuk ke rumah dan disambut oleh tiga orang — seorang pria paruh baya bernama Ah Ming, istrinya Ah Luo, dan gadis muda yang tampak manis tapi bermata licik, Mimi, adik angkatnya.
“Ah Zhu, akhirnya kau pulang. Maafkan Papa karena terlambat pergi meminta bantuan Jenderal Fang,” ucap Ah Ming penuh haru.
“Pa, tidak apa-apa. Terima kasih,” jawab Storm sambil tersenyum lembut—padahal dalam hati ia merasa seperti aktris sinetron yang sedang berperan jadi anak baik.
“Ah Zhu, kau pasti menderita. Lihatlah banyak bekas luka di tangan dan wajahmu. Untung saja Jenderal sudi membantu kita,” kata Ah Luo dengan mata berkaca-kaca.
Mimi ikut menatap, suaranya lembut tapi nadanya menusuk.
“Kakak, selamat kembali. Ke depannya kakak harus lebih hati-hati. Apakah kakak tahu, Papa dan Mama menangis setiap hari. Kelak, kakak harus bisa bergaul dengan orang luar.”
Storm menoleh pelan, matanya menyipit.
“Mimi, terima kasih karena sudah menjaga Papa dan Mama. Ke depannya… tidak akan lagi. Tenang saja, kalau ada yang berani menimbulkan masalah lagi denganku, aku pastikan orang itu tidak bisa berdiri,” ucap Storm dengan nada tajam dan senyum manis penuh ancaman.
Mimi langsung mematung, sedangkan Ah Ming dan Ah Luo saling pandang dengan wajah shock.
“Kakak, kenapa bisa bicara seperti itu?” tanya Mimi, pura-pura khawatir.
“Setelah dikurung karena tuduhan yang tidak wajar, akhirnya aku mengerti,” jawab Storm sambil bersedekap dramatis. “Kita jadi manusia tidak boleh lemah dan ditindas. Karena itu, aku harus bisa membela diri demi keluarga kita, terutama Papa dan Mama, supaya Papa dan Mama tidak khawatir lagi.”
Ah Luo terharu tapi juga bingung. “Ah Zhu, yang penting kamu sudah pulang. Yang lain tidak penting.”
Ah Ming mengangguk. “Ah Zhu, besok Papa akan mengundang Jenderal Fang. Kau harus berterima kasih padanya.”
“Baiklah,” jawab Storm dengan senyum paksa.
Mimi yang sedari tadi memperhatikan, menyeringai kecil.
“Kakak, selama ini kakak selalu mengejar Jenderal Fang. Besok jangan mempermalukan keluarga kita. Jenderal sudah menolak perjodohan denganmu.”
Storm spontan melongo. “Menolak? Aku ini nona besar, gadis perawan tulen, dia menolakku? Aku tidak peduli siapa dia! Walau dia menyelamatkanku, aku tidak akan jatuh cinta padanya. Pria sombong dan angkuh seperti dia, jangan harap aku bisa tertarik padanya!”
Suasana ruang tamu langsung hening.
Ah Ming, Ah Luo, dan Mimi menatap Storm seolah baru melihat makhluk dari planet lain.
"Ah Zhu, jangan bicara seperti itu, Jenderal Fang adalah pahlawan yang paling dihormati. Bahkan presiden saja sangat menghormatinya. Kau harus bisa menjaga sikapmu," kata Ah Ming.
"Pa, aku akan ingat dengan pesanmu," jawab Storm.
"Kakak, besok adalah kedatangan Jenderal Fang, bagaimana kalau Kakak memasak sendiri sebagai tanda terima kasih," ujar Mimi dengan sengaja.
“Aku yang masak?” tanya Storm, suaranya terdengar setengah kaget, setengah tak percaya.
“Iya, Jenderal sudah menyelamatkan Kakak, jadi kali ini kakak harus tunjukkan ketulusanmu,” jawab Mimi dengan sengaja, senyum manisnya seperti pisau terselubung.
“Lihat saja besok, selama ini kau tidak pernah masuk ke dapur. Hanya fokus pada ahli medismu. Walau kau adalah seorang dokter, tapi sebagai seorang anak gadis harus bisa menyajikan makanan. Apalagi besok tamunya adalah Jenderal besar. Kalau tidak memasak bukan hanya akan mempermalukan keluarga kita, tapi juga akan membuat Jenderal marah besar. Saat itu kau akan ditangkap dan dihukum,” batin Mimi.
Kediaman Jenderal Fang
Lucien baru saja tiba di rumah besar keluarga Fang. Begitu melangkah ke ruang utama, ia disambut oleh ayahnya, Jason Fang, seorang pensiunan prajurit dengan wajah keras namun bijaksana, serta istri keduanya, Monica She, ibu tiri Lucien. Di samping mereka duduk seorang gadis remaja bernama Summy, sepupu Lucien yang manja dan selalu ikut campur urusan orang lain.
“Lucien, sudah pulang?” sambut Jason dengan nada tenang.
“Pa,” sahut Lucien sambil menunduk hormat sebelum duduk di kursi seberang ayahnya.
“Bagaimana dengan Nona Shu? Apakah dia sudah bebas?” tanya Jason, menatap putranya tajam.
“Sudah,” jawab Lucien singkat.
Summy yang sejak tadi menatap Lucien dengan tatapan penasaran langsung membuka suara.
“Kakak, apa Kakak benar-benar akan menikahinya? Dia sekarang mantan narapidana! Kalau Kakak menikah dengannya, bukankah itu akan mempermalukan keluarga Fang?”
Monica ikut menimpali dengan nada lembut namun menusuk, “Lucien, kau harus mempertimbangkannya dengan baik. Demi masa depan keluarga kita. Walaupun Nona Shu hanya dituduh melakukan pembunuhan, tetap saja nama baiknya sudah tercemar.”
Lucien menatap mereka satu per satu, lalu bersandar di kursinya. Suaranya dalam dan tegas saat berkata,
“Menikah atau tidak, aku yang akan memutuskan. Kalian tidak perlu ikut campur.”
Jason menatap putranya dengan nada menasihati, “Lucien, semua orang sudah tahu kalau Nona Shu sangat menyukaimu. Tidak ada salahnya kau mencoba dekat dengannya.”
Lucien meletakkan cangkir tehnya dengan tenang, tapi sorot matanya tajam. “Aku tidak menyukai wanita yang mudah mengejar pria,” ucapnya datar. “Wanita seperti itu menurutku lemah dan tidak punya harga diri.”