Semua orang di sekolah mengenal Jenny: cantik, modis, dan selalu jadi pusat perhatian tiap kali ia muncul.
Semua orang juga tahu siapa George: pintar, pendiam, dan lebih sering bersembunyi di balik buku-buku tebal.
Dunia mereka seolah tidak pernah bersinggungan—hingga suatu hari, sebuah tugas sekolah mempertemukan mereka dalam satu tim.
Jenny yang ceria dan penuh percaya diri mulai menemukan sisi lain dari George yang selama ini tersembunyi. Sedangkan George, tanpa sadar, mulai belajar bahwa hidup tak melulu soal nilai dan buku.
Namun, ketika rasa nyaman berubah menjadi sesuatu yang lebih, mereka harus menghadapi kenyataan: apakah cinta di antara dua dunia yang berbeda benar-benar mungkin?
Spin off dari novel Jevan dan Para Perempuan. Dapat di baca secara terpisah 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sitting Down Here, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 Jenny Bangkit
“Mommy, ngapain mommy ke sini?”
“Panggil aku Pixie, bodoh!”
Wanita dan pria yang datang untuk menjenguk Jenny ternyata adalah Pixie dan Nino. Pixie kemudian mendorong kening Jenny dengan jari telunjuknya, membuat George yang melihatnya jadi terkejut.
"Auntie maaf, tolong jangan lakukan itu di saat Jenny baru siuman seperti ini"
"Siapa kamu?"
"Ini George, rekanku di proyek sains. Dia yang membawa aku ke sini ketika ledakan itu terjadi. Jadi kau seharusnya berterima kasih padanya, Pixie"
"Jadi kamu benar-benar kecelakaan ya, Jen?" Tanya Nino kepada Jenny.
"Iya, aku benar-benar kecelakaan. Lihat nih, tanganku yang kanan sempat terbakar. Aku jadi cacat, Nino. Kamu pasti tak ingin memperkerjakan orang yang cacat seperti aku kan? Orang-orang bisa jijik melihatnya" Ucap Jenny dengan nada memelas yang di buat-buat agar Nino iba padanya.
"Jangan bersandiwara di depanku, Jen. Itu takkan berhasil. Tanganmu akan segera sembuh, aku akan usahakan agar itu tidak berbekas nanti"
Sebuah suara tiba-tiba terdengar di belakang mereka. Ternyata ada dua tamu lagi yang datang.
"Aku yang akan mengurusnya, Nino. Jadi lebih baik kalian berdua pulang sekarang"
"Jevan, kamu selalu sok tahu seperti biasanya"
"Jenny adalah adikku, jadi aku yang akan bertanggung jawab padanya"
"Dia bukan adikmu, Jevan. Kalian tidak sedarah"
"Tapi aku menganggapnya begitu. Lagipula lebih baik punya kakak yang walaupun tidak sedarah tapi bisa mengurusnya dengan baik daripada punya ibu kandung yang tak becus mengurus anak sendiri"
"Kurang ajar kau!" Pixie menjadi emosi mendengar perkataan Jevan.
Louisa yang datang bersama Jevan lalu mencoba untuk menengahi.
"Sudahlah auntie, lebih baik auntie dan Nino pulang sekarang juga daripada di sini cuma buat keributan"
"Kamu juga kurang ajar ya, Louisa! Kalau kalian berdua peduli sama Jenny, kenapa kami yang datang lebih dulu dari kalian, hah?"
"Kami datang belakangan karena kami harus membawa barang-barang keperluan Jenny. Memangnya kalau dia di rawat di sini dia tak perlu ganti baju dan yang lainnya, auntie? Auntie sendiri datang lebih cepat tapi tidak bawa apa-apa kan?"
"Sialan kau!"
Pixie yang akan menampar Louisa lalu segera di cegah oleh Jevan dengan menangkap tangan Pixie.
"Sudah cukup auntie! Lebih baik auntie dan kau, Nino segera pulang karena kalian sudah membuat malu di sini!"
"Kau ....!"
Pixie tak bisa melanjutkan ucapannya karena Nino menarik lengannya untuk menjauh dari Jevan.
"Sudahlah Pixie, lebih baik kita pulang. Biar Jevan yang urus segala keperluan Jenny. Lagipula kamu gimana sih, kalau tak bisa urus anakmu sebaiknya kamu gugurkan saja dulu!"
"Kamu benar, Nino. Sekarang aku baru menyesali keputusanku"
George terlihat shock mendengar perkataan Pixie. Ia tak menyangka kalau ibunya Jenny bertingkah seperti itu. Jenny yang menyadari ekspresi di wajah George lalu mengatakan sesuatu.
"Maaf George, seharusnya kamu tak melihat ini. Ibuku memang memalukan"
"Eng ... Tak apa-apa, Jenny"
"George, terima kasih atas segala bantuanmu. Kami sangat bersyukur ada orang yang peduli pada Jenny selain kami. Sekarang biarkan kami yang mengurusnya, jadi lebih baik kamu pulang ke rumah agar bisa beristirahat" Ucap Jevan sambil menepuk pelan bahu George.
"Tidak apa-apa, ini tanggung jawabku karena kecelakaan ini bisa terjadi karena kesalahanku"
"Aku kan tadi sudah bilang kalau ini bukan salahmu, George" Ucap Jenny.
"Ya benar, aku juga tak percaya kalau ini salahmu. Karena aku tahu kamu orang baik, George" Louisa membenarkan ucapan Jenny.
"Terima kasih kalian sudah percaya padaku. Ya sudah kalau begitu aku pulang dulu ya, nanti aku kembali lagi"
Baik Jenny, Louisa, dan Jevan sama-sama mengangguk dan setelah itu George pulang ke rumahnya.
***
Di malam hari, George kembali ke rumah sakit untuk menjenguk Jenny. Walau ayahnya telah melarangnya untuk pergi, tetapi George tetap berangkat dengan menggunakan sepeda motor karena Eddie, supirnya, sudah pulang ke rumahnya.
George bisa menggunakan sepeda motor karena Eddie pernah mengajarinya. Tanpa sepengetahuan George, ternyata ayahnya mengikuti George di belakang dengan menggunakan mobil dengan jarak yang agak jauh agar George tak curiga padanya.
Ketika George tiba di rumah sakit, ia melihat Jenny yang di temani oleh Louisa sedang tertidur bersama. George melihat Louisa yang tidur di sebelah Jenny. Sepertinya Jenny yang meminta agar Louisa tidur di tempat tidur seperti dirinya. Karena tak ingin mengganggu tidur mereka, akhirnya George keluar dari ruangan tempat Jenny di rawat dan menunggu di bangku yang berada di ruang tunggu yang letaknya tak jauh dari kamar.
Tak lama setelah George duduk, ia di kejutkan oleh kehadiran ayahnya yang lalu duduk di sebelahnya.
"Dad, apa yang dad lakukan di sini?"
"Daddy ikuti kamu tadi. Dia sudah ada yang menemani kan sekarang?"
"Dia siapa, dad?"
"Partner sains proyek kamu"
"Iya, dia sudah ada yang temani tapi aku akan tetap di sini untuk berjaga-jaga kalau ada apa-apa"
"Jangan bilang kalau kamu merasa bertanggung jawab terhadap ini, George"
"Daddy benar, aku memang merasa bertanggung jawab terhadap Jenny"
"Tapi ini bukan salahmu, George!"
"Memang bukan, tapi ia partnerku jadi aku harus memastikan dia baik-baik saja"
"Apa dia yang meminta itu?"
"Tentu saja tidak, ini atas inisiatif aku sendiri"
"Lalu bagaimana dengan nilaimu dan kesempatan untuk memenangkan lomba?"
"Mr. Stern akan memberikan tugas lain untuk nilai, tapi kalau soal lomba aku tak tahu. Aku harus membicarakan tentang ini dulu dengan Jenny"
"Lebih baik kau kerjakan lagi sendiri agar bisa mengikuti lomba, George"
"Tidak bisa, dad. Ini tugas kelompok jadi harus di kerjakan bersama"
"Daddy ingin kamu jadi yang terbaik di segala bidang agar kamu bisa membayar ketertinggalan kamu tahun lalu, George! Kalau kamu melewatkan tugas ini bagaimana kamu bisa jadi yang terbaik?"
"Tapi aku bisa mengerjakan tugas sebagai gantinya seperti yang aku bilang tadi, dad. Jadi nilaiku takkan hilang"
"Dan melewatkan kesempatan untuk ikut lomba?"
"Demi Tuhan dad, lupakan soal lomba itu! Seluruh lengan kanan Jenny terbakar dan aku takkan mungkin memaksanya untuk ikut lomba itu lagi! Tolong berempatilah walau sedikit!"
"Daddy tak perlu berempati padanya karena yang daddy pedulikan hanyalah masa depanmu! Daddy tak mau tahu, pokoknya kamu harus minta pengulangan lomba pada Mr. Stern! Kalau tidak, daddy akan tarik semua kartu-kartu kamu dan hak-hak istimewa kamu yang lain!"
"Silakan saja daddy lakukan itu! Aku sudah muak di perintah terus sama daddy! Bukan salahku kalau aku sakit tahun kemarin sehingga aku harus tinggal kelas! Tapi kalau daddy tak ikhlas karena telah membiayaiku selama aku sakit, maka aku akan menggantinya nanti!"
Tiba-tiba suara seorang perempuan terdengar di belakang George.
"Tidak apa-apa, George. Kita bisa lakukan ini lagi. Aku rasa waktunya cukup dan aku yakin kita akan memenangkan ini"
George dan ayahnya lalu menoleh dan terkejut ketika melihat perempuan tersebut yang lengannya masih di balut dengan gips dan di beri penyangga.